Tonga memberlakukan 'lockdown' nasional dua hari mulai Rabu malam (2/02), setelah mencatat dua kasus tanpa gejala COVID-19.
Perdana Menteri Siaosi Sovaleni mengumumkan dua kasus positif adalah pekerja di dermaga di ibu kota Nuku'alofa dan mereka sudah melakukan isolasi.
BACA JUGA: Terjadi Lonjakan Kasus Aktif Covid-19 di Bantul, Sebegini Angkanya
Negara Kepulauan Pasifik itu sebelumnya hanya melaporkan satu kasus COVID-19 pada Oktober tahun lalu.
Pulau utama Tonga pernah menjalani 'lockdown' selama tujuh hari pada November 2021, setelah mencatat kasus COVID pertamanya.
BACA JUGA: Covid-19 Menggerogoti Liga 1 2021/22, PT LIB Tunda Kompetisi?
Kasus COVID tersebut adalah seorang penumpang dari Selandia Baru, yang dites positif, kemudian 'lockdown' diberlakukan di Tonga meski tidak ada penularan komunitas yang terdeteksi. Di luar itu, Tonga sudah dinyatakan bebas COVID-19 sejak awal pandemi.
Dua kasus baru terdeteksi lewat tes COVID-19 yang dilakukan secara rutin di dermaga.
BACA JUGA: Denmark Pilih Hidup Bebas, COVID Tidak Lagi Dianggap Serius
Diyakini salah satu kasus mungkin sudah berstatus positif sejak pekan lalu.
Kontak erat dari kasus positif ini juga diyakini sudah melakukan perjalanan ke pulau-pulau terluar Tonga, sehingga mendorong diberlakukannya 'lockdown' di seluruh negara mulai pukul 6 sore.
Sekolah akan ditutup dan pegawai negeri tidak akan diminta untuk bekerja.
PM Sovaleni juga mendesak agar warga memakai masker di tempat-tempat umum.
Sat Narayan, yang mengelola sebuah supermarket di Nuku'alofa, mengatakan ada rasa tidak nyaman di masyarakat setelah laporan penularan di komunitas.
"Sampai sekarang kami tidak memiliki masalah dengan virus corona ... jadi kami panik," kata Narayan.
Ia mengatakan warga mulai menimbun makanan dan kebutuhan pokok untuk persiapan 'lockdown'.
Sat sedang menunggu arahan dari pemerintah Tonga tentang apakah bisnisnya harus ditutup selama 'lockdown'. Menjadi sebuah 'skenario terburuk'
'Lockdown' diberlakukan ketika warga Tonga sedang berupaya untuk pulih dari letusan gunung berapi dan tsunami bulan lalu.
Bencana alam tersebut menghancurkan desa-desa dan resor, serta memutuskan komunikasi ke negara pulau yang berpenduduk sekitar 105.000 orang itu.
"Kami takut karena ini tidak normal bagi kami di Tonga," kata Marian Kupu, seorang jurnalis di Tonga kepada ABC.
"Ini adalah skenario terburuk. Bukan saja karena saat ini kami tengah mencoba membangun kembali rumah-rumah penduduk untuk bisa hidup normal lagi, tetapi kami kemudian harus menjalani lockdown."
Pihak berwenang belum mengonfirmasi apakah kasus tersebut terkait dengan kapal HMAS Adelaide.
Pekan lalu, kapal laut tersebut tiba di Tonga untuk mengirimkan pasokan bantuan. Diketahui ada 23 kasus COVID di dalamnya.
Dari informasi yang diperoleh ABC, diketahui jumlah kasus di kapal tersebut sudah meningkat menjadi 70.
ABC telah menghubungi Departemen Pertahanan Australia untuk memperoleh informasi lebih lanjut.
Sementara itu, pihak berwenang Tonga bersikeras jika bantuan asing dilakukan tanpa kontak orang ke orang untuk mencegah potensi penularan.
Menurut laporan media lokal, para pejabat sudah mengonfirmasi bahwa Australia dan Selandia Baru sedang mempercepat pengiriman vaksin 'booster' ke Tonga, dengan 10.000 dosis didatangkan langsung dari Australia.
Saat ini sekitar 85 persen populasi Tonga yang memenuhi syarat sudah menerima dua dosis vaksin COVID-19.
Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari ABC News.
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Covid-19 Melonjak, Pemprov DKI Mengalihfungsikan Bus Sekolah