Nilai kiriman uang dari warga Australia ke seluruh dunia untuk membantu keluarga di negara asal mereka mencapai lebih dari Rp 10 triliun setiap tahunnya. Namun pengiriman uang dari Australia ke Australia semakin susah karena semakin ketat aturannya. Pengiriman uang dari Australia ke luar negeri setiap tahunnya mencapai Rp 10 triliun Karena adanya denda mengenai pelanggaran UU Anti Pencucian Uang di Australia, bank menutup akun bisnis yang legal Banyak nasabah harus membawa uang tunai atau menggunakan bisnis yang ilegal untuk pengiriman uang
BACA JUGA: Optimalkan Layanan, Kehadiran Bank Digital Dinilai Sangat Mendesak
Salah satu penyedia layanan jasa pengiriman uang ke Indonesia yang dikelola warga Indonesia di Australia juga mengakui mengalami kesulitan ini.
Mohammad Ariawan adalah Direktur Kangaroo Service dan PT Kangaroo Ausindo yang menangani pengiriman uang dari Australia ke Indonesia atau sebaliknya.
BACA JUGA: Selamat, 26 Bank Raih Indonesia Best BPD Award 2020
Menurutnya, sejak didirikan tahun 1999, perusahaannya sekarang memiliki tiga staf di Indonesia dan delapan staf di Indonesia.
"Sejak kami pertama beroperasi akun bank kami sudah ditutup oleh bank CBA, ANZ, WBC, NAB, Bendigo, BoQ, Macquarie, Auswide Bank," kata Ariawan kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya.
BACA JUGA: Terus Hadirkan Kemudahan, Bank DBS Indonesia: Bisnis Manajemen Kekayaan Akan Terus Tumbuh
"Penutupan dilakukan secara sepihak dan kami hanya diberikan waktu 30 hari untuk mencari solusi lain."
"Permohonan akun kami ke bank-bank lain ditolak, bahkan sebelum kami mengisi formulir," kata Ariawan.
Alasan bank-bank besar menutup akun-akun jasa pengiriman uang adalah karena khawatir jika mereka akan melanggar hukum.
Beberapa bulan lalu, bank Westpac dikenai denda lebih dari $1,3 miliar, atau lebih dari Rp1,3 triliun, karena tidak melakukan cukup usaha untuk menghentikan tindak kriminal pencucian uang dan membiayai tindak terorisme.
Lembaga penyelidik kejahatan keuangan di Australia AUSTRAC juga menjatuhkan denda sebesar $700 juta kepada Commonwealth Bank untuk tidakan serupa di tahun 2018 yang melanggar UU Anti Pencucian Uang dan Pembiayaan Kontra Terorisme.
Diketahui beberapa bank menutup akun jasa pengiriman uang ke luar negeri, khususnya ke negara-negara yang terlibat konflik seperti di kawasan Afrika, karena takut uangnya akan digunakan untuk membiayai kegiatan terkait terorisme atau pencucian uang. Bisnis bisa ditutup sewaktu-waktu
Akibat maraknya bank-bank besar di Australia menutup akun jasa pengiriman uang, penyedia jasa layanan pengiriman uang mengalami gangguan dalam menjalankan bisnisnya meski sudah resmi terdaftar di AUSTRAC dan mematuhi aturan hukum di Australia.
"Setiap kali kami ganti akun, kami surati nasabah-nasabah kami mengenai pergantian akun dan juga mengganti semua keterangan lainnya, semua atas biaya sendiri," kata Ari.
"Tidak sedikit customer yang tidak sempat melihat informasi ini dan mengirimkan dananya ke rekening [kami] yang sudah ditutup."
"Ini mengakibatkan transfer lebih lama diproses, karena harus menunggu dana kembali dulu dari [akun] bank lama dan re-transfer."
"Ini sangat menyulitkan bagi nasabah kami."
Selain masalah dengan nasabah, Ariawan juga mengatakan tingkat kepercayaan dari nasabah bisa menurun.
"Secara reputasi juga muncul di benak pelanggan, 'kenapa sih Kangaroo Service ditutup? Jangan-jangan illegal' disini kami selalu berikan penjelasan jika kami berizin di Australia maupun di Indonesia," jelasnya.
Ariawan mengatakan selalu ada ancaman jika bisnis mereka akan ditutup sewaktu-waktu.
"Kami tidak tahu kapan kami tiba-tiba akan stop beroperasi. Saat ini kami tidak memiliki akun bank atas nama kami, tetapi menggunakan rekening dari salah satu Asosiasi Jasa Pengiriman Uang (RNP) di Australia."
"Ini menjadi biaya tambahan yang harus kami emban untuk menyelenggarakan bisnis transfer dana," kata Ariawan. Photo: Wiraswastawan Mohamed Ibrahim sudah menjadi nasabah Commonwealth Bank sejak tahun 1982 namun akunnya ditutup karena dia mengirim uang ke Somalia. (ABC News: Michael Barnett)
Banyak berdampak bagi pengiriman ke Afrika
Hampir 50 persen warga di Australia dilahirkan di luar negeri atau memiliki setidaknya satu dari orang tua yang lahir di luar di Australia.
Tingkat ketergantungan akan kiriman dana dari Australia terus meningkat dengan dalam 10 tahun terakhir, dengan peningkatan pengiriman uang mencapai 100 persen.
Salah satu dampak dari penutupan akun penyedia jasa layanan pengiriman uang adalah pengiriman uang ke Afrika semakin sulit dilakukan karena jasa pengiriman uang tidak bisa menggunakan bank biasa.
Seperti yang dirasakan oleh Mohamed Ibrahim seorang pebisnis bidang eletronik sudah menjadi pemegang akun di Commonwealth Bank.
Dia sering mengirimkan dana sekitar $1 juta, atau sekitar Rp10 miliar per bulan ke Somalia.
Akunnya di Commonwealth Bank ditutup minggu lalu dan sekarang sudah mencoba membuka akun di 14 bank terpisah namun semuanya menolak.
Masalahnya, menurut Ibrahim, ketakutan ada pada kalangan perbankan sendiri.
"Ada istilah di Australia mengenai 'dampak yang tidak diperkirakan sebelumnya' dan itulah yang terjadi," kata Ibrahim.
Karenanya, warga yang mengirimkan uang harus membawa uang tunai, atau mengirimkan dengan cara-cara lain, yang malah tidak masuk dalam pantauan pihak berwenang.
"[AUSTRAC] mengatakan "kamu tidak melakukan kesalahan, kamu punya lisensi, kamu bisa mengumpulkan dana," kata Ibrahim.
"Tetapi bank menolak bekerjasama dengan kami, dan AUSTRAC tidak bisa memaksa bank untuk membuka akun untuk kami, sehingga terserah kepada kami untuk mengambil langkah lainnya."
AUSTRAC adalah lembaga seperti PPATK di Indonesia yaitu pusat pelaporan dan transaksi keuangan di Australia. 'Situasi hidup dan mati'
Meski sudah terdaftar di AUSTRAC dan sudah mengikuti aturan dengan mengecek latar belakang pengirim uang untuk mengurangi kemungkinan uang akan digunakan membiayai terorisme dan pencucian, Abdi Adam, direktur jasa pengiriman uang Bakaal Worldwide tidak bisa membuka akun bank selama empat tahun terakhir. Photo: Director jasa pengiriman uang Bakaal Worldwide Abdi Adam di depan kantornya di Footscray. (ABC News: Michael Barnett)
"Kalau orang-orang tidak mendapat kiriman uang, mereka akan mati. Ini menunjukkan betapa pentingnya uang itu," katanya.
"Ini seperti situasi hidup dan mati."
Tanpa adanya akun bank, Abdi harus memegang uang tunai dalam jumlah jutaan dolar setiap bulannya.
Ini tidak saja menjadi berbahaya dan mahal bagi bisnis yang dijalankannya, konsumennya harus bepergian jauh dengan membawa uang tunai karena tidak bisa menggunakan secara online.
Di saat bank berusaha mengurangi resiko melanggar hukum, mereka yang mengirimkan uang terpaksa menggunakan jalur yang tidak resmi yang malah lebih berbahaya.
Laporan tambahan Daniel Ziffer dari artikel bahasa Inggris bisa dilihat di sini
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dukung Pemulihan Ekonomi Nasional, LPEI Kembali Jalin Kerja Sama dengan 4 Bank