jpnn.com, JAKARTA - Dokter spesialis penyakit dalam Johanes Purwoto membenarkan benjolan di leher belum tentu kanker kelenjar tiroid.
Selain itu, 90 persen benjolan keras di depan leher juga tidak selalu ganas.
BACA JUGA: 4 Manfaat Kopi untuk Kesehatan, Luar Biasa
Hanya saja dia mengingatkan, benjolan tersebut bisa menyulitkan penderita bernapas dan menelan.
Dokter Johannes juga merupakan konsultan endokrin dari Universitas Indonesia.
BACA JUGA: Anak Buah Yusril Ingatkan Mahfud MD Bukan Pengamat, tetapi Menko Polhukam
"(Benjolan) itu menekan organ-organ di sekitar leher ada trakea atau jalan napas, sehingga sulit bernapas, menekan esofagus (kerongkongan) sehingga kalau makan rasanya tersumbat," ujar Johanes pada sebuah webinar, ditulis Kamis (30/9).
Menurutnya, hal ini menandakan tak semua yang menyebabkan seseorang sulit menelan dan bernapas menjadi pertanda kanker pada kelenjar tiroid.
BACA JUGA: 5 Teh Herbal Ajaib yang Bantu Jaga Kesehatan Tubuh
Tiroid adalah organ atau kelenjar berbentuk kupu-kupu yang terletak di bagian depan leher, tepat di bawah jakun (laring).
Kelenjar tiroid, yang terdiri dari lobus kanan dan kiri memproduksi dan melepaskan hormon tiroid.
Hormon ini mengontrol fungsi seperti suhu tubuh, pencernaan dan fungsi jantung.
Pemeriksaan USG leher bisa membantu dokter mengonfirmasi tumor pada tiroid merupakan nodul padat atau kista berisi cairan (risiko kanker lebih tinggi pada nodul padat), walau secara fisik tidak bisa membedakan tumor itu kanker atau bukan.
Tes ini juga memeriksa pertumbuhan nodul dan membantu menemukan nodul yang sulit dirasakan.
Selain USG, dokter juga bisa menegakkan diagnosis nodul melalui tes kadar hormon tiroid.
"Hanya di bawah 10 persen yang kanker dari 50 persen orang yang kena benjolan tiroid," tutur Johanes.
Menurut Cleveland Clinic, nodul tiroid atau benjolan berkembang lebih sering pada mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan nodul dan pada orang yang tidak mendapatkan cukup yodium.
Faktor risiko lain bertambahnya usia, jenis kelamin wanita yang lebih mungkin mengembangkan nodul tiroid dan paparan radiasi pada kepala dan leher.
Dari faktor-faktor ini, ada risiko untuk mengembangkan nodul tiroid kanker antara lain riwayat keluarga dengan kanker tiroid.
Usia lebih muda dari 20 tahun dan lebih tua dari 70 tahun serta paparan radiasi.
Terkait penanganan nodul, bila dokter menyatakan bukan pertanda kanker maka bisa jadi tidak ada penanganan.
Namun, pasien tetap disarankan rutin berkonsultasi untuk melihat ada tidaknya perubahan pada nodul.
Dokter juga bisa menyarankan terapi ablasi iodium radioaktif untuk mengobati hiperfungsi nodul tiroid.
Selain itu bisa juga operasi untuk mengeluarkan nodul khususnya yang bersifat kanker, menyebabkan sulit bernapas atau menelan.(Antara/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang