Belum Ada Keluarga yang Klaim Jenazah Dita Oepriarto

Kamis, 17 Mei 2018 – 12:58 WIB
Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung Mangera. Foto: Radar surabaya

jpnn.com, SURABAYA - Polisi masih menemui kendala dalam mengidentifikasi jenazah terduga teroris yang tewas dalam ledakan bom di Surabaya dan Sidoarjo. Penyebabnya, hingga Rabu (16/5) sore, belum ada keluarga yang mengklaim jenazah tersebut.

Polda Jatim pun memberi batas waktu sepekan bagi keluarga para pelaku teror untuk mengidentifikasi keluarganya. Pelaku yang dimaksud adalah Dita Oepriarto, Tri Murtiono, dan Anton Febrianto. Pihaknya memberi tenggat tujuh hari sejak hari ini untuk datang mengenali jenazah di RS Bhayangkara Polda Jatim.

BACA JUGA: Densus 88 Temukan Buku Pedoman Terorisme di Tangerang

''Karena kami memerlukan sekali data sekunder yang akan kami cocokkan, antara lain golongan darah dan DNA,'' terang Kabidhumas Polda Jatim Frans Barung Mangera di Mapolda Jatim kemarin.

Bila tidak kunjung ada yang mengklaim, maka sepekan kemudian pihak Polda Jatim akan berkoordinasi dengan Pemprov Jatim atau Pemkot Surabaya. Jenazah-jenazah para pelaku teror itu akan dikuburkan sebagaimana mestinya.

BACA JUGA: Agus: Koopssusgab TNI Sebaiknya Tunggu UU Antiterorisme

Saat ini, jenazah-jenazah tersebut sulit dikenali karena beberapa bagian sudah hancur dan terpisah. Tidak bisa dipastikan apakah potongan tubuh tertentu merupakan milik Dita, Tri, Anton, atau lainnya.

Pihaknya juga akan membuat pengumuman di jaringan polres dan polsek se-Jatim untuk menyebarkan informasi tersebut. Diharapkan, ada keluarga yang bersedia datang untuk mengenali jenazah sehingga bisa dimakamkan secara layak.

BACA JUGA: Kenapa Teroris di Riau Pakai Pedang, di Surabaya dengan Bom?

Sementara itu, Frans juga menginformasikan bahwa kemarin paman Aisyah, putri bungsu Tri, sudah hadir di RS Bhayangkara. ''Kami sudah menjemput, tapi kalau dia tidak mau mengakui (Tri), hanya mengakui Ais, bagaimana,'' tutur Alumnus Akpol 1993 itu.

Bahkan, sang paman yang identitasnya dirahasiakan itu enggan melihat jenazah Tri. Kakeknya juga sudah mengakui Aisyah sebagai cucunya.

Dalam kondisi tersebut, tidak mungkin pihak RS memaksa keluarga Tri untuk mengakui dan diambil sampel DNA-nya. Di luar itu, tidak ada lagi orang yang datang dan mengaku sebagai keluarga para pelaku teror bom. Bila ada, tentu mereka sudah diambil sampel DNA-nya.

Untuk anak-anak pelaku teror, Polda Jatim membuka ruang bagi pemerhati anak untuk turut serta dalam upaya pemulihan. Kemarin, sejumlah lembaga pemerhati anak sudah hadir di Mapolda Jatim dan RS Bhayangkara untuk menjenguk anak-anak itu. Mulai KPAI, Komnas Perlindungan Anak, hingga Lembaga Perlindungan anak Indonesia.

''Jadi, kami terbuka. Sehingga bukan hanya polisi yang cuap-cuap bahwa anak-anak itu aman,'' tutur mantan Kabidhumas Polda Sulsel itu.

Pihaknya menggunakan standar internasional dalam trauma healing untuk anak-anak. Meskipun, lokasinya berada di RS. Ruangan sebisa mungkin tidak sampai mengesankan suasana RS, melainkan suasana rumah yang nyaman. (byu/mir/ano)

BACA ARTIKEL LAINNYA... UU Ini Membatasi Ruang Gerak Polri Menumpas Teroris


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler