Pengaduan itu dilayangkan Desi dan Siska ke KY menyusul banding atas perkara pidana No.536/Pid.B/2010 PN Padang
BACA JUGA: Petambang Terkubur Hidup-hidup
Desi dan Siska menilai, hakim yang memvonis mereka bersalah tidak tepat, karena merasa telah bekerja sesuai standar profesi.Komisi Yudisial merespons surat Desi dan Siska
BACA JUGA: Diterjang Angin, Heli TNI AD Jatuh di Mapenduma
KY juga meminta berkas penanganan perkara kedua terdakwa di pengadilan apabila sudah diputuskan dan meminta agar foto copy putusan perkara (a-quo) dilampirkan dalam laporan
BACA JUGA: 12 Ribu Polisi Amankan Waisak di Sumut
Mudah-mudahan dengan menyurati KY, kami mendapatkan perlindungan hukum,"ÃÂ ujar Desi Sarli kepada Padang Ekspres, Sabtu (14/5).Desi mengatakan, sesuai memori banding yang disusun tiga penasihat hukumnya, dia dan Siska tidak patut dijadikan terdakwa karena telah menjalankan tugas sesuai standar dan prosedur profesi kebidananHal itu dibuktikan surat keterangan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Sumatera Barat No.11/SekrIBIPdg/VI /2009 yang menyatakan mereka telah melakukan sesuai standar profesinya, dan tidak dapat didakwa dalam perkara ini.
"ÃÂKami menganggap majelis hakim telah melanggar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP, serta Pasal 361 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPUntuk membuktikan surat dakwaan dalam tuntutannya, JPU harus menguraikan semua unsur dari surat dakwaannya, karena apabila dakwaan kesatu tidak terbukti, maka langsung mengarah kepada dakwaan kedua yang mengatakan dalam tuntutan JPU tidak ada menguraikan unsur-unsur Pasal 361 jo Pasal 55 Ayat (1) ke KUHP, sehingga tuntutan JPU dianggap tidak terbukti,"ÃÂ ujar Desi, dalam memori bandingnya
Majelis hakim Pengadilan Negeri Padang yang memvonis mereka, juga dinilai Desi telah salah menerapkan hukum yang menjerat Desi dengan Pasal 361 jo Pasal 55 Ayat (1) ke KUHP. "Walaupun JPU tidak menguraikan unsur-unsur Pasal 361 jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tersebut, sehingga putusan Pengadilan Negeri Padang dalam perkara ini harus dibatalkan, karena telah melanggar ketentuan pasal 197 KUHP,"ÃÂ tegasnya
Humas Pengadilan Negeri Padang Jon Effredy saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahuinyaDia menegaskan, untuk pemangggilan para hakim itu, Komisi Yudisial harus mengantongi izin Pengadilan Tinggi (PT) Sumbar dan Mahkamah Agung. "Untuk memeriksa kedua hakim PN tersebut, KY terlebih dahulu harus ada meminta izin pada MA dan PTKalau surat tersebut belum ada, dua orang hakim yang dilaporkan itu belum bisa diperiksa,"ÃÂ ujarnya.
Terkait laporan itu, Jon menyebut itu hak si pelapor"Soal laporan itu hak merekaSaat ini kami hanya menunggu putusan dari MA dan PT,"ÃÂ ujarnya.
Vonis Hakim
Seperti diberitakan sebelumnya, saat pembacaan putusan sempat terjadi beda pendapat di antara hakimYoserizal, berbeda pendapat dengan Nilni Eva Yusnita, dan ZulkifliNilni dan Zulkifli sepakat menghukum kedua terdakwa, karena melanggar Pasal 361 KUH PidanaNamun Yoserizal berpendapat lain
Dalam dissenting opinion, Yoserizal menjelaskan, kasus yang diduga malapraktik itu tidak mesti masuk ranah pidanaArtinya, dua bidan yang jadi terdakwa tidak mesti dipenjaraMenurut Yoserizal, dalam kasus tersebut, semestinya digunakan UU Kesehatan, sehingga penyelesaiannya melalui mediasi.
Hakim menyebutkan beberapa kelalaian yang dilakukan bidan Desi dan Siska, sewaktu menolong proses kelahiran anak Chori, 3 Januari 2009Desi dan Siska, menurut hakim, telah mengulur waktu ketika merujuk Chori ke rumah sakitPadahal, ketika datang ke Klinik Fitria, tempat keduanya bekerja, Chori sudah dalam keadaan mau melahirkanBahkan, usia kandungannya sudah lewat sembilan bulan.
Kedua terdakwa memang telah membantu persalinan ChoriTapi setelah dua jam, bayi Chori tak juga lahirChori pun letih, dan tidak bisa lagi mengejanSaat itu, air ketuban Chori sudah pecahMenurut saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan sebelumnya, karena tempo waktunya lama, Chori akhirnya mengalami infeksi saluran peranakanHal itu dibuktikan dengan hijaunya air ketubanNormalnya, air ketuban berwarna bening
Pertama kali berurusan dengan yang berwajib, mereka dituntut karena pemberian obat gastrulSeorang saksi ahli, memang menyebutkan bahwa pemberian obat gastrul yang golongan G (berbahaya) semestinya diberikan atas resep dokter, bukan inisiatif bidan secara pribadiNamun saksi ahli lainnya, dari RSUP M Djamil, Gustafianof menjelaskan, obat gastrul yang diberikan terdakwa Cici pada Chori bukanlah obat yang berbahaya
Dugaan malapraktik tersebut terjadi pada 3 Januari 2009 silamKetika itu, sekitar pukul 13.00 Desi yang bertugas sebagai bidan di Klinik Fitria kedatangan seorang pasien bernama Chori yang sedang hamil tuaChori memang ingin memeriksakan kehamilannya, dan sekaligus ingin melahirkan di klinik tersebut.
Ketika itu Chori diberi obat gastrul diizinkan pulangDi rumah, Chori mengalami sakit perut setelah minum obat gastrulDia kemudian dibawa lagi ke Klinik FitriaDi klinik, Chori dibawa ke ruang bersalin, Desi dan Siska langsung mempersiapkan persalinanNamun kepala bayi masih dalam keadaan keluar masukSaat itu Desi dan Siska memberitahukan kepada dokterAtas rekomendasi dokter, Desi bertanya kepada keluarga Chori ke mana akan dirujukSebab, Chori tak bisa lagi ditangani di klinikDengan alasan asuransi, akhirnya atas persetujuan Asnimar (ibu Chori), dan suami Chori, akhirnya Chori dibawa ke RS Marnaini Asri di Jalan M Hatta Padang.
Akibat usia kehamilan yang telah melebihi batas, akhirnya bayi Chori dilahirkan juga, sekitar pukul 20.30 WIBWaktu itu, bayi Chori mengalami sesak napasSekitar 15 menit kemudian bayi yang baru saja dilahirkan ini pun menghembuskan napas terakhirnyaKeluarga Chori menuduh bidan Klinik Fitria telah lalaiMereka mengadu ke polisi.(kd/a/mg6)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cuti Bersama, Pasien Rawat Jalan Terlantar
Redaktur : Tim Redaksi