jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti merasa terganggu ketika para intelektual hukum memilih diam dan enggan bersuara untuk menyelamatkan demokrasi dari cengkeraman oligarki dan dinasti politik.
Bivitri Susanti mengatakan itu saat menjadi pembicara diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (14/11) bertema Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik.
BACA JUGA: Jokowi Harus Tahu, Romo Magnis Menyebut Tanpa Malu Bangun Dinasti hingga Sudah Lama Ragu
"Saya terganggu banyak orang pintar khususnya orang hukum, tetapi masih bisa diam saja melihat ada yang salah luar biasa dalam penyelenggaraan negara belakangan ini," kata dia, Selasa.
Bivitri mengatakan para intelektual seharusnya tidak perlu khawatir dicap mendukung bakal capres-cawapres tertentu ketika bersuara demi mewujudkan demokrasi yang sehat.
BACA JUGA: Stafsus BPIP Romo Benny Susetyo Tegaskan Pancasila Jawaban atas Permasalahan di Indonesia
"Logika moral dulu. Nanti, siapa pun yang dipilih, terserah. Mau memilih atau tidak juga hak, tetapi dari pagi-pagi ini punya kekhawatiran bersikap karena tidak mau dicap salah satu pendukng calon, ini demokasi kita bahaya," kata Bivitri.
Adapun, tokoh yang hadir dalam diskusi ialah para pakar hukum tata negara seperti Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar atau Uceng, dan Refly Harun.
BACA JUGA: Bobby Menantu Jokowi Terbukti Melanggar Kode Etik, Tidak Pantas Jadi Kader PDIP
Diskusi yang sama juga dihadiri peneliti LIPI Ikrar Nusa Bakti, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid, hingga budayawan Romo Magnis Suseno.
Dia meminta semua pihak untuk berani menggunakan kompas moral dengan mengatakan penyelenggaraan negara yang keliru dijawab salah.
"Pegangan itu adalah kompas moral. Kok, bisa ada intelektual melihat suatu kesalahan, tetapi diam saja. Ini pertanda bahwa demokrasi kita bahaya," kata Bibit, sapaan Bivitri Susanti. (ast/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Guru Besar IPB Menganggap Jokowi Layak Disebut Sebagai King of Big Liar
Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Aristo Setiawan