jpnn.com, TUBAN - Bencana kekeringan yang melanda Kabupaten Tuban sejak Juli 2018 lalu terus meluas.
Banyaknya biaya yang digunakan untuk distribusi air bersih, membuat anggaran penanggulangan bencana menipis.
BACA JUGA: Warga Terpaksa Jalan Kaki Cari Sumber Air Bersih Baru
Sejak ditetapkan status bencana kekeringan, BPBD Tuban menyediakan anggaran khusus, yaitu Rp 157 juta.
Namun, anggaran tersebut mulai menipis karena digunakan setiap hari. Padahal musim penghujan, diprediksi masih awal November.
BACA JUGA: Dua Pekan Lagi Waduk Diprediksi Akan Kehabisan Stok Air
Menurut Ketua BPBD Tuban, Joko Ludiyono, untuk mengatur penggunaan anggaran tersebut, membuat sistem pendistribusian air bersih dengan sistem bergelombang.
"Saat ini memasuki gelombang kesembilan, sementara kekeringan terus meluas dan saat ini melanda 50 desa di 11 kecamatan," kata Joko.
BACA JUGA: Musim Kemarau Tak Kunjung Usai, Warga Sudah Kehabisan Air
Bencana kekeringan ini, tidak hanya terjadi di Kabupaten Tuban. Melainkan juga di daerah-daerah lain di Jawa Timur.
Terkait dana untuk kekeringan yang kian menipis, BPBD Tuban berupaya mencari terobosan demi mendapatkan sokongan dana dropping air bersih.
Salah satunya dengan surat dari bupati yang menyatakan Tuban status tanggap darurat, sebagai pintu pembuka pengunaan dana tak terduga maupun dana dari BPBD Jawa Timur.
Meski dana menipis, pelayan dan pengiriman air bersih untuk warga terus dilakukan sesuai jadwal.
Hingga gelombang 9 ini, air bersih yang sudah tersalurkan sudah mencapai 3,5 juta liter air. (pul/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jumlah Desa yang Krisis Air Bersih Terus Bertambah
Redaktur & Reporter : Natalia