jpnn.com, JAKARTA - Staf Khusus (Stafsus) Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo menegaskan Pancasila merupakan jawaban dari semua permasalahan yang terjadi di Indonesia.
Penegasan ini disampaikan Romo Benny pada Peluncuran dan Bedah Buku 'Iman Dalam Tantangan' karya Franz Magnis-Suseno di Kompas Institute, Jumat (27/10).
BACA JUGA: Kepala BPIP Sampaikan Pentingnya Pembinaan Ideologi Pancasila Kepada Para Santri
Romo Benny menyampaikan buku 'Iman Dalam Tantangan' ini mempertanyakan sesuatu yang penting.
"Romo Magnis membuka hati kita semua, para pembaca, kepada orang-orang untuk memiliki kesadaran, 'saya ada di mana?' Buku ini secara reflektif betul mempertanyakan eksitensi kita di dunia ini," ulas Romo Benny dalam keterangannya, Sabtu (28/10).
BACA JUGA: Waka BPIP Tekankan Kebijakan & Regulasi Harus Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila
Buku karya Franz Magnis-Suseno itu juga memberikan tantangan bagi pembaca.
"Kita ditantang bukan hanya sekadar mencari eksistensi diri dan menyatakan bahwa 'kita ada di sini', tetapi kita harus juga bisa menyatakan, 'kita berbuat apa'," terangnya.
BACA JUGA: Menuju Indonesia Emas 2045, BPIP Siapkan Generasi Muda Berkarakter Pancasila
Menurut Romo Benny, hal ini juga menjawab pertanyaan relevansi Pancasila di kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
"Ada beberapa tantangan di dunia ini yang disampaikan dalam buku, contohnya demokrasi, kapitalisme, Artificial Intellegence (AI), fundamentalisme. Saya pikir, Pancasila adalah jawaban menghadapi tantangan-tantangan ini," tegasnya.
Lebih lanjut pakar komunikasi politik ini menjelaskan bagaimana Pancasila benar-benar bisa menjawab tantangan-tantangan ini.
"Pancasila tidak bisa lagi hanya ada di atas sana, menjadi sebuah hafalan, hanya mengatur norma-norma tertulis dan yuridis. Kita tidak bisa lagi memperlakukan Pancasila sebagai hafalan seperti dahulu, ada P4 dengan semua butir-butirnya, Pancasila tidak bisa lagi menjadi dogmatis," terangnya.
Romo Benny menegaskan Pancasila harus menjadi acuan moralitas publik Indonesia, bukan lagi acuan moralitas pribadi dan personal.
"Bagaimana kemudian nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial, benar dilakukan oleh bangsa Indonesia, dan tersebut sekaligus menjawab tantangan-tantangan yang disampaikan di buku ini," jelasnya.
Romo Benny pun menyarankan agar buku ini seharusnya juga dibaca oleh para elit politik.
"Supaya mereka memiliki hati yang terbuka agar Pancasila benar bisa dan mampu membangun peradaban. Elite politik dapat kemudian mendorong bahwa Pancasila bukan hanya sekadar hafalan, tetapi menjadi nafas dan tata cara kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia," tegasnya kembali.
Benny pun menutup pernyataannya dengan sebuah seruan, yakni Pancasila tidak lagi sebagai sesuatu yang normatif, hafalan, dogmatif.
Dia mengingatkan jika terus seperti ini, Pancasila jadinya tidak memiliki arti lagi.
"Pancasila harus menjadi ideologi hidup dan ideologi yang bekerja sehingga semua lapisan masyarakat, bahkan generasi milenial dan generasi Z bisa mewujudkan Pancasila, dan Pancasila menjadi jawaban dari permasalahan Indonesia," pungkasnya.
Acara tersebut turut dihadiri Franz Magnis-Suseno sebagai penulis buku 'Iman Dalam Tantangan' dengan menghadirkan sejumlah pembicara, seperti Fitzgerald Kennedy Sitorus (ahli filsafat dan pengajar), Maria Margaretha Hartiningwih (wartawan senior Kompas), Feby Indirani (penulis dan sastrawan), serta Bhikkhu Dhammasubho Mah?thera. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi