Berharap Tuah Dewa-Dewa di Pulau Dewata

Selasa, 03 Desember 2013 – 21:47 WIB
Presiden SBY didampingi Chairman of WTO Gita Wiryawan seusai pemukulan kul-kul, kentongan Bali. Foto: Don Kardono/Indopos


 BAYANG-bayang deadlock di Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 World Trade Organization (WTO) 2013 yang dibuka Presiden SBY, di BNDCC Bali, kemarin masih saja menghantui. Gagal membuat kata sepakat di KTM ke-8 WTO 2011 Geneva, 15-17 Desember, dua tahun silam masih menyimpan trauma. Akankah 159 delegasi ini berhasil membuat sejarah Paket Bali?
--------------------
Don Kardono – Nusa Dua, Bali
-------------------
Presiden SBY, Menteri Perdagangan RI, Gita Wiryawan yang juga Chairman WTO, dan juga Roberto Azevedo, Direktur Jenderal WTO yang berasal dari Brazil itu satu visi. Ketiganya berharap eksotisme Bali dan suasana teduh dan damai di Pulau Dewata ini bisa menjadi “tuah” dan pendorong tercapainya kesepakatan akan perdagangan multilateral yang mencakup tiga hal. Yakni, soal pertanian, soal fasilitasi perdagangan dan isu-isu terkait pembangunan negara terbelakang dan sedang berkembang.

Konsep perdagangan global yang dimaksud sudah 12 tahun jalan di tempat, yakni apa yang dikenal dengan Agenda Doha 2001. Pada 1 Januari 2005, semestinya Doha Round sudah selesai dan disepakati. Tetapi, tarik menarik kepentingan antara negara maju, negara berkembang dan negara terbelakang tidak bisa dihindarkan. Karena itu, KTM di Nusa Dua ini diharapkan bisa menjadi batu loncatan untuk menuntaskan Agenda Doha tersebut.

BACA JUGA: Pengalihan Rute ke Halim tak Selesaikan Masalah

Komitmen Doha yang sudah terkatung-katung 12 tahun itu bukan pekerjaan ringan. Delapan kali KTM dilangsungkan, delapan kali pula gagal merumuskan titik komitmen. Terakhir di Geneva, Swiss (15-17 Desember 2011), sebelumnya di Geneva juga 30 November – 2 Desember 2009. Sebelumnya di Hongkong 13-18 Desember 2005, Cancun 10-14 September 2003, Doha 9-13 November 2001. KTM ini juga pernah dilakukan di Seattle 30 November – 3 Desember 1999, Geneva 18-20 Mei 1998 dan Singapore 9-13 Desember 1996.

“Bali ini punya sejarah yang baik dalam hal menyamakan persepsi, menyatukan komitmen, dan bermufakat positif. Contohnya, tahun 2007 di tempat ini juga United Nations Climate Change Conference, atau Konferensi Perubahan Iklim oleh PBB, 3-15 Desember, berhasil membuat sejarah kesepakatan. Lebih dari 180 negara, termasuk NGO dan negara-negara maju bertemu muka dan bertemu ide bersama. Mereka sukses membuat kesepakatan Bali,” ucap Presiden SBY.

BACA JUGA: Dahlan Iskan Jamin tak Ada Kelangkaan Pupuk

Presiden SBY juga mencontohkan tercapainya Declaration of ASEAN Concord II, yang acap dikenal dengan Bali Concord II. Dia berharap atmosfer Bali yang nyaman itu memberi daya untuk menyamakan persepsi dalam penguatan sistem perdagangan multilateral yang adil, terbuka, sebagai bagian dari masyarakat global. “Bagi negara berkembang, ini memberi peluang istimewa untuk menaikkan volume eksport, memperluas pasar, sekaligus mengentaskan kemiskinan,” kata SBY.

Optimisme akan menemukan kata sepakat juga disampaikan Direktur Jenderal WTO, Roberto Azevedo. Dia menyebut Bali is the morning of the world. Cahaya matahari pagi terbit dari Pulau Dewata yang amat dikenal sebagai objek wisata andalan itu. Dia berharap konsep perdagangan multilateral yang sempat mengalami “gelapnya malam” selama 12 tahun itu, terbit dan bersinar cerah, secerah mentari di Pulau Bali. “Dengan latar belakang Bali, dengan segala keramahan masyarakat Indonesia, semoga menghasilkan kesepahaman,” ungkap pria yang lahir di Salvador, Baiha 3 Oktober 1957 dan terpilih menjadi Dirjen WTO pada 14 Mei 2013 itu.

BACA JUGA: Solusi Memperkuat Rupiah Versi Dahlan Iskan

Roberto sangat terkesan dengan organizing di Bali Nusa Dua yang dipimpin oleh Mendag Gita Wiryawan itu. Dia berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada Presiden SBY dan dukungan pemerintah RI. “Ini tuan rumah yang amat menantang. Dukungan itu bukti komitmen Indonesia dalam menciptakan sistem perdagangan global yang saling menguntungkan,” ungkapnya.

Dia juga menyampaikan, sudah ratusan jam dihabiskan untuk membicarakan sistem perdagangan global ini. Semua hal sudah didengar, baik yang pro maupun yang kontra. Semua sudah dihitung, plus minusnya. Dua tahun lalu deadlock, tidak menemukan kesepakatan. “Di Bali inilah mau diputuskan atau tidak sama sekali. Minggu ini, hari ini, saat ini, Paket Bali harus bisa diputuskan dengan baik,” tegasnya yang disambut tepuk tangan riuh.

Gita Wiryawan yang memimpin Konferensi Tingkat Menteri itu menyebut Bali memang beda dengan Geneva. Dari Bali ini, bisa dilihat Indonesia yang tumbuh rata-rata 6% per tahun. Baik dari investasi asing, konsumsi domestik, maupun eksport. Dua belas tahun itu bukan waktu yang pendek, dan bukan persoalan yang sederhana. “Kami optimis, dengan semangat persahabatan, langkah besar di Bali ini bisa mengaktualisasi Agenda Doha secara signifikan,” ucap Gita.

Optimisme Gita itu bukan tidak beralasan. Seluruh pemimpin WTO di Geneva sudah bekerja siang malam sampai pagi untuk melakukan kajian dan nagosiasi. Karena itu, Paket Bali ini harus sukses, sebagai “stepping stone” dengan menargetkan “small but credible package of deliverables” untuk mengatasi kebuntuan Perundingan Putaran Doha sesuai mandat KTM-8.

Dia memfokuskan pada paket yang seimbang: Trade Facilitation, beberapa elemen dari perundingan Pertanian, dan issues Pembangunan, termasuk kepentingan LDCs (Negara berkembang dan miskin). “Negara-negara maju juga ingin melihat Paket Bali ini berhasul dan menemukan kata sepakat dalam pola perdagangan global,” ungkap Gita yang juga Ketua PB PBSI yang gemar bermain basket ini.

Memang, setelah pembukaan dan konferensi sesi awal selesai di luar BNDCC ada sekitar 20-an aktivis yang berunjuk rasa. Mereka meneriakkan “Rest in Peace WTO” penolakan atas Konferensi Tingkat Menteri di Bali itu. Mereka membawa poster kertas tulisan tangan seperti

“WTO Kills Farmers! No Negotiation in Bali! Remove WTO Options to Food Security” dan lainnya. Demo yang hanya 15 menit itu cukup mengundang perhatian peserta konferensi, karena persis berada di dalam lobi, dan langsung terlihat dan terdengar teriakannya. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Keluhkan Birokrasi yang Lambat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler