jpnn.com, MANILA - Perwakilan RI di Filipina sedang mendalami laporan media yang menyebut seorang perempuan Indonesia ditangkap militer setempat karena dicurigai merencanakan serangan bom bunuh diri.
“KBRI di Manila dan KJRI di Davao masih dalam proses mengonfirmasi kebenaran berita ini dengan otoritas setempat (Filipina),” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah melalui pesan singkat, Sabtu (10/10).
BACA JUGA: Malaysia Menghadapi Gelombang Baru Covid-19, Mutasi dari Indonesia dan Filipina
Penangkapan pada Sabtu pagi dilakukan kurang dari dua bulan setelah pengeboman di Pulau Jolo, di Provinsi Sulu, yang ditinggali mayoritas Muslim.
Serangan itu menewaskan 15 orang dan melukai 74 orang lainnya, menurut laporan AFP. Pasukan keamanan Filipina menuding kelompok militan Abu Sayyaf sebagai pelaku serangan pada 24 Agustus.
BACA JUGA: Dari Thailand ke Filipina: Kabar Ekspat Indonesia yang Kerja di Lembaga Dunia
Perempuan Indonesia itu diidentifikasi sebagai Rezky Fantasya Rullie dan merupakan janda tokoh garis keras yang tewas di Sulu pada Agustus lalu.
Dia juga diyakini sebagai putri dari dua pelaku bom bunuh diri yang menewaskan 21 orang dalam serangan di gereja Katolik di Jolo awal tahun lalu.
BACA JUGA: Bea Cukai Madura Mengekspor 32.000 Batang Rokok ke Filipina
Serangan itu lagi-lagi dikaitkan dengan kelompok yang berafiliasi dengan Abu Sayyaf.
"Kami telah mengejar pelaku bom bunuh diri teroris asing di Sulu setelah pemboman kembar kota Jolo (pada Agustus)," kata Brigjen William Gonzales.
"Rullie adalah yang pertama dalam daftar kami sejak kami menerima laporan intelijen bahwa dia akan melakukan bom bunuh diri,” ia menambahkan.
Sebuah rompi, yang dilengkapi dengan bom pipa, disita bersama komponen alat peledak rakitan lainnya dari sebuah rumah di Pulau Jolo yang diyakini milik seorang pemimpin Abu Sayyaf, kata militer Filipina.
Rullie ditahan bersama dengan dua wanita yang menikah dengan anggota Abu Sayyaf, tambahnya.
Abu Sayyaf, yang terdaftar oleh Amerika Serikat sebagai organisasi teroris, adalah jaringan kelompok garis keras yang dituduh melancarkan serangan teror terburuk di Filipina dan penculikan turis asing serta misionaris Kristen.
Serangan bunuh diri dulunya sangat jarang terjadi di Filipina, tetapi sejak Juli 2018 sedikitnya lima serangan tercatat di negara itu. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil