BAGUS Prasetyo Santoso terpilih sebagai wakil Indonesia dalam program Pacific Rim International Camp (PRIC) 2015 di Jepang mulai 4 Agustus. Remaja 17 tahun itu akan berkumpul dengan 27 peserta lain dari 27 negara untuk bertukar pikiran tentang lingkungan hidup dan budaya.
-----------
Laporan Septinda Ayu Pramitasari, Surabaya
-----------
BAGUS Prasetyo Santoso tampak mahir berlatih debat bersama adik-adik kelasnya di SMAN 1 Sidoarjo pada Kamis lalu (30/7). Banyak materi yang dijadikan bahan diskusi. Salah satunya tentang lingkungan. Siswa kelas XII IPS 1 itu selalu menyampaikan argumen dengan yakin dan percaya diri.
Berlatih debat adalah kegiatan Bagus di luar jam aktif sekolah. Dia memang punya hobi berdiskusi. Ya, sebagai seorang pelajar, Bagus memang terbilang sangat rajin, aktif, dan berprestasi. Jika ada waktu luang setelah sekolah, dia sering memanfaatkannya dengan berlatih debat sekaligus mengajari adik-adik tingkatnya berdiskusi.
BACA JUGA: Sukses Paduan Suara Mahasiswa ITS di Italia
Saat ini remaja 17 tahun itu juga menjadi senior di klub bahasa Inggris sekolahnya, English Federation of Smanisda. ”Dulu saya presiden di organisasi itu. Sekarang senior. Kalau berlatih debat begini, kami sering membahas lingkungan hidup,” kata Bagus.
Kebiasaan berdiskusi dengan teman-teman sekolah tentang masalah lingkungan membawa keberuntungan bagi Bagus. Laki-laki kelahiran 6 Februari 1998 itu menjadi satu-satunya wakil Indonesia dalam ajang Pacific Rim International Camp (PRIC) 2015 di Jepang pada 4–20 Agustus.
BACA JUGA: Tamatan STM Ini Sosok yang Langka
Bagus mengatakan sangat tertarik mengikuti PRIC yang merupakan kegiatan summer camp. Panitia program PRIC itu hanya mengundang negara-negara Pasifik untuk mengirimkan wakil. ”Kegiatan tahunan yang bergengsi. Antusias banget pokoknya,” ujar penghobi membaca itu.
Tidak mudah bagi Bagus terpilih untuk mengikuti ajang bergengsi tingkat dunia tersebut. Bagus mengatakan, dirinya harus mengalahkan 18 ribu peserta dari Indonesia yang mendaftarkan diri. Awalnya, putra pasangan Tulus Santoso dan Dwi Astuti itu mengirimkan curriculum vitae (CV) ke website PRIC secara mandiri pada Maret 2015.
BACA JUGA: Hadrian Noor, Investigator Keselamatan Transportasi
”Dipilih 20 orang dari tiap negara untuk seleksi lanjutan. Saat pengumuman, nama saya ada,” ujarnya senang.
Dinyatakan lolos 20 besar di Indonesia, Bagus diminta menuliskan esai. Isinya tentang topik yang akan diangkat dalam acara tersebut. Bagus memilih tema lingkungan hidup. Dia juga menyampaikan sejumlah gagasan aplikatif yang sudah diterapkannya. Di antaranya, kampanye penggunaan botol dari rumah dan program daur ulang botol plastik.
”Teman-teman di sekolah juga rajin mengumpulkan botol-botol plastik, lalu mengirimkannya ke pabrik pengelolaan sampah plastik. Selain itu, kampanye penggunaan listrik seefisien-efisiennya,” jelasnya.
Berkat program yang telah diterapkan di sekolah bersama teman-temannya itu, Bagus lolos 10 besar. Tahap berikutnya, dia menjalani phone interview langsung oleh panitia di Jepang. Ada beberapa pertanyaan yang sama sekali belum pernah didengar, seperti masalah green terrorist.
Berusaha memberikan jawaban semampunya, Bagus ternyata sukses masuk tiga besar dan mengikuti final interview di Sampoerna University Jakarta pada 23 Mei lalu. ”Proses seleksi ini sebenarnya serba mendadak. Tampaknya panitia memang sengaja ingin melihat kesiapan calon peserta,” ceritanya.
Saat pengumuman lolos menuju seleksi tahap akhir di Jakarta itu, Bagus sebetulnya sedang mengikuti seleksi lomba debat tingkat nasional di Batu. Bungsu di antara tiga bersaudara tersebut menjadi salah satu nomine yang mewakili lomba National School Debating Championship 2015 di Ambon. ”Sebenarnya itu pilihan berat. Tapi, saya memutuskan untuk meneruskan perjuangan program PRIC,” tuturnya.
Bagus menyatakan sudah kangen dengan Negeri Sakura. Dia pernah mengikuti Japan East Asia Network of Exchange Student and Youths (Jenesys) pada Desember 2014 di Jepang secara gratis. Pengalaman tinggal dan belajar di Jepang itulah yang membuat Bagus ingin kembali.
Kesempatan mengikuti PRIC diharapkannya menjadi penyembuh rasa kangen tersebut. ”Saya ingin kembali ke Jepang. Tapi, saya ingin gratis. Alhamdulillah, keturutan juga,” ujarnya.
Bagus akan tinggal di Jepang selama dua minggu. Banyak kegiatan yang sudah dijadwalkan untuknya. Seluruh peserta akan mengikuti program homestay dengan tinggal di rumah-rumah penduduk di Jepang. Selain itu, ada kegiatan kamping di Gunung Yamato Katsugari di daerah Taman Nasional Quasi Kongo-Ikoma-Kisen.
Saat kamping, banyak kegiatan yang harus dilakukan. Mulai outdoor seperti berselancar dan naik kano hingga konferensi internasional. ”Saat konferensi ini, seluruh peserta membawakan topik dan budaya masing-masing negara,” ujarnya.
Bagus menambahkanya, dirinya telah menyiapkan tari sarip, tari lokal dari Surabaya-Sidoarjo. Tarian tersebut menggambarkan tokoh pahlawan lokal yang bernama Sarip dari Tambak Oso. Kurang lebih sebulan dia berlatih. Bagus pun sudah tidak sabar menanti momen berharga itu. ”Nanti saya tidak hanya membawakan tari sarip. Saya juga mengenakan pakaian khas Jawa,” tambahnya.
Selain berlatih tarian tradisional, Bagus mempelajari budaya Indonesia dan program-program lingkungan hidup yang selama ini digelutinya. Bahkan, untuk memantapkan presentasi di hadapan seluruh perwakilan negara, Bagus juga membuat video tentang Indonesia. ”Tujuan PRIC ini kan lebih pada kesadaran lingkungan dan budaya,” tuturnya.
Bagus mengaku suka bersosialisasi dan berkomunikasi dengan banyak orang. Dia berharap keberangkatannya ke Jepang dalam program PRIC itu bisa menambah pengalaman dan mempromosikan budaya Indonesia di kancah internasional. ”Rasanya sudah tidak sabar ingin sharing sama teman-teman baru,” ucapnya. (*/c7/ayi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Dokter Penghobi Prangko dan Label Cerutu
Redaktur : Tim Redaksi