BEM Unusia Meminta MKMK Pecat Paman Gibran

Kamis, 02 November 2023 – 15:09 WIB
Ketua MK Anwar Usman. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) ikut melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi terkait putusan MK dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Laporan BEM Unusia kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tercatat sebagai Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023.

BACA JUGA: Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie: Ternyata Benar

MKMK dijadwalkan menggelar sidang perkara nomor 141 pada Rabu 8 November 2023.

BEM Unusia meminta MKMK tidak mengikutsertakan Hakim Ketua MK Anwar Usman dalam sidang perkara tersebut.

BACA JUGA: 5 Poin Pernyataan Ketua MKMK, Nomor 3 Ngeri-ngeri Sedap

"Kami meminta kepada Yang Mulia agar tidak mengikutsertakan Anwar Usman dalam perkara tersebut agar tidak pernah berulang pelanggaran benturan kepentingan dalam lingkungan Mahkamah Konstitusi," kata perwakilan BEM Unisia sekaligus pelapor dugaan pelanggaran kode etik hakim MK, Tegar Afriansyah, di Gedung MK II, Jakarta, Kamis (2/11).

Tegar mengatakan Anwar Usman diduga kuat melakukan pelanggaran berupa benturan kepentingan terhadap Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

BACA JUGA: Analisis Pakar soal Potensi Ganjar & Anies Jadikan Prabowo-Gibran Musuh Bersama

Pelapor menilai Anwar Usman yang merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka itu tidak sepatutnya diikutsertakan dalam sidang perkara tersebut.

Lebih lanjut, Tegar berharap agar MKMK dapat memberikan sanksi seberat-beratnya terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, yakni dengan memberhentikan secara tidak hormat Anwar Usman dari jabatannya sebagai ketua MK.

"Kami meminta kepada Yang Mulia Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi untuk memberikan sanksi seberat-beratnya berupa pemberhentian tidak hormat kepada Ketua MK Anwar Usman," ujar Tegar.

Gugatan dengan Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 diajukan oleh mahasiswa Unusia bernama Brahma Aryana yang memohon uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Dalam perkara tersebut, pemohon memohon agar MK mengoreksi Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menyatakan syarat pencalonan capres dan cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.

Pemohon memohon MK mengubah frasa "berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota" diubah menjadi "hanya berpengalaman sebagai kepala daerah di tingkat provinsi". (antara/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler