jpnn.com - JAKARTA – Satu per satu artefak bersejarah Indonesia yang berada di Belanda kembali ke Indonesia. Yang terkini adalah tongkat milik Pangeran Diponegoro yang diberi nama pusaka Kanjeng Kiai Tjokro.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Kacung Marijan mengatakan, pengembalian tongkat Diponegoro itu sudah mencuat pada 2014. ”Sebelumnya sudah dikembalikan pelana kuda dan tombak milik Pangeran Diponegoro,” kata Kacung seperti dikutip Jawa Pos.
BACA JUGA: Nasihat buat Jokowi: tak Ada Keputusan Tanpa Risiko
Kacung menceritakan, tongkat Pangeran Diponegoro dimiliki Jean Chretien Baron Baud pada 1832–1834. Baud adalah gubernur jenderal Belanda yang pernah bertugas di Indonesia (Hindia-Belanda) pada zaman penjajahan. Setelah Diponegoro meninggal pada 8 Januari 1855, tongkat itu disimpan keluarga Baud di Belanda.
Pengembalian tongkat tersebut dilakukan kakak beradik Michiel dan Erica Lucia Baud kepada Mendikbud Anies Baswedan. Acara penyerahan itu dilaksanakan di Galeri Nasional, Jakarta, Kamis malam lalu (5/2). Anies mengaku bersyukur bahwa warisan bersejarah Indonesia tersebut berhasil kembali ke Indonesia.
BACA JUGA: DPR Banyak Urusan, Jokowi Harus Cepat Ambil Keputusan
Kacung menuturkan, pengembalian tongkat itu murni inisiatif keluarga Baud. Peneliti sudah memastikan keaslian tongkat sepanjang hampir 2 meter itu. Pengembalian tongkat itu juga tidak diembel-embeli kompensasi materi. Pemerintah Indonesia dan Belanda sebatas memfasilitasi. Kini tongkat bersejarah milik Diponegoro dipamerkan dalam pameran bertajuk Aku Diponegoro di Galeri Nasional hingga 8 Maret.
Guru besar Universitas Airlangga Surabaya itu mengaku bahagia dengan pengembalian tongkat tersebut. Apalagi, jika dikalkulasi, tongkat Diponegoro sudah berada di Negeri Kincir Angin itu selama 183 tahun.
BACA JUGA: Golkar Bantu Pemerintah dan PDIP Hadang Revisi UU Otsus Papua
”Tugas kita sekarang adalah menjaganya. Kami ucapkan terima kasih kepada keluarga Baud yang sukarela menyerahkan tongkat itu,” urai Kacung.
Tugas lain pemerintah Indonesia adalah mendata artefak-artefak bersejarah yang masih ada di Belanda. Kemudian, secara bertahap mengembalikannya ke Indonesia.
Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) I Made Griya menjelaskan, cara yang efektif untuk pengembalian artefak adalah diplomasi pemerintah Indonesia dan Belanda. Baru setelah itu dilakukan pendekatan ke keluarga-keluarga pemilik artefak tersebut. Artefak bersejarah biasanya dimiliki keluarga mantan petinggi Belanda yang pernah bertugas di Indonesia. (wan/c10/end)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Peserta Kompetisi Inovasi Layanan Publik Membeludak
Redaktur : Tim Redaksi