jpnn.com - Kondisi fisik para petugas KPPS dan petugas keamanan terkuras lantaran harus bekerja puluhan jam di hari pemungutan suara Pemilu 2019.
Ada yang pingsan dan dirawat di rumah sakit, ada pula yang ditemukan meninggal di rumah setelah mengantar kotak balot.
BACA JUGA: Kubu Prabowo Bakal Pidanakan KPU Gara-Gara Kasus Ini
EDI S, Sidoarjo-M. ROSYIDI, Probolinggo-FAJRUS S., Malang
SUARA dari seberang ponsel itu mengejutkan Kompol Sugeng Purwanto. Dengan nada bicara sangat pelan, Aiptu Mohamad Supri yang meneleponnya meminta bantuan.
BACA JUGA: Data Pemilu sudah Transparan, Setop Upaya Bohongi Rakyat
Dengan segera Sugeng beserta Kompol Kholil dan Kompol Rochsulullah menuju masjid tempat Supri berada. Rabu lalu itu (17/4) empat polisi tersebut tengah bertugas menjaga keamanan pemilu di Desa Barengkrajan, Krian, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Supri bertanggung jawab terhadap pengamanan TPS (tempat pemungutan suara) 21–25 di desa tersebut. Sekitar sepuluh menit sebelum menelepon Sugeng yang tengah berada di balai desa bersama Kholil dan Rochsulullah, dia pamit menunaikan salat Asar di masjid desa setempat.
BACA JUGA: Relawan Jokowi Ajak Kubu Prabowo Bandingkan Data C1
Dan, sesampai di masjid desa itu, Sugeng, Kholil, serta Rochsulullah mendapati anggota Polsek Krian tersebut dalam posisi duduk. Wajahnya pucat. ”Tapi, masih sadar,” kenang Sugeng kepada Jawa Pos, Kamis (18/4).
BACA JUGA: Terlalu Lelah, 2 Anggota KPPS Ambruk di TPS, Satunya Meninggal Dunia
Dia langsung dibopong ke mobil patroli. Lelaki kelahiran 1970 itu lantas dibawa ke Puskesmas Krian untuk mendapat perawatan pertama.
Selama proses pemungutan suara Rabu lalu, ada banyak ”Supri-Supri lain”. Mereka yang berada di garda depan untuk memastikan pesta demokrasi yang total melibatkan sekitar 192 juta pemilih itu berlangsung aman dan adil. Baik yang bertugas sebagai petugas pengamanan maupun anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).
Yang kemudian tumbang ketahanan fisiknya karena beratnya tuntutan tugas yang bisa berlangsung selama belasan, bahkan puluhan, jam. Mulai pencoblosan, penghitungan, rekapitulasi, sampai menyetorkannya ke panitia pemilihan kecamatan.
Puluhan kilometer dari Krian, persisnya di Desa Menyono, Kecamatan Kuripan, Kabupaten Probolinggo, kepanikan terjadi saat penghitungan suara di TPS 01 dan 08. Azis, anggota KPPS di TPS 01, jatuh pingsan karena kelelahan. Begitu pula dengan Siti Aisyah yang menjadi anggota KPPS di TPS 08.
Aziz dilarikan ke RSUD Mohammad Saleh, Kota Probolinggo, adapun Siti Aisah dibawa ke Puskesmas Kuripan. Kemarin pagi Aisyah sudah siuman. Kondisinya berangsur-angsur pulih. Sehingga tidak perlu dirujuk ke rumah sakit.
Tapi, tidak demikian halnya dengan Aziz. Rencana KPU Kabupaten Probolinggo merujuknya ke rumah sakit di Surabaya tak kesampaian. Kemarin siang, sekitar pukul 13.00, dia berpulang.
”Kami turut berduka sedalam-dalamnya,” kata Lukman Hakim, ketua KPU Kabupaten Probolinggo, kepada Jawa Pos Radar Bromo.
Dia menduga, Aziz kelelahan. Bertugas mulai pagi sampai penghitungan suara yang berlangsung hingga malam. ”Belum sempat beristirahat hingga akhirnya drop,” katanya.
BACA JUGA: Ribut Soal Gembok Kotak Suara, Ketua PPS Kena Tikam Hansip
Masih di Jawa Timur, kabar duka juga datang dari Kota Malang. Kemarin dini hari anggota KPPS di TPS 04 Tlogomas Agus Susanto meninggal setelah mengantarkan kotak suara ke Kecamatan Lowokwaru.
Ketua KPU Kota Malang Zaenudin mengatakan, pria 40 tahun tersebut baru selesai menghitung surat suara di TPS sekitar pukul 02.00 WIB. Setelah itu, dia mengantarkan kotak suara ke kelurahan, baru balik ke rumah.
Namun, sejam kemudian, Agus diketahui oleh keluarga telah meninggal. ”Kami turut berbelasungkawa. Sebelumnya almarhum tidak ada tanda-tanda sakit,” ucap Zaenudin.
Zaenudin mengungkapkan, beban kerja anggota PPS memang berat. Aktivitasnya hampir sebulan penuh sejak dilantik pada Maret lalu. Mulai mengikuti bimbingan teknis, sosialisasi, tata cara pendirian TPS, melaksanakan pemungutan dan penghitungan kertas suara, melakukan rekapitulasi di TPS, sampai mengantar kotak suara ke kelurahan.
”Bahkan, saat ada persoalan di PPK, juga bakal dipanggil untuk menjelaskan persoalan,” katanya.
Sekitar 11 jam sebelumnya, di Puskesmas Krian, Sidoarjo, Supri diberi oksigen tambahan. Infus terpasang di tangan. Dia juga menjalani tes darah.
Kadar gula darahnya mencapai 447. Diabetesnya tinggi. Bukan hanya itu. Tensi darahnya juga turun drastis. ”Di bawah normal. Di angka 90/70,” jelas Sugeng yang ikut mengantarkan.
Meski begitu, Supri tetap sadar. Bahkan, dia sempat menelepon istrinya agar segera datang ke puskesmas tempatnya dirawat.
Sugeng dan rombongan akhirnya meninggalkan puskesmas pukul 17.00. Mereka hendak patroli mengecek keamanan pemilu. Sebab, keluarga Supri saat itu sudah datang.
Namun, tiga jam berselang, kabar tersebut terdengar: Supri mengembuskan napas terakhir di tempat dia dirujuk, RS Pusdik Gasum Porong. ”Jelas kaget begitu dapat kabar dari rumah sakit. Almarhum itu pribadi panutan,” ungkap Kholil yang juga Kapolsek Krian itu.
Kapolresta Sidoarjo Kombespol Zain Dwi Nugroho menyebut Supri sebagai pahlawan yang gugur dalam melaksanakan tugas. Untuk menghormati jasanya, Zain memberikan penghargaan kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi menjadi ipda anumerta.
”Jajaran Polresta Sidoarjo sangat berduka,” tutur alumnus Akpol 1997 itu.
Di Malang, Zaenudin juga memastikan bakal memasukkan perihal pentingnya asuransi bagi mereka yang terlibat dalam pemungutan suara saat menyampaikan laporan kelak ke KPU provinsi. Dengan harapan, itu bisa diteruskan ke KPU RI.
Sebab, peristiwa anggota pemungutan suara meninggal dunia karena kelelahan bukan pertama di Kota Malang. Pada Pemilu 2014 juga dialami anggota panitia pemungutan suara di Sukun.
Dia meninggal setelah bertugas di TPS. ”Semoga yang seperti ini tidak terjadi lagi,” katanya. (*/ayi/c10/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Viral Video Massa Bakal Hancurkan Jakarta, Ini Faktanya
Redaktur : Tim Redaksi