Bisa Mengurangi Angka Pengangguran di Indonesia, Energi Terbarukan Harus Digarap Serius

Selasa, 08 Desember 2020 – 10:08 WIB
Ilustrasi PHK. Foto: Antara

jpnn.com, JAKARTA - Transisi energi dari fosil ke terbarukan diyakini bisa menjadi salah satu solusi mengatasi krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Jika energi terbarukan digarap serius, satu masalah, yakni pengangguran bisa diatasi, karena sektor ini membuka peluang lapangan kerja baru yang cukup besar.

BACA JUGA: Pengembangan Potensi Energi Terbarukan Butuh Dukungan Kebijakan dari Pemerintah

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan pemerintah Indonesia seharusnya lebih serius menggarap energi terbarukan untuk mengurangi pengangguran.

"Jadi ekonomi tumbuh lebih resilient, dan di satu sisi menciptakan tenaga kerja hijau sehingga bisa mengatasi pengangguran," kata Fabby.

BACA JUGA: Hotman Paris: Setahu Saya Gisel tidak Membantah Video Itu

Fabby memberikan gambaran, penambahan satu gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) bisa menciptakan lapangan kerja sampai dengan 30 ribu orang.

Jika pembangunan PLTS semakin massif, industri lain seperti modul surya juga akan tumbuh.

BACA JUGA: Ini Alasan Mengapa Milenial Perlu Memulai Berinvestasi

"Kami bayangkan kalau pasarnya bisa tumbuh 3 GW per tahun, maka kemudian diharapkan industri baik dari shell, kaca, sampai modul suryanya bisa tumbuh. Mereka tidak hanya kompetitif di pasar nasional, tapi juga di pasar global," tutur Fabby.

Sedangkan Direktur Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian PPN/Bappenas Mahatmi Parwitasari Saronto memprediksi angka pengangguran pada 2020 bisa mencapai 11 juta orang.

Untuk itu, energi terbarukan diyakini bisa menjadi salah satu strategi pemulihan ekonomi, pengembangannya perlu mendapat insentif dan stimulus.

Menurut Fabby, China, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Uni Eropa sudah membuktikan pengembangan ekonomi berbasis lingkungan bisa mengatasi krisis.

China, misalnya, memberikan insentif untuk pengembangan angkutan umum massal. Selain memangkas waktu perjalanan, konsumsi bahan bakar minyak bisa ditekan serendah mungkin.

Padahal selama ini, sudah menjadi rahasia umum bahawa China salah satu negara pengimpor bahan bakar minya terbesar.

"European Union memberikan stimulus berupa feed in tarif untuk pengembangan solar. Dan saat ini sejumlah negara di EU cukup berhasil mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya," kata Fabby.

Karena itu, menurut Fabby, pemberian insentif pada sektor energi terbarukan sangat penting bagi kondisi di Indonesia saat ini. Fabby melihat ini sebagai sebuah kesempatan.

Apalagi Indonesia menargetkan pada 2025 bisa mencapai 23% energi terbarukan. Indonesia juga berkomitmen mengurangi emisi hingga 29 persen pada 2030.

Direktur Program Koaksi Indonesia Verena Puspawardani mengatakan pemanfaatan energi terbarukan yang masih terbatas perlu didorong lebih agresif dengan berbagai terobosan, seperti kebijakan, pendanaan, teknologi, dan sumber daya manusia.

"Energi terbarukan akan membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat Indonesia untuk memperoleh kebutuhan esensial, seperti air bersih dan sanitasi, akses informasi dan pendidikan, peningkatan ekonomi lokal, literasi keuangan, hingga ketahanan pangan, dan mewujudkan masa depan Indonesia yang lebih bersih," pungkas Verena.(chi/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler