Bicarakan Film G30S/PKI, Hasto Dorong Rekonsiliasi

Jumat, 28 September 2018 – 23:23 WIB
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (berdiri) saat menjadi pembicara dalam diskusi di Lemhanas, Jakarta Pusat, Kamis (19/4). Foto: dokumentasi PDIP for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - PDI Perjuangan mempersilakan masyarakat atau kelompok mana pun yang hendak menggelar nonton bareng (nobar) film G30S/PKI. Bahkan, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu mendorong masyarakat untuk terus mendalami sejarah bangsa melalui berbagai saluran.

Menurut Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, sah-sah saja bagi siapa pun yang mau menonton film G30S/PKI. Bahkan, Hasto hampir setiap tahun sekali menonton film garapan Arifin C Noer itu di era kekuasaan Orde Baru.

BACA JUGA: Semoga Panglima TNI Tak Terprovokasi Gatot soal G30S/PKI

“Saya saja dulu setiap tahun menonton. Karena dulu itu namanya televisi hanya ada TVRI. Jadi diputarkan film itu (G30S/PKI, red), bahkan kepulan asapnya pun kita hafal," kata Hasto di Jakarta, Jumat (28/9).

Hasto menuturkan, G30S/PKI merupakan tontonan wajib setiap 30 September di era Orde Baru yang otoriter. Namun, katanya, Orde Baru juga melarang banyak buku, termasuk karya Bung Karno.

BACA JUGA: Kubu Jokowi Tak Keder Meski Zulkifli Terus Gendong Sandi

Ketika Orde Baru tumbang, pemerintahan awal reformasi di bawah Presiden BJ Habibie justru menghentikan pemutaran film berlatar tragedi 1965 itu. Spirit kala itu adalah untuk melihat sejarah secara jernih.

Hasto menambahkan, hal yang saat ini diperlukan justru film-film yang mengusung semangat persatuan. Sedangkan G30S/PKI dalam pandangan Hasto justru sarat narasi konflik.

BACA JUGA: Ingat, Eks Menteri di Kubu Prabowo Penyetop Film G30S/PKI

Politikus asal Yogyakarta itu menambahkan, banyak hal yang bisa diangkat ke layar lebar sebagai tontonan, seperti kisah seputar Detik-detik Proklamasi, Sumpah Pemuda, atau Hari Santri dan 10 November. “Itu kan hal bagus karena bagaimana nation and character building itu sangat penting," ujarnya.

Selain itu, Hasto juga mengajak publik melihat sejarah Indonesia tidak hanya soal peristiwa 1965. Sebab, pemberontakan demi pemberontakan mengancam NKRI sejak diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Di antaranya adalah pemberontakan PKI pada 1948 di Madiun, atau PRRI/Permesta pada 1958. Bahkan, ada campur tangan asing dalam pemberontakan PRRI/Permesta.

Menurut Hasto, campur tangan asing menjadi bukti tentang Indonesia sangat strategis. “Indonesia yang secara geografis terletak diantara dua benua, selalu tidak lepas dari kepentingan asing,” tuturnya.

Selain itu Hasto mengatakan, ada pelajaran penting yang bisa dipetik dari sejarah. Yakni perlunya rekonsiliasi demi persatuan dan masa depan bangsa.

Terlebih, Indonesia punya jasa bagi proses rekonsiliasi di negara-negara yang berkonflik. Misalnya, Indonesia sangat aktif mendorong perdamaian dan rekonsiliasi di Kamboja.

Bahkan, ikhtiar Indonesia mendorong unifikasi Korea berbuah positif. Korea Selatan dan Korea Utara yang bersitegang bisa muncul bersama sebagai satu kontingen di Asian Games 2018.

"Kalau mereka memberikan apresiasi terhadap kepemimpinan kita, kita punya daya kemampuan dalam membantu negara-negara dalam menyelesaikan konfliknya. Kenapa kemudian dari dalam diri kita sendiri, selalu melihat masa lalu dan kemudian tidak merancang proses rekonsiliasi untuk masa depan bagi anak cucu kita?" kata Hasto.(jpg/ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hasto Sebut Kubu Prabowo-Sandi Masih Kaget soal Yenny Wahid


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler