jpnn.com - JAKARTA - Bank Indonesia (BI) bergerak cukup agresif dengan menaikkan BI Rate sebesar 125 basis poin dalam tiga bulan terakhir. Kenaikan BI Rate diproyeksi bakal diikuti kenaikan suku bunga, sehingga mengerem penyaluran kredit.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengakui, kenaikan BI Rate dalam kondisi gejolak ekonomi saat ini memang akan berpengaruh pada laju pertumbuhan kredit perbankan. "Tapi, ini akan membuat kondisi perbankan lebih sehat," ujarnya kemarin (30/8).
BACA JUGA: Pos Indonesia Siap Salurkan BLSM Tahap Kedua
Menurut Agus, kondisi ekonomi yang lesu saat ini memang akan mendorong perbankan untuk menyesuaikan target-target dan rencana bisnisnya, termasuk ekspansi kredit yang diperkirakan akan ada di bawah 20 persen. "Otomatis pertumbuhan akan menyesuaikan," katanya.
Dalam laporan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, disebutkan bahwa laju pertumbuhan kredit tahun ini hingga pertengahan Agustus 2013 tercatat di kisaran 19,6 persen (year-on-year). "Hingga akhir tahun, pertumbuhannya mungkin akan melambat," ucapnya.
BACA JUGA: Hatta Minta Produsen Jangan Timbun Kedelai
Dari sisi likuiditas, ketersediaan dana di pasar uang maupun pada perbankan tetap terjaga. Perkembangan suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) overnight relatif stabil pada sekitar 4,8 persen dan tidak tercatat peningkatan yang signifikan pada volume transaksi pinjam-meminjam di pasar uang.
Menurut Agus, terjaganya kondisi likuiditas perbankan tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tetap terjaga. Ketahanan perbankan juga tetap kuat, antara lain tercermin dari tingginya rasio permodalan dan tetap rendahnya kredit macet atau non performing loan (NPL).
BACA JUGA: Suku Bunga Kredit Naik
Agus mengatakan, secara umum, BI Rate di level 7 persen serta suku bunga deposit facility di level 5,25 persen, tidak akan mengganggu kinerja perbankan. Meski demikian, tekanan akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi masih diwaspadai. "Karena itu, BI akan terus mengawasi," katanya.
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Mirza Adityaswara menambahkan, kenaikan BI Rate secara jangka pendek akan berakibat pelemahan ekonomi. Tapi, secara jangka panjang akan menyehatkan perekonomian. "Kalau ekonomi sehat, sektor perbankan juga akan sehat," ujarnya.
Mirza mengakui, secara teori, jika kredit perbankan tumbuh dua kali lipat dari produk domestik bruto riil (PDB tanpa inflasi), maka sudah masuk level bahaya. Dia menyebut, PDB riil Indonesia ada di kisaran 11 - 12 persen. "Jadi, kalau dalam beberapa tahun terakhir kredit bank tumbuh di atas 24 persen, itu bahaya," ucapnya.
LPS, lanjut dia, sangat berkepentingan dengan kesehatan perbankan. Sebab, jika bank tidak sehat lalu dilikuidasi, LPS harus mengganti dana nasabah. Masalahnya, saat ini dana LPS baru sebesar Rp 31 triliun. Padahal, idealnya dana lembaga penjamin sebesar 2,5 persen dari total dana simpanan yang mencapai Rp 3.300 triliun. "Itu nilainya sekitar Rp 88 triliun," katanya.
Karena itu, kata Mirza, BI sudah tepat menaikkan BI Rate agar perbankan juga mengerem ekspansinya dan memperbaiki kualitas kredit. "Kinerja bank itu lebih baik tumbuh pelan-pelan tapi aman, daripada naiknya cepat tapi berisiko jatuh," jelasnya. (owi)
Rasio Kinerja Perbankan Indonesia (%)
Indikator Juni 2012 Juni 2013
Rasio kecukupan modal (CAR) 17,9 18,08
Return on Asset (ROA) 3,16 3,02
Net Interest Margin (NIM) 5,38 5,43
Loan to Deposit Ratio (LDR) 82,57 86,80
Non-performing Loan (NPL) 2,17 1,87
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rupiah Anjlok, SBY Minta Pelaku Pasar Bersabar
Redaktur : Tim Redaksi