BI Nyatakan Kondisi Utang Pemerintah Masih Sehat

Selasa, 21 April 2015 – 06:26 WIB

JAKARTA - Rasio utang terhadap pendapatan atau debt to service ratio (DSR) menjelang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), mengalami kenaikan hingga melebihi 50 persen. Kenaikan DSR tersebut lebih tinggi dibanding periode yang sama 2014 dengan kenaikan 46 persen. Bank Indonesia (BI) pun menyatakan bahwa kenaikan tersebut harus diwaspadai."
      
"DSR memang angkanya sedikit di atas 50 persen. Nah itu yang perlu dikendalikan," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin (20/4).
      
Mirza menekankan, kenaikan yang paling signifikan terjadi pada utang swasta. Dia menuturkan, peningkatan utang swasta tersebut meningkat hingga USD 163 miliar, jika dibandingkan dengan posisi akhir 2014 lalu. Meski begitu, dia menuturkan, pertumbuhan utang swasta tersebut mengalami perlambatan, akibat adanya aturan lindung nilai (hedging).
      
"Jumlah utang swasta memang meningkat. Tapi pertumbuhannya melambat. Adanya aturan hedging membantu pertumbuhan ULN (Utang Luar Negeri) swasta untuk lebih sehat,"papar Mirza.
      
Sebagai informasi, pertumbuhan ULN sektor swasta melambat dari 14,4 persen (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 13,8 persen (yoy), terutama karena perlambatan pertumbuhan pinjaman luar negeri.

Mirza menekankan, campur tangan pemerintah dan BI yang membuat pertumbuhan ULN swasta tersebut mengalami perlambatan. "Sejak pemerintah dan BI kasih perhatian soal utang luar negeri korporasi, peningkatannya melambat," katanya.
      
Soal utang pemerintah, Mirza menegaskan bahwa hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan. Karena, kondisi utang pemerintah masih sehat. "Masih sangat sehat. Yang jadi perhatian kan sektor korporasi (swasta)," imbuhnya.
      
Sementara itu, berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko Kemenkeu, total utang Indonesia pada Maret 2015 ini kembali mengalami kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya, yakni menjadi Rp2.795,84 triliun.

BACA JUGA: Ini Penjelasan Terbaru Dirut Pertamina soal Rencana Peredaran Pertalite

Angka ini naik sebesar Rp 51,48 triliun dari Februari 2015 sebesar Rp2.744,36 triliun. 75,1 persen pinjaman berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp2.099,35 triliun. SBN tersebut, terdiri atas SBN dengan denominasi valas sebesar Rp30,73 triliun. Sementara untuk SBN dengan denominasi Rupiah sebesar Rp1.568,62 triliun.
      
Selain itu, peningkatan utang juga terjadi untuk pinjaman luar negeri menjadi Rp 696,48 triliun. Adapun pinjaman luar negeri bulan sebelumnya, adalah Rp 690,75 triliun.Pinjaman dalam negeri juga tercatat meningkat tipis menjadi Rp3,31 triliun setelah sebelumnya berada pada angka Rp3,30 triliun. Pinjaman ini menduduki 0,1 persen porsi dari posisi utang pemerintah.(ken/agm)

 

BACA JUGA: Premium Dihapus, Rakyat dapat Apa?

BACA JUGA: Royalti Pertambangan Kuartal Pertama 2015 Masuk Rp Rp 8,7 Triliun

BACA ARTIKEL LAINNYA... Maskapai Belum Serahkan Laporan Keuangan, Kemenhub Beri Toleransi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler