Bertekad Mandiri, KPM PKH: Suatu Saat Tangan Saya Harus Jadi yang di Atas

Kamis, 01 April 2021 – 15:00 WIB
Mantan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) asal Kampung Lewengkawung, Desa Mekarmulya, Kecamatan Jambe Barat, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Mintarsih. Foto: Kemensos.

jpnn.com, KARAWANG - Menerima bantuan tidak selamanya menyenangkan. Bagi beberapa orang, menjadi penerima justru dianggap sebagai hal yang tidak perlu dilanggengkan. Kalau bisa "naik status" menjadi sang pemberi.

Hal ini berlaku bagi salah satu Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Kampung Lewengkawung, Desa Mekarmulya, Kecamatan Jambe Barat, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Mintarsih.

BACA JUGA: Warung PKH, Modal Dua Juta Sekarang Beromzet Rp30 Juta

Dia menjadi peserta PKH sejak 2018. Mintarsih menceritakan kisah awal menjadi penerima bantuan bersyarat dari pemerintah ini.

Bantuan Rp 900 ribu yang di terima setiap kali cair itu dirasakan manfaatnya.

BACA JUGA: Kebun PKH Lansia, Sarana Rekreatif Kurangi Risiko Kepikunan

"Uang bantuan PKH cair tiga bulan sekali. Lumayan ya buat kebutuhan anak saya yang balita dan anak saya yang SD," katanya saat ditemui pada suatu siang pertengahan Maret 2021, bersama anak keduanya di kantor desa setempat. 

Sejak itu, lanjutnya, uang bantuan PKH yang rutin diterima digunakan untuk keperluan sehari-hari dan sekolah kedua anaknya.

BACA JUGA: Kemensos Fasilitasi Pemulangan dan Berikan LDP untuk Wanita Berinisial L

Dia yang sementara tidak bekerja kala itu mengaku menggantungkan pada bantuan PKH.

Suaminya bekerja serabutan sebagai tukang bangunan dengan upah Rp 50.000 per hari.

"Kadang ada, kadang enggak," katanya dikutip dari siaran pers Kemensos.

Sampai akhirnya suaminya sering sakit-sakitan.

Mintarsih lantas bercerita ingin segera keluar dari keanggotaan PKH.

Sepertinya, pepatah "tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah" tertanam baik di kepalanya.

Dengan mata berkaca-kaca, Mintarsih mengatakan 2021 menjadi tonggak baginya memantapkan diri segera mandiri.

Tidak lagi menggantungkan bantuan bersyarat dari pemerintah.

"Saya tidak mau terus menerus menerima bantuan. Suatu saat saya juga harus jadi tangan yang di atas, ngasih bantuan," ucap perempuan 37 tahun ini.

Dia mengenang awal mula membangun usaha menjual salah satu produk perkakas dapur. Mintarsih meneteskan air mata, dan berhenti bercerita untuk beberapa saat.

Mintarsih mengusap pipinya yang mulai basah menggunakan kain kerudung yang dipakainya.

Dia lantas mengingat usaha yang dilakoninya pada 2018 saat menjadi reseller produk perkakas dapur.

"Di tahun itu, uang bantuan yang saya terima, dipakai untuk jualan tupperware. Ternyata tidak mencukupi," katanya.

"Setiap kali bantuan turun, saya puter untuk modal usaha ini. Untungnya sedikit-sedikit bisa buat jajan anak," ungkap ibu dua anak ini.

Mintarsih bertekad membangun usaha lebih baik dengan modal bantuan PKH.

"Sampai akhirnya ketemu bisnis MLM salah satu produk kesehatan yang saya geluti sampai sekarang ini," lanjutnya.

Dia konsisten menjual produk MLM, mengajak anggota lain. Usahanya menuai keuntungan. Setelah berjalan hampir setahun, pendapatan Mintarsih mulai bertambah.

"Mulai gabung bulan September 2019. Lalu, jualan terus berjalan, bonus bertambah terus," paparnya.

Mintarsih pun mengambil keputusan penting dalam hidupnya.

"Saya memutuskan keluar dari PKH. Sekarang, omzet saya bisa mencapai Rp 30 juta per bulan. Semua cita-cita yang saya impikan mulai tercapai," terang Mintarsih sambil menggandeng putri keduanya yang duduk di sampingnya. 

Mintarsih mengaku sekarang mengenalkan usaha ini ke teman-temanya yang juga penerima PKH agar mereka segera keluar dari kepesertaan seperti dirinya.

Dia mengaku pendamping PKH yang membawahinya telah menyarankan untuk segera graduasi atau lulus dari kepesertaan di 2020.

"Dari awal, pendamping bilang bahwa suatu saat harus mandiri," jelasnya.

Tekad Mintarsih untuk mandiri tidak lepas dari dukungan Pendamping Sosial PKH Kiki Sudawartini.

Kiki mendampingi Mintarsih sejak awal menerima program hingga dinyatakan graduasi.

Dia mengaku bahwa Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) berperan dalam mendukung KPM PKH untuk graduasi. Terlebih lagi,  salah satu KPM dampingannya yakni Mintarsih telah berhasil graduasi.

P2K2 dilakukannya setiap sekali dalam sebulan. Bagi Kiki, mengumpulkan KPM dalam satu kelompok adalah momen ia bisa "mendoktrin" KPM agar mandiri.

"Setiap kali P2K2 itu saya selalu menegaskan ke para ibu-ibu KPM supaya tidak terus menerus menggantungkan bantuan pemerintah," kata perempuan berkerudung ini.

Seperti Mintarsih, kata dia,  telah menyatakan mundur pada Desember 2020 dan secara resmi keluar dari kepesertaan PKH Januari 2021.

"Kita harus berpikir bahwa tidak mungkin selamanya kita jadi "tangan di bawah" yang terus menerima. Suatu saat harus jadi 'tangan di atas'," ungkap Kiki yang mengaku selalu mengulang kalimat itu dalam pertemuan rutin dengan para KPM dampingannya.  (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler