jpnn.com - JPNN.com - Bursa Efek Indonesia (BEI), Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) membentuk perusahaan patungan PT Pendanaan Efek Indonesia (PEI).
Tiga regulator bursa tersebut melakukannya untuk menyuntik likuiditas transaksi saham.
BACA JUGA: IHSG Bertaji Lagi, Saham-saham Ini Layak Dikoleksi
Masing-masing regulator rerbagi porsi kepemilikan saham PEI sebesar 33 persen.
”BEI punya satu saham golden share. Sisanya yang menjadikan kami berhak menentukan direksi, komisaris, dan posisi strategis lainnya,” kata Direktur Utama BEI Tito Sulistio.
BACA JUGA: Divestasi Saham PT FI, Pemerintah Jangan Tempuh Jalur Ini Ya...
Perusahaan patungan tersebut akan berperan sebagai pemberi dana bagi perusahaan sekuritas (securities financing).
Dengan demikian, sebanyak 180 ribu investor aktif di pasar modal Indonesia bisa lebih optimal melakukan transaksi.
BACA JUGA: Saham Telkom Paling Besar Terjual
Tito mengatakan, ada sekitar 530 ribu investor di pasar saham Indonesia.
Namun, hanya sekitar 180 ribu investor yang benar-benar aktif melakukan transaksi secara reguler.
Investor tersebut pada umumnya memanfaatkan fasilitas margin atau pinjaman tambahan dana dari sekuritas.
Itu agar nilai transaksinya bisa lebih tinggi dari modal yang dimiliki masing-masing investor.
Di BEI saat ini terdapat 60 saham yang diperbolehkan ditransaksikan dengan menggunakan fasilitas margin.
Namun, secara umum, mereka adalah saham-saham yang terdaftar sebagai anggota indeks LQ45.
Sekuritas yang diperbolehkan memberikan fasilitas margin juga terbatas, yakni hanya sekitar 30 perusahaan.
Para perusahaan sekuritas anggota bursa (AB) yang diperbolehkan memberikan fasilitas margin kepada investor itu adalah yang memiliki modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) sehat atau jauh di atas batas ambang minimal Rp 25 miliar.
Melalui PEI, regulator akan memberikan fasilitas pinjaman minimal Rp 100 miliar untuk disalurkan kepada investor agar digunakan menjadi transaksi saham margin.
Sekuritas yang berhak mendapatkan fasilitas itu harus memiliki MKBD minimal Rp 250 miliar.
”Tahap awal kami akan ajak 40 perusahaan sekuritas yang besar-besar. Memang di kita masih terbatas, masih dibatasi. Belum seperti di Jepang yang unlimited. Tapi, ini sejarah baru bagi pasar modal Indonesia,” tutur Tito.
Untuk memacu frekuensi transaksi saham, jumlah saham yang diperbolehkan untuk transaksi margin juga akan ditambah dari 60 menjadi 200 emiten.
Kriteria utamanya memiliki likuiditas yang dianggap baik.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong PEI segera aktif beroperasi pada awal 2017.
Namun, kata Tito, sedang diupayakan agar keinginan itu terpenuhi karena masih harus melengkapi berbagai persyaratan dan hal teknis lainnya.
’’Hadirnya PEI diharapkan bisa turut mendorong transaksi di pasar saham Indonesia semakin aktif lagi secara jangka panjang,” tambah Tito.
Direktur Utama KPEI Hasan Fawzi menambahkan, pada tahap awal PEI menyetor modal Rp 250 miliar.
Namun, modal tersebut segera ditambah sehingga menjadi Rp 500 miliar.
”Targetnya kami harap tiga kali lipat dari modal untuk modal pendanaan menjadi Rp 1,5 triliun. Mungkin nanti dicari sumber pendanaan lain,” kata dia.
Nilai outstanding transaksi margin saat ini berkisar Rp 6 triliun.
Dana tersebut diputar secara harian di pasar saham Indonesia ke saham yang diperbolehkan menjadi objek transaksi margin.
”Nanti setelah PEI beroperasi, dalam jangka pendek berpotensi bertambah Rp 1,5 triliun sehingga menjadi Rp 7,5 triliun,” lanjutnya. (gen/c6/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nilai Kapitalisasi Saham Unilever Naik 157 Ribu Persen
Redaktur & Reporter : Ragil