jpnn.com - MAKASSAR -- Sosok Dimas Kanjeng Taat Prabu, cukup populer di Jawa Timur. Pria bertubuh tambun ini dikenal bisa menarik uang gaib.
Pria yang lebih dikenal sebagai dukun pengganda uang ini, menyita perhatian beberapa tahun terakhir. Bahkan tak sedikit warga kepincut “nyantri” yang tergabung pada “Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Prabu”. Virus ini pun mewabah di Sulsel.
Dengan bermodal Rp 15 juta, santri Kanjeng bisa mendapatkan uang hingga miliaran rupiah dalam waktu sekejap. Namun bagi An, 33 tahun, itu sebuah penipuan.
BACA JUGA: Mantan Wali Kota Wafat, Tunduk Tujuh Menit
Bagaimana kisah An sehingga bisa “terjerat” menjadi santri Kanjeng? Kepada FAJAR (Grup JPNN.com), An mengisahkan, satu tahun lalu, ia terlilit utang Rp 30 juta. Dia berkeliling mencari modal untuk mengembalikan pinjamannya itu. Pelbagai upaya telah ia lakukan, termasuk mencari pinjaman ke bank. Usahanya itu tidak membuahkan hasil. Utang Rp 30 juta tidak kunjung lunas.
An akhirnya bertemu dengan rekannya, Is yang bersedia membantunya. Dia diberikan petunjuk untuk bersedekah melalui Kanjeng Dimas Taat Prabu. Janjinya, adalah utang yang lunas beserta uang yang melimpah hingga ratusan juta.
BACA JUGA: Penggandaan Uang Bikin Heboh Warga Soppeng
Dari petunjuk itu, An mendatangi sebuah rumah di kawasan Abdullah Daeng Sirua, tepatnya Jalan Bonto Bila Makassar.
Sebuah rumah panggung unik/klasik yang di dalamnya dipajang beberapa foto Kanjeng Dimas beserta tokoh nasional lainnya. An diperlihatkan video aksi Kanjeng yang bisa menggandakan uang. Tumpukan uang muncul dari belakang Kanjeng yang duduk di kursi besar. Ada pula jimat yang disebut “kantung macan” dan “ikat pinggang”.
BACA JUGA: Ribuan Balita Terserang ISPA
Tidak hanya itu, santri yang ada di rumah itu juga memperlihatkan dokumen foto tentang pertemuan Kanjeng dengan pelbagai orang ternama di negeri ini. Sebut saja Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Ada juga Syekh Puji dan beberapa petinggi kepolisian. Di Sulsel, beberapa nama pejabat disebut. Salah satunya, Ketua DPRD Soppeng, Kaswadi Razak (sekarang wakil ketua DPRD Soppeng).
Seperti dihipnotis, An langsung percaya. Saat itu, dia mengaku langsung menelepon rentenirnya dan meminjam Rp15 juta. "Tidak sampai setengah jam saya sudah berikan uang itu ke pengurus. Saya langsung menjadi santri," jelasnya.
Setelah resmi menjadi santri, An rutin mengikuti pengajian di tempat itu. Sayangnya, dua bulan berselang, An belum mendapatkan uangnya dengan jumlah yang banyak. Dia pun bertanya kepada pengurus. "Saya disuruh bersabar dan menambah kembali uangnya lebih banyak lagi," bebernya.
An terus menambah investasinya ke Kanjeng Dimas. Karena bentuknya sedekah, semua uang yang diberikan itu tanpa ada kwitansi. Sudah ada ratusan juta uang yang diinvestasikan. Saat ditanya kapan kembaliannya, Kanjeng Dimas melalui pengurusnya malah meminta uang tambahan sebanyak mungkin.
"Kita disuruh meminjam terus. Katanya kalau tidak ditambah maka tidak dapat keuntungan dunia dan akhirat," jelasnya.
Setelah memaksa uang dikembalikan, An akhirnya mendapat tiga biji berlian dan “kantung macan”. Berlian itu diperkirakan senilai Rp3 miliar. Hanya saja, syaratnya, berlian itu harus terus disapu dengan minyak dari Kanjeng setiap saat. Berlian itu juga tidak boleh dijual sebelum masa waktunya.
"Istilahnya berlian itu belum ON. Nanti setelah ON baru berlian itu bisa menjadi asli," jelas dia.
Tidak hanya dimintai uang. Kanjeng Dimas juga meminta An untuk merekrut anggota baru. Ada banyak anggota yang tertarik. Mereka juga memberikan sedekah dalam jumlah banyak. Di tempat itu pula, An mengenal banyak tokoh masyarakat di Sulsel yang menjadi santri. Mereka diantaranya adalah Najmiah Muin dan anaknya Muhyina Muin. Ada pula beberapa anggota DPRD dan kepala daerah yang ikut nyantri. "Setahu saya Najmiah itu yang nilainya paling besar," jelasnya.
Setelah investasi terus terkumpul, santri yang direkrut juga semakin banyak, uang An pun tidak kunjung bertambah. Utang malah semakin bertumpuk. Posisi An pun menjadi terdesak setelah santri-santri yang berada di bawahnya menagihnya. An terpaksa menjaminkan rumahnya ke bank Rp400 juta. Uang itu untuk mengembalikan utang-utangnya ke rentenir dan mengganti uang para santri rekrutannya. "Itu mi, utang yang Rp30 juta tidak lunas-lunas. Justru malah tambah banyak," kata dia.
An baru sadar telah “tertipu” setelah mencoba membawa berlian itu ke pedagang emas di pasar sentral (Makassar Mall, red). Berlian itu ternyata palsu. Tidak ada yang mau membelinya dengan harga Rp50 ribu. Apalagi dengan nilai miliaran rupiah. "Setelah itu, saya baru sadar. Semua pemberian Kanjeng Dimas itu saya buang ke sungai," jelas dia.
An menambahkan, dia kemungkinan adalah santri pertama yang sadar atas penipuan itu. Kasus ini, kata dia, adalah salah satu bentuk hipnotis. Masih banyak santri lainnya yang belum sadar. Setelah kehilangan uang hingga miliaran rupiah, mereka tetap mencari pinjaman uang. "Kalau saya tidak salah, santrinya di Makassar itu ada seribu orang. Rata-rata mereka belum sadarkan diri," jelas dia. (fajar)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sinabung Siaga, Warga Diimbau Waspada
Redaktur : Tim Redaksi