jpnn.com - JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengirimkan sinyal bakal mempertahankan tingkat suku bunga acuan pada level 7,5 persen. Otoritas moneter tersebut memandang fundamental ekonomi pada kuartal kedua dan kuartal ketiga tahun ini cenderung tertekan dibandingkan kuartal pertama.
Hal ini terlihat dari negatifnya neraca perdagangan yang diproyeksi memperparah kondisi current account deficit(CAD) atau defisit neraca berjalan.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan bahwa periode stabilisasi dengan patokan suku bunga yang tinggi dilakukan lantaran Indonesia saat ini masih dibayangi oleh inflasi dan CAD, hingga defisit APBN.
BACA JUGA: Stabilitasi Harga, Gelar OP Telur dan Ayam
"Jangan dibandingkan dengan ECB (European Central Bank) yang menurunkan rate-nya sampai dengan negatif. Sebab kondisi mereka deflasi," ungkap Mirza setelah menjalani fit and proper test deputi gubernur senior BI, di Komisi XI DPR, kemarin (9/6).
Sebagaimana diketahui, sejak pertengahan 2013, BI telah menaikkan suku bunga secara bertahap sebesar 175 basis poin. Yakni dari 5,75 persen ke posisi 7,5 persen. Diharapkan, langkah ini bisa membawa inflasi ke level 4,5 persen plus minus satu persen. Serta memperbaiki defisit transaksi berjalan ke angka 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir tahun ini.
BACA JUGA: Pasar Bebas 2015, Apartemen Laris
Rencananya, Kamis (12/6) pekan ini, dewan gubernur BI akan memutuskan tingkat suku bunga yang terbaru.
Sementara itu, merujuk data terbaru BI, survei pertumbuhan penjualan eceran pada April 2014 menunjukkan perlambatan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan tahunan indeks penjualan riil (IPR) yang turun menjadi 16 persen dari periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy), dibandingkan dengan pertumbuhan Maret 2014 yang mencapai 17 persen (yoy).
Perlambatan tersebut di antaranya disebabkan oleh perlambatan pada kelompok suku cadang dan aksesoris, kelompok barang budaya, dan rekreasi.
"Dari 10 kota yang kami survei, perlambatan terutama terjadi di Jakarta dan Surabaya. Pada Mei 2014, pertumbuhan IPR kami proyeksi di level 16,3 persen," papar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara. Secara regional, kata Tirta, penurunan konsumsi di Jakarta dan Surabaya terjadi pada kelompok bahan makanan.
Tirta menambahkan, penjualan riil pada tiga bulan yang akan datang diperkirakan meningkat. Kuatnya permintaan selama puasa dan Lebaran diyakini menjadi faktor utama yang memicu ekspektasi positif tersebut.
BACA JUGA: Penerimaan Cukai Lampaui Target
"Peningkatan ini tercermin dari nilai saldo bersih terhadap ekspektasi penjualan pada Juli 2014 sebesar 141,3. Atau meningkat 1,9 poin dibandingkan periode sebelumnya," ujarnya. (gal/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 13 Juni, Tarif Tol Bandara Juanda Naik
Redaktur : Tim Redaksi