jpnn.com, JAKARTA - Ahli Teknik Geometri Jalan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Imam Muthohar menyebut kelandaian di Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II atau Tol Layang Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) tidak lazim.
menurut Imam, pada Tol Layang MBZ terdapat 53 titik landaian di 17 kilometer, tepatnya dari KM 9+500 hingga KM 28+500.
BACA JUGA: Konon Mutu Beton Tol Layang MBZ di Bawah SNI, Alamak
"Artinya, kalau 17 km ini dibagi 53 kelandaian, setiap 300 meter (m) itu ada landaian. Ini yang tidak lazim," kata Imam.
Hal itu diungkapkan Imam saat bersaksi dalam sidang pemeriksaan ahli dugaan kasus korupsi pembangunan Jalan Tol Layang MBZ di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (4/6).
BACA JUGA: Singgung Temuan BPK di Sidang Paripurna, Rieke PDIP Minta Pembatalan Tapera
Dia menyebut landaian tersebut berupa pola cembung maupun cekung, sehingga bisa berbentuk tanjakan atau turunan.
Imam menilai sebenarnya desain Jalan Tol Layang MBZ sudah cukup baik, tetapi sebaiknya jalan tol layang dibangun berbentuk lurus dan datar sehingga tidak banyak landaian di jalan tersebut.
BACA JUGA: Uang Bulanan Istri SYL dari Kementerian Terungkap di Sidang, Jangan Kaget
Adanya desain jalan tol layang yang lurus dan datar akan mengurangi hentakan maupun ayunan kendaraan saat melintas.
Dirinya pun membandingkan Jalan Tol Layang MBZ dengan desain Jalan Tol Akses Tanjung Priok, serta jalur kereta cepat Jakarta-Bandung, yang menurutnya benar karena memiliki desain yang datar dan lurus.
"Kalau toh perlu ada landaian, itu seharusnya landaian yang terkontrol," tuturnya.
Imam merupakan salah satu ahli yang diminta keterangannya dalam persidangan dugaan kasus korupsi Tol Layang MBZ Japek II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat.
Terdakwa dalam perkara itu ialah Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) periode 2016-2020 Djoko Dwijono, Ketua Panitia Lelang JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama Tbk. (BUKK) Sofia Balfas, serta tenaga ahli jembatan PT LAPI Ganesatama Consulting Toni Budianto Sihite.
Sebelumnya, Djoko Dwijono didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 510 miliar dalam kasus korupsi tersebut, yang dilakukan bersama-sama dengan Sofiah Balfas, Tony Budianto Sihite, dan Yudhi Mahyudin.
Keempatnya didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.(ant/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam