Sukses Paduan Suara Mahasiswa ITS di Italia

Rela Menunda Skripsi demi Ikuti Kompetisi

Minggu, 02 Agustus 2015 – 06:06 WIB
Tim paduan suara mahasiswa ITS bersama pembina, ofisial, dan konduktor di Italia pada 26 Juli lalu. Foto: ITS for Jawa Pos

jpnn.com - Sebanyak 37 mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) baru saja tiba dari Italia pada Kamis (30/7). Kedatangan mereka membawa kabar bahagia, menoreh prestasi di paduan suara bergengsi.

Laporan Dinda Lisna Amilia, Surabaya

BACA JUGA: Tamatan STM Ini Sosok yang Langka

SELEPAS salat Jumat kemarin (31/7), sejumlah anggota unit kegiatan mahasiswa (UKM) paduan suara mahasiswa (PSM) ITS berkumpul. Semua tampak segar dan bersemangat meski baru tiba dari Gorizia, Italia, sehari sebelumnya. Di negara Menara Pisa itu, mereka mengikuti kompetisi paduan suara 54th International Choral Singing Competition Seghizzi 2015.

Keikutsertaan di ajang itu memberikan hasil yang memuaskan. Mereka menggondol lima medali dan dua penghargaan. ’’Perjalanan kami tempuh sekitar 20 jam, ditambah kegiatan di sana sangat padat,’’ ujar Danuja Wijayanto yang saat wawancara didampingi empat peserta lainnya, yakni Ayu Asfihani, Adimas Raka, Idris Hibatullah Abrar, dan Aranda Rizky Soedjono.

BACA JUGA: Hadrian Noor, Investigator Keselamatan Transportasi

Jadwal kompetisi memang padat. Apalagi, tim PSM ITS mengikuti tiga kategori sekaligus. Mulai kategori renaisans atau lagu-lagu klasik tahun 1400–1640, kategori kontemporer, hingga folklor (lagu daerah).

Di antara medali yang didapat itu, ada 2nd Prize in Category 1A (Historical Period 1400–1640), 3rd Prize in Category 2 (Folk, Traditional, Spiritual, Gospel, Pop and Jazz), dan 3rd Prize in Category 2A (Choral Arrangements of Folk and Traditional Songs).

BACA JUGA: Kisah Dokter Penghobi Prangko dan Label Cerutu

Lebih lanjut, ada 4th Prize in Historic Category 1 dan 5th Prize in 27th Grand Prix Seghizzi 2015. Untuk penghargaan, mereka mendapatkan Best Prize for Poetry in Music dan Best Costume in Category 2A.

Ada 37 mahasiswa yang berangkat ke kompetisi tersebut. Mereka didampingi konduktor Budi Susanto Yohannes, Pembina UKM Bambang Soemardiono, dan seorang ofisial Rafdhito Mahardika. Ofisial ini mengurus semua hal yang berhubungan dengan panitia. Total ada 40 orang yang berangkat pada 19 Juli lalu.

Saat tiba di Gorizia, mereka sempat khawatir tidak mampu memberikan penampilan optimal. Suara yang keluar kurang maksimal karena kelelahan perjalanan. ’’Kami lalu diajak jalan-jalan keliling Kota Gorizia. Sebab, saat latihan pertama di sana, suara kami kedengaran capek sekali,’’ tutur Ayu.

Kompetisi mulai digelar pada 24 Juli. Ada 20 tim paduan suara dari 16 negara di dunia. Tim PSM ITS adalah satu-satunya wakil dari Indonesia. ’’Tahun kemarin peserta dari Indonesia adalah Binus (Universitas Bina Nusantara Jakarta),’’ terang Ayu.

Dua hari dalam babak semifinal berlangsung padat. Dalam setiap kategori kompetisi, Ayu dkk harus menyanyikan dua lagu. Bukan sembarang lagu, kebanyakan yang mereka bawakan adalah lagu Latin yang sulit dipelajari.

Untuk kategori renaisans di babak semifinal, mereka membawakan lagu Dum Aurora Finem Daret dan Quel Aquellin Che Canta. Untuk kategori kontemporer, mereka menyanyikan lagu The Conversion of Saul dan Der Mensch Lebt Und Bestehet. Terakhir, untuk kategori folklor, mereka membawakan tembang Piso Surit dari Batak Karo dan Bungong Jeumpa dari Banda Aceh.

Setelah berlomba, menanti pengumuman dengan harap-harap cemas, mereka mendapatkan hasil. Untuk kategori renaisans, mereka mendapatkan juara II, kategori kontemporer peringkat keempat, dan kategori folklor peringkat kelima. Berhasil menyabet juara, keesokan harinya, pada 26 Juli, mereka melaju ke final.

Di babak tersebut, Ayu dkk mendapatkan juara II untuk kategori renaisans dan juara III untuk kategori folklor. Karena menjadi juara, mereka berkesempatan mengikuti babak grand prix. Babak tersebut hanya diikuti juara dari setiap kategori.

Dalam kesempatan itu, tim PSM ITS yang diketuai Aranda Rizky Soedjono tersebut menyanyikan lagu Io Mison Giovinetta, O Nata Lux, Piso Surit, dan Seblang Subuh. ’’Kami dapat peringkat kelima dan tambahan dua penghargaan. Yaitu, Best Costume dan Best Poetry in Music,’’ papar Aranda.

Best Poetry in Music diberikan karena proses penghayatan yang maksimal. Keesokan harinya, pada 27 Juli, mereka pulang. Sebelumnya, mereka mampir ke Venice untuk menikmati romantisnya kota sambil naik gondola. Namun, hal itu pastinya bukan tujuan utama. Membawa prestasi seperti sekarang adalah tujuan yang paling utama.

Banyak pengorbanan yang mereka lakukan. ITS mengeluarkan dana Rp 700 juta untuk semua persiapan dan keberangkatan tim PSM ke kompetisi tersebut. Danuja yang juga mengurus bagian tiket mengatakan, pengeluaran terbesar adalah 40 tiket PP Indonesia-Italia yang mencapai Rp 640 juta.

Ke-37 mahasiswa melewati seleksi ketat untuk bisa masuk dalam tim inti. Setelah terpilih, semua harus latihan intensif setiap Senin–Jumat sejak Februari lalu. ’’Latihannya Senin sampai Jumat. Sabtu dan Minggu kami harus rapat persiapan keberangkatan. Jadi, setiap hari kami ketemu,’’ imbuh Adimas Raka, lantas tertawa.

Mengenai penentuan lagu, proses seleksi, hingga koreografi, semua dikonsep oleh konduktor mereka, yaitu Budi Susanto Yohannes. Para peserta tinggal mengikuti arahan Budi. Pun dengan pilihan ikut kompetisi ini adalah saran Budi.

Menurut Ayu, kredibilitas sebuah kompetisi paduan suara diukur dari usia kompetisi tersebut. Semakin tua, semakin kredibel kompetisi itu karena konsistensinya mengadakan lomba.

Karena itu, sejak setahun lalu, tim PSM ITS sepakat mengikuti kompetisi tersebut. Tidak hanya latihan setiap hari sejak Februari, para peserta juga saling mengingatkan menjaga makanan. Semua anggota tim harus menjauhi makanan yang mengandung cabai, susu, dan dingin.

Salah seorang peserta juga mesti meninggalkan orang tuanya yang dalam keadaan sakit untuk tetap berangkat ke Italia. ’’Setelah lomba berlangsung, dalam perjalanan pulang saat transit di Doha, kami dikabari bahwa orang tuanya yang sakit itu telah meninggal,’’ tutur Ayu.

Tapi, peserta tersebut bisa menerima dengan tabah. Ada juga beberapa peserta yang rela menunda pengerjaan skripsi supaya bisa fokus dengan kompetisi ini. Seperti kata pepatah, tidak ada hasil yang mengkhianati usaha. Semua usaha yang dicurahkan tim PSM ITS telah membuktikan bahwa mereka layak mendapatkan lima medali dan dua penghargaan tersebut. (*/c17/ayi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lihat Nih, Megahnya Kampung Pedagang Warteg di Tegal, Semua Rumah Mewah!


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler