Belajar Manajemen Bencana dari Negara-Negara Rawan Gempa

Minggu, 07 Oktober 2018 – 10:13 WIB
Kerusakan akibat gempa di Hokkaido, Jepang, awal September lalu. Foto: ABC

jpnn.com - Cile, Jepang, dan Turki menjadi teladan bagi negara lain dalam menyiasati gempa bumi. Gedung tahan gempa dan simulasi rutin menjadi tameng mereka dari bencana yang selalu datang tiba-tiba itu. Tetapi, yang paling utama adalah kesiapan.

"Fokus utama dari seluruh rangkaian antisipasi bencana yang kami lakukan selama ini adalah keselamatan," kata Ricardo Toro, kepala badan penanggulangan bencana Cile ONEMI, kepada The Guardian.

BACA JUGA: Lebih dari Separuh Kabupaten Donggala Rusak Parah

Mantan jenderal itu mendedikasikan seluruh hidupnya di ONEMI sejak istrinya, Maria Teresa Dowling, meninggal dalam gempa Haiti 2010. Rasa kehilangan yang begitu besar itu berusaha diatasi dengan membentuk Chile Prepares, organisasi peduli bencana.

Chile Prepares menjadi bagian penting program antisipasi bencana oleh pemerintah Cile. "Ini prosedur profesional dengan protokol yang baku. Sebab, saat terjadi bencana, improvisasi merupakan tindakan yang buruk," papar Toro.

BACA JUGA: Dorong Jadi Bencana Nasional, Jangan Malu Terima Sumbangan

Dia belajar banyak dari Haiti. Saat itu penanganan bencana begitu amburadul. Banyak relawan dan personel pemadam kebakaran serta militer yang dikerahkan ke sana. Namun, tidak ada koordinasi yang bagus. Karena itulah, penanganan gempa bumi sangat lamban. Korban pun terabaikan.

Kini Cile menjadi salah satu negara rujukan dalam penanganan bencana alam. Pemerintah mewajibkan seluruh bangunan tahan gempa. Terutama hunian vertikal.

BACA JUGA: DPR Dorong Gempa NTB dan Sulteng jadi Bencana Nasional

Masyarakat Cile tidak lagi gagap gempa berkat simulasi bencana rutin. Pemerintah pun melengkapi kesiapan warganya dengan teknologi. Sistem peringatan diri yang terpasang pada telepon genggam.

Metode yang hampir sama diterapkan Jepang. Bangunan tahan gempa, alarm bencana pada smartphone, sensor guncangan pada shinkansen, simulasi bencana di sekolah-sekolah, dan tas darurat.

Tas darurat yang berisi alat-alat untuk bertahan hidup dalam situasi gawat selalu siap di rumah-rumah warga. Begitu gempa bumi terjadi, warga tinggal menyambar tas darurat itu, lantas menyelamatkan diri.

Sayangnya, di Negeri Sakura itu, hanya penduduk yang tanggap bencana. Wisatawan tetap buta. Maka, saat bencana terjadi, para turis menjadi korban. Itulah yang terjadi dalam gempa yang mengguncang Hokkaido bulan lalu.

"Staf hotel hanya merespons dalam bahasa Jepang," ujar salah seorang turis Korea Selatan (Korsel) yang menjadi korban selamat.

Wajar turis Korsel itu kesal. Bukan hanya staf berbahasa Jepang, selebaran informatif tentang bencana alam pun tertulis dalam huruf kanji.

"Kami begitu sibuk dengan penanganan bencana sehingga tidak bisa menyuplai informasi dalam bahasa lain," aku salah seorang petugas.

Beberapa aplikasi sebenarnya sudah ada untuk membantu para turis. Hanya, petunjuk penginstalannya pun menggunakan huruf kanji. "Dalam hal ini, pemerintah dan pihak hotel harus bekerja sama," tegas Shizuyo Yoshitomi, pengajar pada Nagoya University.

Selain Cile dan Jepang, Turki punya mekanisme penanggulangan bencana yang unggul. Sistem itu lahir pascagempa berkekuatan 7,5 SR yang mengguncang Marmara pada 17 Agustus 1999.

Kala itu sekitar 17.480 orang tewas. Belajar dari peristiwa pilu itu, kini Turki jauh lebih siap menghadapi bencana alam. Bahkan, pemerintah rutin merilis panduan prediksi bencana agar masyarakat selalu waspada.

Mengutip hasil penelitian Kandilli Observatory di Bogazici University, Anadolu Agency melaporkan bahwa sejauh ini ada lebih dari 5 ribu gempa di Turki. Salah satu kota di Turki yang rawan gempa adalah Istanbul.

"Ramalan kami, bakal ada gempa bumi berkekuatan 7,6 SR di Patahan Anatolia Utara Laut Marmara. Bencana itu bisa menewaskan 26 ribu sampai 30 ribu orang," kata Kepala Departemen Otoritas Manajemen Tanggap Darurat dan Bencana (AFAD) Murat Nurlu seperti dilansir Hurriyet Daily News. Gempa itu diperkirakan terjadi satu dekade lagi.

Kini pemerintah Turki sedang berusaha menyikapi laporan tersebut. Ada sekitar 150 ribu tempat penampungan sementara yang bakal disiapkan. Awal tahun depan, peta titik-titik rawan gempa bakal diterbitkan. Itu sama dengan Singapura yang kini sibuk memetakan lokasi aman dan rawan bencana alam.

Negara lain yang sempat menjadi contoh dalam metode penanganan bencana tapi sekarang tidak lagi adalah Meksiko. Mexicans Against Corruption and Impunity mengumumkan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa para pejabat pemerintah terlalu korup. Mereka bahkan tidak memikirkan keselamatan rakyatnya. (sha/c19/hep)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jepang Disapu Badai, Diguncang Gempa


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler