Tasha adalah salah satu dari banyak orang Malaysia yang sedang menghadapi tantangan besar.

Suaminya kehilangan pekerjaannya karena COVID-19 dan dia baru saja melahirkan anak ketiganya.

BACA JUGA: Ganjar: Tolong Betul, Lindungi Diri Anda

Tanpa penghasilan, Tasha dan suaminya terus berusaha untuk bisa membeli popok dan membeli makanan untuk mereka sendiri.

Enam belas anggota keluarga besarnya telah terinfeksi virus corona, dua di antaranya meninggal dunia.

BACA JUGA: Apakah Obat yang Sering Disebutkan di Grup Whatsapp Benar-benar Bisa Menyembuhkan COVID-19?

"Setiap hari adalah perjuangan dan terkadang saya merasa ingin menyerah," kata Tasha.

Uma Xavier adalah warga lain yang kehilangan pekerjaannya, sementara pekerjaan suaminya secara drastis berkurang.

BACA JUGA: Bertugas Memvaksin Masyarakat, 204 Tenaga Kesehatan Terjangkiti COVID-19

Mereka hidup dengan pendapatan rumah tangga maksimum RM700 (sekitar Rp2,3 juta) sebulan.

'Lockdown' nasional yang telah diumumkan pada akhir Mei di Melbourne hanya memperburuk keadaan Uma yang baru bisa menghasilkan RM400 (sekitar Rp1,3 juta) pada bulan Juni.

"Kami tidak punya tabungan dan kami merasa malu, tertekan, dan ketakutan," kata Uma.

"Saya harus menjadi pilar kekuatan bagi anak-anak dan suami, sementara saya hanya bisa menangis di kamar mandi ketika sedang sendirian." Bukan hanya kasus COVID yang meningkat

Tasha dan Uma adalah dua dari banyak warga di Malaysia yang kesehatan mentalnya benar-benar terdampak karena pandemi COVID-19.

Pada akhir Juni, otoritas kesehatan Malaysia melaporkan 631 kasus kematian karena bunuh diri sepanjang tahun 2020, dengan tambahan 336 kasus pada kuartal pertama tahun 2021.

Bandingkan dengan 609 kasus bunuh diri yang dilaporkan sepanjang tahun 2019.

Anita Abu Bakar, pendiri Asosiasi Kesadaran dan Dukungan Penyakit Mental, mengatakan dia yakin angka sebenarnya mungkin lebih tinggi.

"Ada banyak kasus bunuh diri yang tidak dilaporkan karena masih banyak stigma tentang kesehatan mental di Malaysia," katanya.

"Ada banyak diskriminasi dan pengucilan yang terjadi terhadap orang-orang dengan gangguan kesehatan mental."

Malaysia juga mengalami peningkatan diagnosis kesehatan mental.

"Orang-orang telah terputus dari sistem yang biasanya menyokong mereka, serta dari mekanisme untuk menghadapi situasi saat ini yang efektif," kata Anita.

"Jumlah kasus COVID-19 yang meroket, kehilangan orang yang dicintai, dan dampak ekonomi dari pandemi berkontribusi pada peningkatan jumlah orang yang didiagnosis menderita depresi." Gerakan Bendera Putih

Masalah terkait kesehatan mental di Malaysia telah memicu sebuah gerakan sosial online yang dikenal sebagai gerakan "Bendera Putih".

Ini dimulai ketika Nik Faizah Nik Othman, seorang pengusaha dan politisi, membuat unggahan di Facebook yang mendorong orang untuk mengibarkan bendera putih di luar rumah mereka, jika mereka membutuhkan bantuan.

"Saya memulai kampanye ini untuk memberi harapan kepada orang-orang untuk melanjutkan hidup mereka selama pandemi ini," katanya.

Dia tidak menyangka unggahannya akan menjadi viral. Dalam waktu kurang dari 24 jam, unggahan tersebut sudah di-'share' lebih dari 20.000 kali.

"Saya terinspirasi untuk menulis unggahan itu, setelah melihat kesulitan yang dialami komunitas saya dan meningkatnya kasus bunuh diri," kata Nik Faizah.

"Mengibarkan bendera putih adalah alternatif bagi mereka yang membutuhkan bantuan dan untuk mengingatkan tetangga dan komunitas mereka untuk memberi bantuan dengan segera."

Anita Abu Bakar mengatakan kampanye ini telah membantu meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental di Malaysia dan menginspirasi orang untuk mengambil tindakan lebih lanjut.

"Inti dari pandemi ini adalah kita sekarang dapat menormalisasi diskusi tentang kesehatan mental, menghilangkan rasa malu, serta takut untuk berbicara."

Sebuah aplikasi online kemudian dibuat oleh sekelompok mahasiswa beberapa hari setelah gerakan itu diluncurkan, yang memungkinkan warga untuk mengumpulkan informasi di mana bendera putih dikibarkan, serta bank makanan di daerah mereka.

Aplikasi ini memainkan peran penting, sehingga masyarakat luas mengetahui tentang bendera putih yang dikibarkan Tasha. Ia kemudian secara cepat menerima sumbangan yang bisa digunakan untuk membantu memberi makan keluarga dan bayinya yang baru lahir.

"Orang-orang yang datang, meski hanya sedikit, banyak membantu saya," katanya.

Holdifedarry Parimin, adalah warga Malaysia yang dulunya bekerja di industri perhotelan dan sekarang terkena damapk buruk pandemi.

Pria berusia 25 tahun itu kini bekerja sebagai sopir pengantar makanan dengan pendapatan yang tidak konsisten, sehingga tidak cukup untuk menghidupi keluarganya.

"Saya mengibarkan bendera putih karena saya benar-benar membutuhkan bantuan keuangan," kata Holdifedarry, yang menggunakan aplikasi.

"Gerakan ini membuat perbedaan besar bagi kami dan membantu kami menghidangkan makanan di atas meja." Tak semua orang terbuka minta bantuan

Sementara gerakan Bendera Putih telah mendorong warga Malaysia yang kesulitan untuk meminta bantuan, beberapa orang masih enggan melakukannya.

Hidayatul Liyana Mohd Haris bekerja di industri manufaktur dan berisiko tertular di tempatnya kerja.

Tapi ia tidak punya pilihan lain.

Suaminya juga sudah berjuang untuk mencari pekerjaan, tapi saat ini ia satu-satunya tulang punggung bagi keluarganya yang beranggotakan tujuh orang.

"Ada saat-saat ketika suami saya dan saya pergi tidur dengan perut kosong hanya agar anak-anak kami bisa makan," kata Hidayatul kepada ABC.

"Saya tidak mengibarkan bendera putih karena saya malu dan tidak ingin orang-orang bergunjing tentang kami."

Namun berkat beberapa tetangganya, Hidayatul masih cukup beruntung karena menerima beberapa sumbangan makanan. 'Memulihkan kepercayaan diri'

Meski pun "lockdown total" sudah diberlakukan sejak Mei, kasus COVID di Malaysia terus meningkat dengan rekor 11.079 kasus harian yang tercatat pada hari Selasa kemarin (13/07).

Pandemi juga telah menyebabkan ekonomi Malaysia jatuh ke dalam resesi, karena alami penurunan terburuk sejak krisis keuangan Asia 1997.

Beberapa orang Malaysia menuduh Pemerintah Malaysia tidak berbuat cukup untuk melindungi warganya, dan mereka malah membuat gerakan lain yang disebut "Bendera Hitam".

Jika gerakan Bendera Putih bertujuan untuk mendorong masyarakat untuk meminta bantuan, gerakan Bendera Hitam merupakan simbol pembangkangan terhadap Pemerintah Malaysia.

Pendukung Bendera Hitam menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri Muhyiddin Yassin, yang naik ke tampuk pimpinan tanpa pemilu.

Namun di tengah rasa frustrasi, bendera putih terus menawarkan harapan.

"Gerakan ini telah memulihkan kepercayaan diri saya akan hidup dan masyarakat," kata Xavier.

"Kemanusiaan itu sungguh ada, terlepas dari agama, ras, dan [perbedaan] politik."

Pemerintah Malaysia dan Departemen Kesehatan tidak menanggapi pertanyaan yang disampaikan ABC.

Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari artikel ABC News dalam Bahasa Inggris.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bangkok Kembali Lockdown Akibat Penularan Varian Delta dan Alpha yang Meningkat

Berita Terkait