JAKARTA -- Untuk kedua kalinya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bibit Samad Rianto, menyampaikan bantahan terhadap tuduhan bahwa dirinya menerima suap dari Direktur PT Masaro Radiokom Anggoro WidjojoBertempat di Puri Imperium, Jakarta Selatan, Minggu, (27/9), Bibit secara tegas menyatakan, dirinya tidak pernah menerima uang Rp1,5 miliar dari Ari Muladi di Hotel Bellagio Residence
BACA JUGA: Teras Narang Curiga Tengah Dikerjai
Dia mengajukan alibi, pada tanggal yang disebut-sebut waktu penyerahan uang itu, dirinya malah ada di Peru.Dengan dana tinggi, mantan Kapolda Kalimantan Timur itu menyebutkan, yang bertemu Ari Muladi mungkin jin atau setan
BACA JUGA: Chikungunya Serang 1.049 Warga
Disebutkan saya menerima uang Rp1,5 miliarBACA JUGA: Hati-hati Nyebrang Bakauheni-Merak!
Pada 11 hingga 18 Agustus itu, saya ada di PeruMungkin yang di Bellagio itu bertemu dengan jin atau setan," terang Bibit Samad RiantoSaat hari lebaran lalu, Bibit sudah memberikan bantahan serupa.Saat memberikan keterangan pers, dia disertai rekannya yang mengalami nasib yang sama, yakni Chandra M HamzahAnggota tim pengacaranya juga hadir, yakni Luhut Pangaribuan dan Taufik BasariUntuk memperkuat bantahannya, Bibit menunjukkan dokumen resmi berupa Surat Perintah Jalan (SPJ) yang dikeluarkan KPK untuk bertugas ke Peru, termasuk tiket penerbangan ke sana
Bibit juga menyayangkan sikap penyidik kepolisian yang menanganinya, yang dinilainya tidak konsistenDia menyebutkan, pasal yang dituduhkan kepada dirinya berubah-ubah, dari semula digunakan pasal penyalahgunaan wewenang, yang pada akhirnya menjadi pasal pemerasan dan penyuapan
Sebelumnya, pada Jumat (25/9) lalu, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri (BHD) membeberkan peran Bibit Samad Riyanto dan Chandra MHamzah dalam dugaan pemerasan terhadap Direktur PT Masaro Radiokom Anggoro WidjojoSaat itu, Kapolri menampik anggapan selama ini bahwa upaya penyidikan terhadap Bibit Samad Riyanto dan Chandra MHamzah hanya berdasar testimoni Ketua KPK non aktif Antasari AzharKata BHD, kasus tersebut ditangani polisi karena laporan Antasari kepada polisiLaporan tersebut tertuang dalam surat nomor LP 208 K7 2009 SPK unit 3 tertanggal 6 Juli 2009 tentang penerimaan suap dan atau pemerasan terhadap PT Masaro Radiokom.
“Ini terkait pengajuan anggaran SKRT (Sistem Komuniasi Radio Terpadu, Red) dari Dephut yang ditangani KPK,” KapolriLaporan Antasari menyebutkan, terdapat penyuapan dan pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK dalam menangani kasus tersebutBerdasar laporan itulah, Bareskrim Polri melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tersebutPenyidikan tersebut didukung keterangan sejumlah saksiAntara lain Antasari Azhar yang juga pelapor, Anggoro Widjojo yang kini berstatus buron, Anggodo Widjojo, Edi Sumarsono, Ari Muladi, dan Putra Nevo.
Keterangan sejumlah saksi, kata BHD, menyebutkan bahwa Anggodo telah menyerahkan uang sebanyak Rp5,15 miliar kepada Ari Muladi yang diberikan dalam tiga tahapYakni, pertama di Hotel Peninsula pada 11 Agustus sebesar Rp3,75 miliar, Rp400 juta pada 13 November, dan Rp1 miliar pada 13 Februari“Ini didukung dengan bukti tertulis,” tegas mantan Kapolda Sumut kala itu.
Berdasarkan keterangan Ari Muladi, uang tersebut sebagai suap agar pencekalan terhadap Anggoro Widjojo Cs dicabut oleh KPK, barang bukti PT Masaro Radiokom yang sebelumnya disita dikembalikan, dan penghentian kasus pengadaan SKRT oleh PT Masaro Radiokom tersebutDana tersebut, kata BHD, lantas diserahkan kepada salah satu pejabat KPK“Saya tidak perlu sebutkan namanya,” kata BHDUang suap itu lantas diserahkan kepada salah satu pimpinan KPK di Hotel Bellagio Residence.
Namun, setelah uang itu diserahkan, pencekalan terhadap Anggoro Widjojo, Anggono Widjojo, Putra Nefo, tak kunjung dicabutSurat cekal itu ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah“Surat cekal itu masih muncul karena ada satu pimpinan KPK yang belum mendapat kucuran dana,” sebut BHD(sam/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Stasiun Senen Masih Disesaki Pemudik
Redaktur : Tim Redaksi