Berhubungan Intim Sekadar Menyalurkan Syahwat & Memperoleh Kenikmatan, Bolehkah?

Jumat, 22 April 2022 – 12:54 WIB
Ilustrasi - Pasangan suami istri Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Melakukan hubungan suami istri mestinya tak hanya sekadar menjadi rutinitas melepas syahwat saja.

Namun, juga harus menjadi sesuatu yang bernilai pahala di sisi Allah, mampu melahirkan keturunan yang baik, dan tidak mengganggu pihak lain.

BACA JUGA: Aming Pamer Dada Montok, Aura Kasih Langsung Tanya Ukuran, Kayak Gede Banget

Lalu bagaimana jika seseorang tidak berniat apa-apa saat berhubungan intim dengan istrinya, kecuali hanya menyalurkan syahwatnya dan memperoleh kenikmatan semata?

Terkait hal ini pendapat para fuqaha terpecah menjadi dua mengenai pahala yang didapatkannya.

BACA JUGA: Bercumbu Pakai Kondom Saat Istri Sedang Haid, Bolehkah? Para Suami Wajib Tahu Hukumnya

Pertama, menurut sebagian ulama, salah satunya Ibnu Qutaibah, orang itu tetap mendapat pahala dari jimaknya walaupun tidak berniat apa-apa.

Para pendukung pendapat ini berargumentasi dengan hadits Rasulullah yang diriwayatkan Abu Dzar.

BACA JUGA: Batalkah Puasa Kita Jika Menonton Video Porno di Siang Hari?

“Di dalam perkawinan (jimak) salah seorang kalian ada sedekah.”

Artinya, siapa pun yang berjimak dengan istrinya akan mendapat pahala. Sama halnya ia akan mendapat dosa jika ia menyalurkannya di tempat yang haram (zina). 

Kedua, menurut sekelompok ulama, salah satu Ibnu Hajar al-Haitami, jika pada saat jimaknya orang itu tidak berniat ingin mencari anak saleh, tidak berniat menjaga kehormatan diri, tidak berniat menjaga kehormatan istrinya, dan seterusnya, maka ia tidak mendapat pahala.

Mereka berdalih dengan hadits lain riwayat Abu Dzar yang secara tegas menyebutkan pentingnya niat baik demi mendapat pahala.

Dalam hadits itu, Abu Dzar bertanya kepada Nabi, "Bagaimana jika kami menyalurkan syahwat kami, apakah kami mendapat pahala?'.

Beliau menjawab, Bukankah engkau tahu bahwa seandainya engkau melakukannya di tempat yang haram, engkau mendapat dosa? Mungkinkah kalian mencari pahala dengan perkara buruk dan tidak mendapat pahala dengan perkara yang baik?” (HR Ahmad).

Pendapat ini juga dikuatkan oleh sabda Rasulullah kepada Sa‘d ibn Abi Waqash, “Tidaklah engkau mengeluarkan satu nafkah dengan mengharapkan ridha Allah kecuali akan diberi pahala. Bahkan, satu suap yang diberikan kepada istrimu sekalipun,” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang Muslim memberi nafkah kepada keluarganya dengan mengharap pahala Allah, maka itu bernilai sedekah untuknya,” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Beberapa hadits di atas menunjukkan bahwa seorang hamba diberi pahala hanya jika dia berniat baik dan mengharap pahala-Nya.

Jika nafkah yang wajib saja disyaratkan untuk berniat baik dan mengharap pahala Allah, maka sudah barang tentu dalam berjimak yang hukumnya mubah.

Selain itu, agar jimak lebih bernilai pahala, dan melahirkan keturunan yang saleh, juga dianjurkan untuk memenuhi adab atau etika-etikanya, seperti mengawalinya dengan basmalah dan membaca doa saat berhubungan badan.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler