jpnn.com, JAKARTA - Rencana pemerintah memperketat pembatasan Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 Kilogram menuai kritis pedas dari legislator Komisi VII DPR RI, Mulyanto.
Mulyanto menyarankan pemerintah melakukan sinkronisasi data dengan data-data yang telah ada yang selama ini dipakai secara akurat, baru melaksanakan uji coba terbatas lebih dahulu.
BACA JUGA: Pengumuman, Beli LPG 3 Kilogram Pakai MyPertamina, Mulai Kapan?
Kemudian dievaluasi sebelum memberlakukan kebijakan ini secara luas. Jangan serta-merta membatasi LPG 3 Kilogram menggunakan MyPertamina.
"Ini bisa kacau di masyarakat," ujar Mulyanto di Jakarta, Jumat (16/12).
BACA JUGA: Konversi LPG 3 KG, Syarief Hasan: Menyusahkan Rakyat Miskin
Menurutnya, pengetatan pembatasan gas melon bisa dilakukan bertahap dan konsisten.
Mulyanto meminta jangan seperti pembatasan BBM yang menggunakan MyPertamina yang akhirnya maju-mundur, dan malah tak terdengar lagi beritanya hari ini.
"Bagusnya dimulai dahulu dengan pembatasan BBM, agar tepat sasaran. Kalau sukses baru dilanjutkan untuk distribusi LPG. Ini perlu sinkronisasi dan persiapan yang matang. Apalagi kita tengah memasuki tahun politik. Jangan sampai menimbulkan kebisingan baru yang tidak perlu," bebernya.
Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan dengan matang persoalan teknis rencana pembatasan pendistribusian gas subsidi LPG 3 Kilogram kepada masyarakat. Jangan sampai pemberlakuan kebijakan tersebut malah akan menyulitkan masyarakat kelas bawah.
"Pemerintah harus dapat memastikan bahwa penggunaan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebagai dasar pembatasan pendistribusian LPG 3 kg memang benar-benar efektif dan akurat sehingga tidak menyulitkan masyarakat," kata Mulyanto.
Mulyanto menambahkan di satu sisi memang rencana pembatasan distribusi ini harus dilaksanakan. Mengingat beban APBN saat ini cukup berat. Apalagi ketika harga LPG internasional dan nilai tukar USD melambung.
Selain itu pembatasan ini juga perlu dilakukan agar penyaluran LPG 3 kilogram tepat sasaran.
"Persoalannya adalah pada pendataan. Ini masalah serius karena data Pemerintah berbeda-beda. Apalagi sekarang akan menggunakan data baru yakni data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE)," tegas Mulyanto. (mcr10/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul