Berikan Afirmasi bagi Guru Honorer K2 dalam Rekrutmen PPPK, Begini Skemanya

Minggu, 28 Februari 2021 – 10:05 WIB
Satriwan Salim. Foto: dokumentasi pribadi for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mendesak pemerintah untuk memberikan afirmasi bagi guru honorer K2 dalam rekrutmen PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja).

Alasannya, kata Satriwan, guru-guru honorer K2 memiliki masa pengabdian yang lama. Rata-rata sebelum 2005.

BACA JUGA: Wah, PGHRI Tidak Setuju Kekurangan Kuota 1 Juta Guru PPPK Dialihkan ke CPNS

"Guru-guru kecewa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak merespon positif masukan dan usulan P2G, organisasi guru lain, termasuk guru honorer agar ada affirmative action bagi guru honorer K2 yang sudah mengabdi sebelum tahun 2005," kata Satriwan di Jakarta, Minggu (28/2).

Bentuk nyata afirmasi terhadap guru honorer K2 ini adalah dibuatnya skema pemberian poin atas dua hal.

BACA JUGA: Nurdin Abdullah Tersangka di KPK, Wagub Sulsel Andi Sudirman Sulaiman Disorot

Pertama, pengabdian mereka misalnya dihitung 50 poin. Kedua, kepemilikan sertifikat pendidik dihitung 30 poin.

"Jika tes guru PPPK mensyaratkan 100 poin sebagai angka minimal lolos passing grade, maka guru honorer K2 tersebut tinggal mencari 20 poin lagi melalui tes bersama," jelas Satriwan.

BACA JUGA: Seharusnya Penyelesaian Masalah Honorer dengan Keppres Pengangkatan PNS, Bukan PPPK

Afirmasi itu hendaknya diberikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Kemendikbud kalau skema pengangkatan tanpa tes dinilai bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Mas Menteri Nadiem belum menunjukkan itikad baik khususnya dalam mengafirmasi para guru honorer K2 ini. Beliau menginginkan semuanya harus melalui tes, tidak ada afirmasi," ujarnya.

Bagi P2G, lanjut Satriwan, tes seperti ini berpotensi diskriminatif. Para guru honorer yang banyak berusia 40 tahun bahkan 50 tahun lebih, harus diadu dengan guru fresh graduate yang belum berpengalaman mengajar, demi meraih syarat skor passing grade yang sama.

"Ini sangat tidak adil karena guru-guru usia 40-50 tahun lebih harus berkompetisi dengan guru muda yang banyak menguasai teori tetapi miskin pengalaman. Yang dibutuhkan siswa adalah guru dengan skill tinggi, bukan sekadar teori," pungkasnya.(esy/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler