jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Yanuar Prihatin mengatakan semangat kebangsaan sangat penting dalam urusan Pilkada Serentak 2020. Terlebih lagi, Pilkada Serentak 2020 pada Desember nanti digelar di tengah pandemi Covid-19.
Menurut Yanuar, ada dua cara untuk merespons supaya pilkada tidak menimbulkan dampak baru terhadap pandemi Covid-19.
BACA JUGA: Mardani: Ini Pilkada yang Sangat Berisiko
Pertama, kata Yanuar, level teknik prosedural. Menurutnya, seluruh tahapan pilkada dari sisi waktunya, maupun yang melibatkan kerumunan banyak orang harus dikaji ulang.
Menurutnya, dari segi teknis Komisi II DPR dan pemerintah sudah memutuskan jadwal pilkada dimundurkan ke Desember 2020.
BACA JUGA: Pilkada Saat Pandemi Covid-19, Kampanye Lewat Virtual Jadi Pilihan Paslon
Selain itu, kata dia, yang penting saat pencoblosan dan penghitungan nanti harus sangat memperhitungkan protokol Covid-19 yang ketat.
"Jika perlu bila protokol Covid-19 tidak ketat, penyelenggara itu bisa kena sanksi," kata Yanuar dalam diskusi Empat Pilar MPR “Pilkada Serentak: Hidupkan Semangat Kebangsaan" di Masa Pandemi” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (24/8).
BACA JUGA: Sugiri-Lisdyarita Didukung PDIP di Pilkada Kabupaten Ponorogo, Tetapi
Menurut Yanuar, protokol pelaksaan pilkada di satu tempat, baik itu provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, kelurahan, mungkin berbeda. Karena itu, kata dia, harus diidentifikasi dulu mana zona hijau, kuning, oranye, merah, sehingga KPU memiliki database yang jauh lebih akurat.
KPU bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memetakan keadaan. "Nah, di situlah kemudian aspek-aspek pencoblosan, penghitungan, dilakukan menggunakan protokol Covid-19 yang ketat," ujarnya.
Level kedua adalah respons substansi. Maksudnya adalah bagaimana pilkada merespons situasi krisis dan serba sempit hari ini.
Dia mengingatkan jangan sampai situasi itu digunakan menjadi momentum untuk tujuan-tujuan yang bertolak belakang dengan semangat kebangsaan atau cinta tanah air.
Dia mengatakan dalam situasi semacam ini, beberapa hal yang tidak bisa dikontrol itu mungkin saja dimasuki oleh hal-hal yang kurang pas.
"Saya hanya khawatir satu kekuatan pemodal menguasai arena pilkada dalam suasana yang semacam ini," katanya.
"Saya bukan antimodal, tetapi saya ingin menyampaikan jangan pilkada dirusak oleh hal yang semacam itu," jelas Yanuar.
Lebih jauh Yanuar juga menyinggung soal kualitas dari hasil pilkada. Menurutnya, problem hari ini adalah bisa atau tidak pilkada itu menjamin munculnya individu, tokoh, para pemimpin yang memiliki kapasitas memajukan daerah di level dunia.
"Ini problem kita, memajukan daerah pada level kelas dunia. Kenapa begitu, karena para kepala daerah yang kita miliki masih level berpikir tingkat regional atau nasional," paparnya.
Ia mencontohkan yang paling sederhana hampir seluruh pikiran kepala daerah tentang anggaran adalah bergantung pada APBN.
Karena itu, kata dia, inisiasi, inovasi, kreativitas bagaimana mengangkat daerah itu dengan cara lain tidak tumbuh.
"Apa yang terjadi, pilkada selesai lalu melaksanakan tugas lebih banyak berurusan dengan rutinitas itu sehingga inovasi tidak muncul," katanya.
Jadi, Yanuar berpendapat pilkada ternyata belum menjamin munculnya para pemimpin atau kepala daerah yang mampu memajukan daerahnya, apalagi memasukkan Indonesia bersaing tingkat dunia.
"Kita masih memiliki kepala daerah tingkat lokal, dengan kapasitas lokal, kemampuan lokal," kata Yanuar.
Dia menegaskan menjadi tanggung jawab semua bagaimana memajukan daerah dengan berbasis pada kekuatan para pemimpinnya yang hebat di tiap-tiap daerah. (boy/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Boy