jpnn.com - Ratusan sumur tua sumber minyak masih ada di wilayah Kabupaten Blora, Jateng. Investor pun tertarik untuk datang. Namun, mereka harus jeli sebelum berinvestasi. Jika tidak, mereka bakal gigit jari, bahkan tertipu.
--------
BACA JUGA: Tujuh Fakta Kasus Oknum Polisi Tampar Wanita di Blora
Suara mesin diesel meraung-raung di bawah pohon jati yang menjulang di hutan Desa Ledok, Kecamatan Sambong, Blora, Jawa Tengah. Saking banyaknya mesin diesel yang beroperasi, derunya terdengar seperti irama musik.
Jalan terjal membelah deretan pohon jati. Untuk sampai ke sumber suara itu, diperlukan tenaga ekstra. Dengan naik motor biasa saja, badan terasa pegal-pegal. Itu pula yang kami alami Senin pekan lalu (21/1).
BACA JUGA: Korban Jiwa di Kebakaran Sumur Minyak Capai 21 Orang
Lalu, ketika kami mendekati salah satu sumber suara, seseorang berada di balik mesin yang sudah usang. Dia sedang mengendalikan mesin. Satu orang lain berada di dekat menara yang terbuat dari kayu.
Dua orang itu menambang minyak. Di hutan jati tersebut, terdapat sumur minyak peninggalan Belanda. Mesin diesel yang berderu tersebut adalah mesin mobil bekas yang dimodifikasi untuk menarik dan memasukkan pipa timba ke dasar bumi sedalam 100 sampai 500 meter. Untuk mengambil minyak yang tersimpan di dalamnya.
BACA JUGA: Sumur Minyak yang Meledak itu Diduga Ilegal
Saat dikeluarkan dari sumur, timba itu berisi cairan hitam yang bercampur air dan berbau sangat menyengat. Itulah minyak mentah. ”Sekarang sepi. Hasilnya sedikit,” kata Rozak, penambang minyak di hutan jati Ledok.
Meski hasil sedikit, masih banyak yang berebut tuah minyak di sumur-sumur tua itu. Bahkan, mereka rela bertaruh menanamkan modal ratusan juta hingga miliaran rupiah ke bisnis penambangan minyak tersebut. Misalnya yang terlihat di hutan jati Ledok itu.
Tak kurang dari tujuh orang dari Jakarta dan Jawa Barat yang menanamkan modal di tempat tersebut. Bahkan, beberapa waktu lalu para penambang menyebutkan, ada 20 orang dari Jakarta yang datang dan berencana menginvestasikan uang ke bisnis tersebut.
Banyaknya investor yang tertarik dengan minyak itu dimanfaatkan oleh penambang nakal untuk bermain. Penambang nakal memanipulasi sumur tua agar bisa diminati investor.
Keterangan tersebut didapatkan oleh Jawa Pos Radar Bojonegoro ketika menelusuri lokasi sumur untuk melihat geliat bisnis minyak mentah itu pekan lalu.
Joko (bukan nama sebenarnya), penambang sumur minyak tua, menyebutkan, pernah ada praktik kotor investasi minyak. ”Itu sudah modus biasa, Mas,” ucap dia.
Modusnya, lanjut Joko, penambang nakal mengisikan minyak mentah ke sumur tua yang tidak lagi berproduksi. Setelah itu, minyak dibiarkan dulu di dalam sumur. Sumur tersebut lantas ditawarkan kepada investor dari luar kota.
”Untuk meyakinkan bahwa itu adalah sumur baik, juga didukung dengan data produksi sumur tersebut selama ini, yang baik,” imbuhnya.
Menurut dia, itu adalah modus yang sudah lama dilakukan oleh penambang. Tujuannya tentu menarik investor. ”Tapi, itu sudah lama. Sudah sekitar dua tahun lalu. Kalau sekarang, saya kok sudah tidak melihatnya lagi,” kilahnya.
Namun, ketika Joko tidak melihatnya lagi, tidak berarti praktik itu benar-benar sudah tidak ada.
Jika Joko berani terbuka, Koordinator Perkumpulan Penambang Minyak Sumur Timba (PPMST) Desa Ledok Suprihantono malah menampiknya. Dia mengatakan, tidak ada praktik investasi bodong di wilayah Ledok. Apalagi sampai investor dibodohi dengan sumur yang diisi minyak.
”Di sini beda, Mas, dengan Kawengan (wilayah Blora lainnya, Red) yang menipu investor dengan menunjukkan video sumur yang keluar minyak. Tapi, itu bukan video sebenarnya, malah sumur yang lain,” dalihnya.
Suprihantono memastikan bahwa praktik nakal itu tidak ada. Dia yakin lantaran selama ini investor yang masuk ke Ledok harus melalui perkumpulan. Selaku perwakilan penambang di Ledok, dia akan menunjukkan sumur tua yang bagus kepada investor.
”Itu pun, jika ingin melakukan penambangan, tidak boleh ngebor sumur baru, tapi harus well service. Juga, itu harus mendapatkan izin dulu dari Pertamina,” jelasnya.
Di Ledok saat ini, di antara 227 sumur yang ada, 196 sumur minyak tua berizin. ”Tapi, yang beroperasi hanya 125,” terangnya.
Menurut Suprihantono, sumur-sumur itulah yang ditawarkan kepada investor. Jika investor sepakat, dijalin kerja sama. Sumur tersebut milik investor, tapi tenaga yang digunakan dalam pengelolaannya adalah penambang.
”Pembagian hasilnya tinggal kesepakatan berapa. Biasanya, penambang 30 persen dan investor 70 persen setelah dipotong pajak 25 persen,” bebernya.
Namun, Suprihantono mengakui bahwa bisnis minyak di sumur tua penuh spekulasi. Ketua Kelompok Penambang Sumur Tua Ledok Tarmadi pun mengakuinya. ”Bisnis itu tidak pasti. Di bisnis itu, tidak bisa selalu 1 + 2 = 3. Bisa juga 1 + 2 = 0,” paparnya.
Mengapa begitu? Sebab, penambang saat mengebor sumur hanya menggunakan insting dan mengingat sejarah produksi. Penambang tidak memiliki alat yang canggih untuk mengetahui kandungan minyak dalam sumur.
Meski begitu, nilai investasi di sumur tua cukup tinggi. Mulai Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar. Nilai itu dipengaruhi kondisi sumur seperti kedalaman, tingkat kerusakan casing, dan akses ke sumur. ”Tapi, rata-rata investasi sumur tua sekitar Rp 600 juta,” terang Tarmadi.
Karena itu, dia menegaskan bahwa tidak ada main-main dalam menarik investor. Dia menampik adanya investasi bodong. Tarmadi dan Suprihantono boleh menampik. Namun, seperti kata Joko, karena besarnya nilai investasi dan banyaknya pihak yang tertarik, tetap ada yang nakal dan memanfaatkannya. (fud/aam/c11/fim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sumur Minyak Menyambar Api, Belasan Warga Tewas
Redaktur & Reporter : Soetomo