Berita Terbaru soal PMK Nomor 210 Tahun 2018 tentang Pajak E-Commerce

Senin, 01 April 2019 – 05:06 WIB
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah telah menarik Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (e-Commerce).

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menganggap bahwa penarikan regulasi yang seharusnya berlaku mulai 1 April 2019 itu membuat semua stakeholder mempunyai ruang dan waktu yang lebih, untuk berdiskusi soal formulasi pajak e-commerce yang lebih akurat.

BACA JUGA: Pajak E-Commerce Dipaksakan, Penjual Bisa Pindah ke Medsos

”Kami melihatnya ini sebagai keputusan yang baik, karena dari awal diskusi, memang semangat kami dengan Kementrian Keuangan pada dasarnya sama. Ingin pajak itu nantinya fair dan akurat,” ujar Ketua Umum idEA Ignatius Untung seperti diberitakan Jawa Pos.

Ignatius menyebut bahwa keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani sangat tepat. Sebab, penerapan pajak yang terlalu dini bisa mematikan industri sebelum tumbuh besar. ”Kami percaya kebijakan ini mengutamakan kepentingan yang lebih besar,” tambahnya.

BACA JUGA: Asosiasi E-Commerce Indonesia Minta Penerapan PMK Nomor 210 Ditunda

Untung menilai bahwa PMK Nomot 210 tahun 2018 itu masih memiliki kelemahan. Salah satunya kewajiban pengumpulan data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Kebijakan ini dinilai akan membuat para penjual di e-commerce tidak percaya diri.

BACA JUGA: Silakan Cek, Apakah Harga Tiket Pesawat Sudah Patuhi Aturan Baru

BACA JUGA: Para PNS Bakal Rapelan, Berikutnya THR dan Gaji ke-13

”Kalau diberlakukannya tanpa pandang bulu ke semua jenis pedagang bisa mengganggu, karena pedagang yang masih kecil akan ketakutan, makanya perlu ada batasannya,” bebernya.

Selain itu, penerapan pajak untuk penjualan online di sosial media juga dianggap belum ada rincian yang konkrit mengenai pengenaannya. Padahal, lanjut Untung, pemberlakuan pajak harus berorientasi pada fairness dimana playing field semua penjual di kanal digital sama. ”Kalau media sosial tidak dilibatkan, kehawatiran kami akan ada perpindahan penjual ke sana,” urainya.

Oleh karena itu, dengan ditariknya rencana peraturan tersebut Untung menyebut bahwa ”extra time” ini patut dimanfaatkan bagi pelalu industri dan pemerintah untuk melakukan pembahasan lebih dalam.

”Intinya harus dicari solusi yang bisa mendorong harapan pemerintah tapi juga tidak menghambat pertumbuhan industri," ujar dia.

Pada kesempatan sebelumnya, Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa penarikan PMK tersebut dilakukan mengingat adanya kebutuhan untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi yang lebih komprehensif antarkementerian dan lembaga.

Koordinasi dilakukan untuk memastikan agar pengaturan e-commerce tepat sasaran, berkeadilan, efisien, serta mendorong pertumbuhan ekosistem ekonomi digital dengan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan.

BACA JUGA: Harga Tiket Pesawat Garuda Diskon 50 Persen, Bagaimana Lion Air?

”Penarikan ini sekaligus memberikan waktu bagi Pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi yang lebih intensif dengan seluruh pemangku kepentingan, serta mempersiapkan infrastruktur pelaporan data e-commerce,” ujar Menkeu.

Dengan ditariknya PMK tersebut, Menkeu mengingatkan, perlakuan perpajakan untuk seluruh pelaku ekonomi tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Para pelaku usaha baik e-commerce maupun konvensional yang menerima penghasilan hingga Rp 4,8 miliar dapat memanfaatkan skema pajak final dengan tarif 0,5 persen dari jumlah omzet usaha. (agf)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menkeu Sri Mulyani: Saya Lebih Benci Lagi kalau Dikorupsi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler