jpnn.com, JAKARTA - Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyatakan bahwa wacana jabatan presiden tiga periode tidak datang apalagi diinisiasi oleh pihak Istana Kepresidenan. Oleh karena itu, dia menyarankan ide tersebut menjadi diskursus bagi publik.
"Kami melihat dulu sumber wacananya dari mana. Kalau itu dari publik, ya biar saja berkembang, karena istana tidak pernah menginisiasi wacana itu, anggaplah itu wacana akademik yang berkembang," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (26/11).
BACA JUGA: PKS Menganggap Ide Tiga Periode Jabatan Presiden Berbahaya
Mantan Panglima TNI ini mengatakan bahwa dalam sebuah negara demokrasi, hal semacam itu pasti menjadi diskursus dan memang perlu untuk menjadi konsumsi publik.
Dia hanya memastikan bahwa gagasan tersebut tidak keluar dan bukan diinisiasi oleh pemerintah. Sehingga, Moeldoko juga tidak ingin memberikan komentar lebih jauh mengenai wacana itu.
BACA JUGA: Teriakan Dua Periode Membahana di Rakornas Tiga Pilar PDIP
"Kalau komentar, apa yang dikomentari? Itu hal yang baru dalam sebuah negara demokrasi, berbagai hal diungkap ke publik, itu hal biasa," katanya.
Ketika disinggung bahwa gagasan soal jabatan presiden tiga periode datang dari salah satu partai politik pengusung pemerintah, yakni Sekretaris Fraksi Nasdem DPR Saan Mustofa, Moeldoko menjawab diplomatis.
"Bisa dari siapa saja, yang jelas pemerintah tidak ada inisiasi untuk itu. Kalau dari parpol, siapa pun, akademisi, silakan berkembang," tegasnya.
Usulan menjadikan jabatan presiden dari dua menjadi tiga periode sebelumnya disampaikan Saan, terkait dengan rencana Amendemen UUD 1945 yang semula hanya terkait menghidupkan kembali GBHN. Moeldoko menilai hal itu bagian dari proses politik.
"Itu bagian dari proses politik. Nanti input ini secara alamiah akan disaring oleh publik. Apakah wacana ini perlu didorong lebih jauh, atau berhenti di tingkat wacana. Sekali lagi, saya tidak akan mengomentari lebih jauh tentang wacana," tutupnya. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam