jpnn.com - JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) belum dapat memrediksi jumlah warga negara Indonesia yang telah bergabung dengan kelompok militan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS).
Demikian juga terkait seberapa besar kekuatan ISIS di Indonesia saat ini. Namun begitu diakui, dasar-dasar radikalisasi sudah cukup kuat mengakar di tengah masyarakat.
BACA JUGA: Ini Nama 16 WNI yang Hilang di Turki
“Kita bisa saja mengatakan hari ini jumlah (WNI yang bergabung dengan ISIS, red) 10 orang, tapi ternyata 15 orang. Angka itu menurut saya tidak akan menyelesaikan masalah,” ujar Juru Bicara BNPT Irfan Idris, di Jakarta, Kamis (19/3).
Menurut Irfan, yang paling penting saat ini bagaimana memberikan pemahaman kepada masyarakat, gerakan terorisme berbahaya bagi keberlangsungan negara Indonesia yang begitu beragam. Pasalnya, jika tidak diberi pemahaman, penindakan apapun yang dilakukan tidak akan maksimal.
BACA JUGA: Polisi Buru Pendukung ISIS Pengirim SMS Ancaman Bunuh Jokowi
“Kalau nama bisa berganti-ganti, mau apapun namanya tetap saja itu ideologi radikalisasi. Sekarang yang perlu ditinjau itu pengaruh-pengaruh radikal. Yang menglobal itu kan arogansi adidaya di belahan bumi lain, menjadikan radikal (berkembang di kawasan lain, red). Tapi tidak semua radikal itu teroris. Radikal yang negatif itu kalau menginginkan perubahan cepat dengan cara kekerasan seperti aksi-aksi terorisme,” katanya.
Menurut Irfan, BNPT saat ini sudah mengklasifikasi kelompok-kelompok radikal yang ada di Indonesia. Setelah dilakukan pemetaan, langkah selanjutnya melakukan pendekatan pencegahan dan penegakan hukum.
BACA JUGA: Polisi Juga Bidik Vendor Payment Gateway
“Untuk warga binaan pemasyarakatan teroris, tahun ini kita juga melakukan deradikalisasi. Selain itu kita juga membentuk satuan tugas penindakan dan pencegahan. Ini agar masyarakat tidak mudah mengikuti,” katanya.
Lewat gerakan deradikalisasi yang dilakukan, sejumlah warga binaan yang terlibat gerakan terorisme di Indonesia, kata Irfan, saat ini sudah sangat kooperatif. Contohnya seperti Umar Patek, sudah mau mengibarkan bendera Merah Putih. Karena itu tidak heran jika banyak di antaranya meminta pengurangan masa tahanan.
“Misal Umar Patek, sudah sangat kooperatif. Dia mau mengibarkan bendera Merah Putih. Acuan kita, tentu apa yang kita lihat. Tidak bisa melihat apa yang ada di kepala mereka. Makanya untuk pengurangan masa tahanan, kita tetap koordinasi dengan kemenkumkam,” katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... TKB CPNS Bakal Gunakan CAT
Redaktur : Tim Redaksi