jpnn.com, BATAM - Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Batam mencatat masih banyak sekolah swasta yang masih kekurangan siswa setiap Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Untuk itu, BMPS siap membantu jika dilibatkan untuk mengatasi anak didik yang tidak tertampung di sekolah negeri.
Sekretaris BMPS Kota Batam Heri Supriyadi mengungkapkan, seperti tahun 2018 lalu hanya sekolah berbasis tertentu yang terpenuhi daya tampungnya. Dia memperkirakan ada sekitar sembilan sekolah.
BACA JUGA: Respons JK Soal Keluhan Pengusaha Galangan Kapal terkait BMAD
"Lainnya banyak yang di bawah 65 persen (daya tampungnya terpenuhi)," kata Heri kepada Batam Pos, Selasa (2/4).
Ditanya perihal ada atau tidak sekolah yang terpaksa tutup karena kekurangan siswa, Heri mengaku belum mengetahui secara pasti. Namun yang pasti ada sekolah yang siswanya jauh lebih sedikit dibanding seharusnya minimal 20 siswa perkelas.
BACA JUGA: Wapres Pastikan BP Batam akan Dipimpin Wali Kota Usai Pilpres
"Yang tutup belum ada laporan, tapi kekurangan murid banyak. Dipaksakan 8 atau 9 orang ada, padahal minimal 20 orang. Ini masih banyak," terangnya.
Menyikapi hal ini, dia berharap pemerataan siswa di sekolah negeri maupun sekolah swasta dapat terlaksana pada tahun 2019 ini. Heri menyampaikan pada prinsipnya BMPS mendukung program pemerintah dalam rangka menjamin anak bangsa tetap bersekolah dan wadah atau tempatnya anak bersekolah yang mumpuni tetap ada.
BACA JUGA: BPN Targetkan Tahun 2021 Seluruh Tanah di Batam Terdaftar
"Program pemerintah agar tidak ada anak yang tidak sekolah, hakikatnya sangat kami dukung," imbuhnya.
Maka dari itu, sekolah swasta siap membantu pemerintah dan sekolah negeri untuk mewujudkan hal ini. Caranya, kata dia, sekolah yang tidak mampu menampung calon murid dapat berkoordinasi dengan sekolah swasta yang terdekat dengan sekolah negeri yang bersangkutan.
"Sekolah negeri tak boleh jor-joran juga, kalau tidak mampu jangan dipaksakan. Kalau bisa bicarakan dengan sekolah swasta atau ajak rembuk, kami siap," imbuhnya.
Lalu bagaimana dengan rencana pemberlakuan dua shift, dia mengatakan dua shift sejatinya tidak searah dengan pemenuhan layanan mutu pendidikan yang baik, seperti tertuang dalam Kurikulum 13.
"Ini tentu berpulang pada orang tua, hendaknya memandang pendidikan bagi anak adalah investasi besar bagi masa depan anak yang bersangkutan. Karena dua shift tidak akan mungkin mencapai layanan mutu yang diharapkan," beber dia.
Sementara pemerintah, menurut dia, jika ada desakan dari masyarakat memang terkadang mengambil opsi ini sebagai kosenkuensi dari tugas pemerintah tentang pendidikan dasar. "Maka perlu kesadaran semua pihak.
Investasi ke anak bukan halabyang merugikan, ini salah satu yang wajib untuk yang baik dengan memberikan pendidikan yang baik," pungkasnya. (jpg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PPDB 2019 Dipastikan Tetap Pakai Sistem Zonasi
Redaktur & Reporter : Budi