jpnn.com, JAKARTA - Pemanfaatan hutan dan pasokan bahan baku industri tahun 2045 berpotensi menghasilkan devisa sebesar USD 97,51 miliar per tahun atau setara dengan 8,9 kali devisa tahun 2017.
Ini bisa terwujud melalui konfigurasi bisnis baru kehutanan, yaitu industri berbasis hasil hutan bukan kayu, pengembangan agroforestry, ekowisata, jasa lingkungan, dan bio energi.
BACA JUGA: Ayo Lindungi dan Selamatkan Orang Utan di Indonesia!
“Potensi pemanfaatan hutan ini merupakan bentuk penerapan Nawacita dari sektor kehutanan, yang ditandai dengan indeks kualitas lingkungan hidup harus lebih baik yang artinya kualitas air, udara dan land cover juga harus lebih baik,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono.
Dia menyampaikan, bahwa perlu kerja sama dengan berbagai pihak, terutama pihak pelaku industri bidang kehutanan untuk melaksanakan pemerataan ekonomi dari sektor kehutanan sambil mendorong produktivitas hutan Indonesia.
BACA JUGA: Boyong Jajaran Eselon I, Menteri Siti Kunjungi PBNU
KLHK menurutnya telah melakukan beberapa perbaikan regulasi yang telah disepakati dengan para pelaku usaha, di mana hal ini juga mampu mendorong terciptanya good governance.
Selain hasil hutan kayu, Indonesia sedang menggalakkan produksi hasil hutan bukan kayu, untuk agroindustry yang digarap bersama-sama dengan pertanian dengan alokasinya adalah sekitar 20 persen untuk tanaman kehidupan, sebagian lainnya untuk ekowisata, di mana salah satu yang cukup berhasil adalah kawasan ekowisata di Danau Toba dan juga Kalimantan Timur yang mengembangkan wisata alam orang utan, bekantan dan hutan pantai, ekowisata seperti jasa tata kelola air.
BACA JUGA: Kinerja Dinilai Positif, KLHK Harus Terus Melangkah
Indonesia juga memiliki potensi biomassa yang sangat besar. “Di APHI itu, konsep berbisnisnya selain mendapat revenue, berbisnis juga harus menciptakan hutan yang lestari, berkelanjutan dan berkeadilan, baik di hutan tanaman, hutan restorasi, hutan rakyat, serta mampu menyerap tenaga kerja,” kata Ketua Asosasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo.
Kondisi sektor usaha hulu kehutanan Indonesia saat ini menunjukkan penurunan. Dari 260 izin usaha pemanfaatan hasil hutan, pemanfaatan hutan alam yang masih berjalan sebesar 78 persen, sementara izin usaha hutan tanaman dari 292 izin yang ada sekitar 59 persen masih aktif, serta 16 izin restorasi ekosistem.
Saat ini, bagaimana sebenarnya kondisi atau prestasi dari sektor kehutanan? Bila melihat dari sektor produksinya ada tren yang naik bila dibandingkan dari tahun 2013 ke tahun 2017, produksi kayu bulat lebih banyak dari hasil hutan tanaman yang mencapai 38,8 juta m3 pada tahun 2017, sementara dari hutan alam hanya 5,34 juta m3.
Hutan tanaman itu bersifat berkelanjutan atau sustainable, artinya apa yang ditebang pasti akan ditanami kembali, karena keperluannya untuk industri dengan sifat produksi massa (mass production).
Sementara sepanjang 2012-2016, penerimaan PNBP dari sektor kayu dan non kayu tercatat memberikan PNBP senilai sekitar 1,4 Triliun. Secara kinerja ekspor produk kayu Indonesia selama enam tahun mengalami kenaikan.
Bila di tahun 2012, dari sektor produk kayu Indonesia mengekspor USD 10.02 miliar, sementara tahun 2016 industri ekspor produk kayu sebesar USD 9,87 miliar dan tahun 2017 meningkat hingga USD 10.94 miliar, dengan tren yang cukup baik untuk industri plywood (kayu lapis), dan furniture.
Menurut Indroyono, APHI telah membuat road map pembangunan kehutanan Indonesia dari tahun 2016-2045. Menurutnya perlu dilakukan upaya perbaikan bisnis proses di sektor kehutaan.
Sementara itu MenLHK Siti Nurbaya Bakar, saat kongres pengusaha hutan beberapa waktu yang lalu, telah menyampaikan untuk para pengusaha juga mulai melakukan diversifikasi baik melalui agroforestry, ecotourism dan lain sebagainya yang bisa segera dikembangkan, ditambah lagi transparansi segala bentuk perizinan. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PT Jambi Menangkan KLHK atas Korporasi Penyebab Karhutla
Redaktur : Tim Redaksi