Berani Lawan Petugas saat Diingatkan soal Protokol Kesehatan? Ini Warning dari Pak Mahfud

Kamis, 27 Agustus 2020 – 23:36 WIB
Mahfud MD. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah tak mau menoleransi anggota masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan dan melawan saat diingatkan petugas.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, pemerintah sudah memerintahkan polisi dan pengadilan bersikap keras kepada masyarakat yang justru melawan ketika diingatkan oleh petugas soal pentingnya menerapkan protokol kesehatan.

BACA JUGA: Pak Doni Sebut Covid-19 Masih Penuh Misteri, Vaksin Tak Serta-Merta Akhiri Pandemi

"Pemerintah sudah memerintahkan polisi dan pengadilan untuk menegakkan hukum jika ada bagian masyatakat yang melawan petugas," kata Mahfud saat menghadiri rapat koordinasi tingkat menteri bersama kepala daerah se-Indonesia secara virtual, Kamis (27/8).

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menambahkan, aparat hukum bisa memakai Pasal 214, 216, 218 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) untuk menjerat pihak yang melawan peringatan petugas soal penerapan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19. 

BACA JUGA: Dokter Dipukul Keluarga Pasien Covid-19, Polisi Merespons Begini

Mahfud mengklaim upaya menegakkan protokol kesehatan oleh petugas lapangan juga dilindungi undang-undang. Ketentuan itu juga bisa diterapkan pada masyarakat yang masih berkerumun tanpa menjaga jarak ataupun mengambil paksa mayat korban Covid-19.

”Pasal yang dipakai apa, gampang. Kalau ada orang memaksa suka mengambil mayat secara paksa, sudah dibilang jangan berkerumun masih berkerumun, juga tidak mau menerima langkah aparat keamanan membubarkan kerumunan, di situlah pasal hukum pidana bisa dipakai,” kata Mahfud. 

BACA JUGA: Mahfud MD Cium Ada Kelompok Ancang-ancang Mengajak Hantam Pemerintah

Walakin, Mahfud tetap menginginkan penegakan hukum menjadi upaya terakhir. Oleh karena itu guru besar ilmu hukum tersebut meminta petugas mendahulukan upaya persuasif sebelum melakukan tindakan lebih tegas.

"Tindakan yang terpaksa dilakukan itu artinya ultimum remedium (tindakan pemungkas, red) karena jalan lain yang lebih halus tidak (bisa) jadi penindakan hukum," beber dia.(ast/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler