JAKARTA -- Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi membeberkan dugaan adanya markup dalam proyek renovasi rumah dinas (rumdin) DPRDia menerangkan, markup tersebut menggunakan modus melakukan subkontrak dua kali
BACA JUGA: Target Sahkan RPP Tembakau Akhir 2010
Padahal, pengadaan subkontrak telah melanggar pasal 32 ayat (3) Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan JasaSesuai pasal itu, ada larangan pemenang tender melakukan subkontrak kepada perusahaan lain
BACA JUGA: Ternyata Ada Anggota DPR Sadar Diri
Dalam hal ini, pemenang tender proyek tersebut adalah PT Adhi Karya, sebuah perusahaan BUMNBACA JUGA: DPR Disarankan Belajar soal Bunuh Diri
Selanjutnya, PT Pembangunan Perumahan mengeluarkan dokumen kepada sembilan pengembang pelaksana proyek.Sementara itu, dugaan adanya penggelembungan harga tersebut terkait dengan nilai kontrak pengerjaan rumdin yang jauh di bawah anggaranDalam daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) 2009–2010, total anggaran yang dialokasikan untuk renovasi dan pembangunan rumah dinas DPR mencapai Rp 444,5 miliar untuk 506 unitRinciannya, biaya renovasi 495 rumdin, 10 rumdin baru, dan satu rumah dokter.
Padahal, PT Pembangunan Perumahan menetapkan harga kontrak kepada pengembang hanya Rp 152,5 juta untuk setiap unit rumdinSementara itu, biaya pembangunan 10 rumdin baru mencapai Rp 7 miliarDengan demikian, total biaya renovasi rumdin diperkirakan hanya Rp 83 miliar, belum termasuk pembangunan rumah dokter
Nilai kontrak tersebut sangat jauh dibanding dana yang dianggarkanDengan alokasi anggaran Rp 444,5 miliar, seharusnya biaya renovasi setiap unit rumah mencapai Rp 900 jutaDari perbandingan nilai kontrak dan alokasi anggaran, ditengarai alokasi penggunaan Rp 360 miliar tidak diketahui jelasJumlah itu sudah dikurangi biaya pembangunan rumah dokter yang diasumsikan menelan Rp 1,5 miliar.
Permasalahan proyek renovasi rumdin tersebut bukan sekadar dugaan penggelembungan hargaProyek renovasi rumdin yang dimulai sejak 2008 itu juga tidak kunjung tuntasAtas persoalan tersebut, Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR justru menuding kontraktor proyek sebagai pihak yang harus bertanggung jawab(ken/c5/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pimpinan DPR Punya Jatah Istimewa
Redaktur : Tim Redaksi