jpnn.com, JAKARTA - Kasus penyakit paru-paru terkait penyalahgunaan obat-obatan terlarang dalam vape telah menyebabkan kekhawatiran luas tentang vape di Amerika Serikat dan di Indonesia. Padahal, vape tidak terbukti sebagai penyebab dari penyakit-penyakit tersebut. Wacana pembatasan rokok elektrik yang muncul akibat dari kekhawatiran tersebut pun justru dinilai akan menghambat upaya perokok untuk berhenti.
Temuan terbaru oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS menunjukkan bahwa penyakit paru-paru tersebut disebabkan oleh penggunaan produk yang mengandung Tetrahydrocannabinol (THC) atau ganja. Laporan ini juga menyarankan sebagian besar produk yang dibeli oleh pasien diperoleh dari sumber-sumber informal seperti pedagang gelap (black market) dan hal tersebut memainkan peran utama dalam kasus penyakit paru-paru di AS.
BACA JUGA: Bea Cukai Banten Musnahkan Ribuan Miras, Rokok dan Liquid Vape
Dr. Rosa Christiana Ginting, Ahli Kesehatan Masyarakat dan Ketua Asosiasi Ahli Kesehatan Indonesia (PAMJAKI) mengatakan, "Kasus terkait vape yang terjadi di beberapa negara telah diindikasikan dengan zat ilegal yang ditemukan di perangkat mereka. Kita membutuhkan kerangka kerja pengaturan proporsional yang tidak hanya dapat mencegah kasus ini terjadi di Indonesia tetapi pada saat yang sama juga memberi para perokok berat pilihan dan alternatif untuk mencegah withdrawal effect ketika mereka mencoba berhenti merokok. Dalam beberapa penelitian di negara-negara maju, vape telah disarankan dapat membantu perokok dewasa untuk beralih, atau bahkan berhenti merokok sama sekali."
Dihubungi secara terpisah, dr. Tri Budi Bhaskara, Dokter Umum dari Rumah Sakit Umum Daerah Bali (RSUD Bali) membenarkan bahwa proses berhenti merokok tidak semudah itu. “Kemungkinan kambuh mantan perokok sangat tinggi. Mengapa? Karena masih ada tantangan untuk menggantikan atau menyembuhkan kecanduan nikotin, tetapi sebelumnya kita tidak punya solusi alternatif tanpa mengurangi efek berbahaya dari rokok itu sendiri," ujar dia.
BACA JUGA: Apple Larang Aplikasi Vape di App Store
Bhaskara mengatakan bahwa banyak perokok mulai menggunakan produk-produk alternatif seperti rokok elektrik atau vape dalam upaya mereka untuk berhenti merokok. Ia mendesak Indonesia untuk meniru kesuksesan Jepang, dengan lebih dari 70 juta orang berhenti merokok dengan bantuan produk tembakau alternatif ini.
Manfaat vape dalam membantu perokok untuk berhenti telah ditelitii oleh Duke Health, sebuah jaringan perawatan kesehatan terkenal yang berbasis di Durham, North Carolina. Studi yang dipublikasikan pada Juli 2019 lalu ini menyimpulkan bahwa membatasi ketersediaan vape atau rokok elektrik hanya akan mendorong perokok untuk merokok lebih banyak. Studi tersebut mengungkapkan bahwa 47% respondennya menjawab bahwa mereka akan kembali menggunakan rokok tembakau konvensional jika FDA AS melarang kandungan nikotin dalam vape.
BACA JUGA: Bantah Tudingan Miring, Pengguna Vape Ramai-Ramai Pamer Hasil Rontgen
“Kita harus mencipatakan akses yang mudah terhadap produk harm reduction bagi para perokok, bukan dengan mengaturnya terlalu ketat. Merupakan sebuah ironi bahwa rokok elektrik dipandang sama seperti rokok konvensional karena keduanya berbeda. Produk ENDS (Electronic Nicotine Delivery System atau Sistem Penghantar Nikotin Elektronik) merupakan hal baru dan dilihat sebagai sebuah revolusi. Kita harus berpikir terbuka, mempertahankan hal-hal yang positif dan mengurangi aspek-aspek negatifnya,” ungkap Bhaskara. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil