Hasil penyelidikan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dinilai mengecewakan karena gagal mengungkap pelaku dan dalang di balik kasus ini. Kegagalan TGPF Kasus Novel:TGPF dibentuk Kapolri awal Januari 2019 beranggotakan 65 orang dari polisi, KPK, pakar hukum dan HAMTGF tidak berhasil ungkap pelaku penyiraman air keras terhadap Novel BaswedanTGPF merekomendasikan polisi bentuk tim khusus
BACA JUGA: Sanksi Pidana Bagi Peneliti Asing Ancam Kemajuan Iptek di Indonesia
Setelah bekerja selama enam bulan, TGPF telah merampungkan laporan hasil penyelidikan mereka pada Rabu (17/7/2019). Laporan akan diserahkan kepada Kapolri Tito Karnavian.
Namun laporan setebal 2.700 halaman yang disusun TGPF itu tak berhasil mengungkap siapa pelaku penyerangan yang membuat mata kiri Novel tidak berfungsi lagi. Apalagi mengungkap siapa yang mendalanginya.
BACA JUGA: Ganti Profil Medsos, Pemegang Visa Orangtua Terancam Deportasi Dari Australia
Melalui kuasa hukumnya Al Ghifari Aqsa, Novel mengaku sangat kecewa dengan laporan TGPF ini.
"Dia sangat kecewa. Dan menurut saya sangat wajar. Sebagai korban yang matanya hampir buta selama 2 tahun, yang mencari keadilan dan punya kontribusi besar dalam pemberantasan korupsi, dia kecewa dan terpukul," papar Al Ghifari.
BACA JUGA: Tidak Ada yang Mustahil: Difabel Asal Indonesia Antoni Tsaputra Raih Gelar Doktor di Australia
Al Ghifari menambahkan tim kuasa hukum Novel juga menyesalkan kesimpulan TGPF yang dinilai malah menyudutkan klien mereka.
"Novel sebelumnya dianggap tidak kooperatif. Kemudian ada tuduhan Novel melakukan penyalahgunaan wewenang dalam kerja-kerjanya di KPK," katanya.
Dia meminta pihak yang menuding Novel seperti itu untuk membuktikan tuduhannya.
"Kita disajikan kesimpulan, ada sebuah motif upaya balas dendam karena Novel menyalahgunakan wewenang di KPK. Itu melompat. Pelakunya belum tertangkap, tapi motifnya sudah dapat, canggih benar," kata Al Ghifari. Photo: Mata sebelah kiri penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan rusak akibat disiram air keras oleh orang tidak dikenal usai sholat Shubuh di rumahnya di Kelapa Gading Jakarta Timur pada 11 April 2017. (Antara: Yulius Satria Wijaya)
Sebelumnya sejumlah organisasi yang mengadvokasi kasus Novel seperti Wadah Pegawai (WP) KPK, Koalisi Masyarakat Sipil, Indonesian Coruption Watch (ICW), Amnesty International Indonesia, juga mengungkapkan kekecewaannya atas kegagalan TGPF mengungkap kasus ini.
Kalangan LSM ini menilai TGPF gagal total dalam menjalankan mandat mereka, tapi sekaligus menegaskan ketidakmampuan Polri mengungkap kasus yang ditengarai melibatkan petinggi di institusinya itu.
"Walau tidak ada statement tegas dari Kapolri kalau mereka menyerah, tapi laporan mereka itu sebagai bendera putih," papar Al Ghifari.
Sementara itu Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan pihaknya juga kecewa dengan hasil investigasi TGPF.
Padahal, menurutnya, KPK sangat berharap TGPF yang didukung para pakar dan tokoh di bidang penegakan hukum dan HAM ini bisa membongkar tuntas kasus ini.
"KPK sejak awal berharap pelaku ditemukan. Kami bayangkan hasil kerja tim ini sudah langsung menemukan calon tersangka," kata Laode.
Menurut Laode, KPK belum menentukan langkah selanjutnya namun tetap bertekad mengungkap pelaku penyerangan.
"Pimpinan KPK akan membicarakan langkah berikutnya agar teror dan serangan seperti ini bisa ditangani, pelaku ditemukan dan hal yang sama tidak terulang kembali," ujarnya.Pelaku sulit dikenali
Sementara itu dalam jumpa pers di Mabes Polri, Rabu (17/7/2019), TGPF membeberkan hasil investigasi mereka yang dirangkum dalam 8 poin kesimpulan.
TGPF menyimpulkan zat air keras yang digunakan pelaku untuk menyiram wajah Novel tidak ditujukan untuk membunuh tetapi hanya melukai.
"Zat kimia asam sulfat H2SO4 tidak akan mengakibatkan luka berat dan bukan untuk membunuh, hanya melukai korbannya," kata juru bicara TGPF Nurkholis.
Mantan komisioner Komnas HAM ini juga menjelaskan alasan mengapa pihaknya tidak bisa mengungkapkan pelaku penyiraman air keras kepada Novel dikarenakan sulitnya alat pembuktian.
"CCTV untuk menerangkan itu gelap. Atau CCTV menangkap gerakan, tapi terduga pelaku menggunakan helm full face. Sementara seorang lainnya yang duduk di belakangnya juga mengenakan helm full face berwarna putih," katanya.
"Karena menggunakan helm jenis itu sejumlah rekaman kamera CCTV pun hanya memperlihatkan mata pelaku," papar Nurkholis.
Selain itu, menurut Nurkholis, kualitas pencahayaan yang buruk di lokasi kejadian juga menyulitkan TGPF menganalisa. Ditambah lagi sejumlah saksi di TKP juga mengaku tidak bisa mengidentifikasi pelaku karena suasana masih gelap.
TGPF mengaku pihaknya berusaha mempelajari alat bukti itu dengan teknologi terkini namun tidak membuahkan hasil.
Karena lemahnya alat bukti ini, maka TGPF hanya mampu menduga sejumlah kemungkinan penyebab teror tersebut. Dan TGPF meyakini penyiraman air keras itu bukan karena pribadi Novel, melainkan terkait dengan pekerjaannya sebagai penegak hukum.
"Kasus korupsi yang pernah ditangani Novel Baswedan berpotensi menimbulkan serangan balik akibat ada dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan," kata Nurkholis.
Lebih lanjut dia menyebut setidaknya ada 6 kasus besar yang melibatkan sosok dan tokoh "'high profile" yang diduga berpotensi memicu serangan itu.
Kasus itu adalah kasus korupsi pengadaan e-KTP, kasus mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Muchtar, kasus Sekretaris Mahkamah Agung (MA), kasus Bupati Buol, kasus wisma atlet. Sementara satu lagi yakni kasus yang tidak dalam penanganan KPK yaitu kasus sarang burung walet di Bengkulu.
"Kami menduga orang-orang yang dimaksud bisa saja melakukannya sendiri tapi menyuruh orang lain," kata Nurkholis.Polri bentuk tim khusus Photo: Koalisi masyarakat sipil mendesak Presiden Jokowi membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Novel Baswedan yang lebih independen. (Antara: Yulius Satria Wijaya)
Atas temuan ini TGPF merekomendasikan Polri membentuk tim khusus untuk mendalami tiga orang tidak dikenal yang diketahui berada di lokasi kejadian sebelum penyerangan terjadi.
Polri juga diminta melakukan pendalaman terhadap probabilitas motif yang dilatari setidaknya enam kasus besar yang ditangani Novel.
Menanggapi rekomendasi ini, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal Mochammad Iqbal mengatakan Polri segera membentuk tim teknis lapangan yang diketuai Kepala Bagian Reserse Kriminal Mabes Polri, Komisiaris Jenderal Polisi Idham Azis.
Dikatakannya, Polri serius mengungkap peristiwa ini karenanya tim itu nantinya akan diisi personil dengan keahlian khusus dan akan bekerja diam-diam selama enam bulan ke depan.
"Tim yang dididik untuk melakukan scientific investigasi, tim ini melibatkan satker-satker yang sangat profesional, seperti tim interogator, surveillance, inafis, pusiden, bahkan Densus 88 diturunkan," demikian janji Idham Azis.
Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal pada 11 April 2017 yang menyebabkan mata kirinya terluka dan nyaris buta.
Setelah dua tahun penyelidikan kasus ini tidak kunjung mengalami kemajuan, Kapolri akhirnya membentuk TGPF pada awal 2019 atas desakan berbagai kalangan.
TGPF terdiri dari 65 orang, didominasi anggota kepolisian, mantan pimpinan KPK, pakar hukum, pegiat HAM seperti hendardi dari Setara Institute, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, mantan Komisioner Komnas HAM Nurkholis dan Ifdhal Kasim serta lima orang dari KPK.
Lantaran dibentuk oleh Kapolri, sejak awal banyak kalangan ragu TGPF bisa menuntaskan kasus ini. Oleh karena itu, koalisi masyarakat sipil tetap mendesak Presiden Joko Widodo membentuk TGPF yang lebih independen.
Simak berita menarik lainnya dari situs ABC Indonesia di sini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisikan Youtuber, Maskapai Garuda Indonesia Dinilai Anti Kritik