Bentuk Kawah Berdiamater 200 Meter

Pengungsi 39 Ribu Jiwa, Sebagian Anak Trauma Psikis

Senin, 01 November 2010 – 05:56 WIB
Awan Panas yang disertai material gunung Merapi atau sering disebut Wedus Gembel kembali keluar dari kawahnya, sore kemarin. Foto: Boy Slamet/Jawa Pos

MUNGKID - Erupsi Gunung Merapi yang terjadi sejak Selasa (26/10) hingga Minggu (31/10) dini hari telah meluruhkan hampir dua juta meter kubik materialMaterial yang hilang tersebut termasuk di antaranya adalah kubah lava dari erupsi 2006

BACA JUGA: Dihadang Cuaca Buruk, Heli JK Balik Kucing

Kepala Balai Penyeidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Subandrio mengatakan ambrolnya dua juta meter kubik tersebut membuat bagian puncak Gunung Merapi, telah terbentuk kawah dengan diameter 200 meter
"Sudah terbentuk baru

BACA JUGA: Tim Relawan Disambut Parang

Tadi malam dan sore (kemarin, Red) juga terjadi awan panas," kata Subandrio saat berkunjung ke Kabupaten Magelang, kemarin.

Menurutnya, erupsi Gunung Merapi telah terjadi pada 26 Oktober, 28 Oktober, dan 30 Oktober dinihari pukul 00.00-00.50 WIB
Erupsi yang terakhir, Sabtu kemarin adalah erupsi yang paling eksplosif, dengan tinggi asap sulfatara mencapai 3,5 kilometer, bola api atau letusan vertikal mencapai radius dua kilometer dari Pos Selo, Jrakah, Ngepos, dan Kaliurang, dan getaran letusan dirasakan hingga radius 12 kilometer dari sebelah barat daya Gunung Merapi, yaitu Desa Srumbung, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang

BACA JUGA: Letusan Dahsyat 10 Jam Sekali

Hujan pasir yang ditimbulkan mencapai radius 10 kilometer, dan hujan abu dirasakan hingga Kabupaten Bantul.

Kendatipun demikian, Subandrio mengatakan, letusan yang terjadi Sabtu kemarin bukanlah erupsi yang terakhir"Masih ada energi yang tersimpan dalam perut gunung, sehingga sampai sekarang, Gunung Merapi masih berstatus awas," ujarnyaPantauan dari pos pengamatan Babadan, Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, mencatat aktifitas gunung paling aktif di Indonesia ini masih fluktatifGempa multiphase trjadi 12 kali diikuti guguran sebanyak 15 kali"Data ini dari pukul 00.00 sampai 06.00 pagiSetiap saat mulai bisa terjadi peningkatan secara cepat dan besar," kata Yulianto, petugas setempat.

Sementara itu, erupsi merapi yang sering datang secara tiba-tiba menimbulkan peningkatan gelombang pengungsian warga yang tinggal di sekitar kawasan Gunung MerapiSaat itu juga, puluhan ribu masyarakat, baik yang masih menghuni rumah pribadi, maupun barak-barak pengungsian di sekitar Kecamatan Srumbung dan Dukun, langsung bergerak turun, menyelamatkan diri dan menyerbu berbagai lokasi pengungsian lain yang berada di bawah, menjauh dari Gunung MerapiJumlahnya mencapai 39 ribu orang.

Jumlah ini meningkat tajam dari erupsi pertama yang terjadi pada Selasa (26/10) jumlah pengungsi hanya 28700 orangSetelah erupsi 28 Oktober jumlah pengungsi naik menjadi 37.852 orang dan kini sudah mencapai 39 ribu jiwa.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Penanggulangan Bencana Kabupaten Magelang Eko Triyono jumlah pengungsi terus bertambah karena warga ketakutan dengan peningkatan aktifitas Gunung Merapi"Awalnya hanya wanita dan anak-anak yang mengungsi namun mereka yang sebelumnya menolak mengungsi, sekarang sudah mauBahkan warga di luar KRB III juga ikut mengungsi," jelas Eko.

Dijelaskan tambahan pengungsi baru itu ditampung di sejumlah TPS seperti Balai Desa Gunungpring (Muntilan), SD Negeri 1 Srumbung, Balai Desa Sudimoro (Srumbung), SMP Sudimoro (Srumbung), Balai Desa Gondowangi (Sawangan), Balai Desa Gulon dan Lapangan Jumoyo (Salam).

Di tempat pengungsian, sejumlah anak terindikasi mengalami gangguan psikologisKebanyakan di antaranya mengalami trauma saat erupsi berlangsungDirektur Pelayanan Sosial Anak Kementrian Sosial Republik Indonesia, Harry Hikmat mengatakan hal ini terbukti dengan banyaknya anak yang mulai menampakkan kebiasaan aneh.

"Saya melihat ketika mereka berkumpul jadi satu, ada seorang anak tiba-tiba lariKetika mendengar gemuruh terlalu kencang, seketika itu mereka memeluk ibunya erat," kata dia ketika ketika meninjau posko di Gedung KPRI Kecamatan Dukun, kemarin.

Hal itu, katanya wajar mengingat kejadian erupsi merapi yang dirasa cukup menggemparkan warga sekitar"Bagaimana tidak traumaKetika mereka tidur lelap tiba-tiba dibangunkan dan diajak berlarianHal ini tentu akan menggagu pikiran mereka," terangnya.

Untuk itu, ribuan anak yang tinggal di kawasan Gunung Merapi seperti di Sleman, Magelang, Klaten dan Boyolali membutuhkan pendampingan secara khusus"Jangan sampai terjadi seperti yang dialami korban bencana ambrolnya situ gintungBanyak anak trauma hingga mereka tumbuh dewasa, hanya karena proses pendampingan tidak pernah dilakukan," kata dia(vie)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Urus Bencana, Daerah Diminta Bentuk BPBD


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler