Belum Teraliri Listrik, Bagaimana Bisa UNBK?

Kamis, 22 Maret 2018 – 00:12 WIB
Siswa SMA simulasi UNBK. Ilustrasi Foto: Denar/Kalteng Pos/JPNN.com

jpnn.com, SAMARINDA - Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi satu-satunya provinsi di Kalimantan yang tidak 100 persen melaksanakan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) khusus SMA/SMK.

Letak geografis dan infrastruktur jadi kambing hitam. Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Yaqub tak memungkiri kenyataan itu.

BACA JUGA: Naskah UNKP Sudah Datang, Siap Didistribusikan

Sebab, belum semua sekolah di provinsi ini bisa menerapkan sistem UNBK tahun ini. Banyak faktor yang menjadi penyebab.

“Kalau diurutkan ada tiga faktor. Dana, infrastruktur, dan letak geografis sekolah-sekolah di Kaltim,” ujarnya.

BACA JUGA: Kiat Menghadapi Ujian Nasional ala Mendikbud

Rusman menerangkan, untuk masalah dana, Kaltim belum bebas dari minimnya anggaran yang membelit beberapa tahun terakhir.

“Lalu kalau dananya ada, apakah bisa memecahkan masalah ini? Enggak semudah itu,” terangnya.

BACA JUGA: Tiga SMP Belum Siap UNBK

Memang benar, dana untuk penyediaan komputer adalah faktor vital. Rusman meneruskan, bila komputer sudah tersedia, sekolah mesti memikirkan ruang untuk menaruh komputer tersebut. Dengan kata lain, sekolah mesti menyediakan satu ruang khusus.

Belum lagi jaringan internet dan daya listrik yang diperlukan sekolah untuk mengoperasikan komputer ketika ujian.

“Jangankan internet, beberapa daerah di Kaltim yang cukup terpencil masih ada yang belum teraliri listrik. Saya melihat pemerintah sudah bekerja cukup keras untuk masalah UNBK, buktinya ada peningkatan persentase (sekolah yang menggelar UNBK) dari tahun lalu ke 2018,” terangnya.

Dari data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim disebutkan, terjadi peningkatan sekolah peserta UNBK.

Bila tahun lalu sebesar 70 persen sekolah setingkat SMA/SMK/SMP di Kaltim menggelar UNBK, tahun ini menjadi 75 persen. Ada peningkatan sebesar 5 persen.

Rusman menjelaskan, yang menggelar ujian bukan hanya sekolah negeri. Sekolah swasta juga melakukan hal serupa.

“Khusus swasta dibiayai sendiri oleh sekolah. Jadi bagi sekolah swasta yang pendanaannya minim, pasti akan sulit menyediakan fasilitas untuk UNBK,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kaltim Musyahrim mengatakan, UNBK sebenarnya bergantung kemampuan sekolah. Mulai pengadaan komputer, jaringan internet, hingga listrik.

Menurut dia, bagi sekolah yang tak mampu, namun tetap menjalankan ujian dengan cara konvensional itu dianggap tepat. “Yang utama, anak didik bisa melaksanakan ujian nasional (UN),” tuturnya.

Dia mengungkapkan, ada daerah seperti Kabupaten Mahakam Ulu yang mungkin memiliki dana yang cukup untuk pengadaan infrastruktur UNBK.

“Tapi kan enggak semudah itu. Ada dana, masalah selesai. Harus ada perencanaan,” ujarnya.

Belum lagi jaringan internet yang tak selancar di perkotaan. “Bukannya bagus, kalau dipaksakan ujian bisa terganggu,” ungkapnya.

Menurut dia, masalah UNBK adalah permasalahan semua pihak. Tak hanya pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

“Sekolah juga mesti memikirkan. Misal bekerja sama dengan stakeholder di lingkungan sekolah,” ujarnya.

Nah, permasalahannya mesti direncanakan sejak jauh hari. Minimal sekolah memiliki target akan melaksanakan UNBK pada tahun depan. (*/fch/rom/k8)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 1,8 Juta Siswa UN Berbasis Kertas dan Pensil


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler