Body Contouring Bisa Jadi Solusi Bagi Penderita Obesitas

Kamis, 27 Juni 2024 – 17:55 WIB
Para pemateri dalam media briefing tentang teknik Body Contouring yang merupakan salah satu solusi medis bagi pasien obesitas untuk meningkatkan kualitas hidup, dan bukan alasan kosmetik semata. Foto Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Teknik Body Contouring bisa menjadi salah satu solusi medis bagi pasien obesitas untuk meningkatkan kualitas hidup, dan bukan alasan kosmetik semata. 

Menurut Direktur Utama Klinik Utama DR. Indrajana dr. Mustapa Widjaja, dibandingkan prosedur bedah plastik lainnya, Body Contouring memberikan hasil dengan komplikasi lebih rendah, minim rasa sakit, waktu pemulihan cepat, dan pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasa.

BACA JUGA: Cegah Obesitas dengan Mengonsumsi 6 Makanan Ini

Body Contouring telah menjadi terobosan signifikan dalam bidang bedah plastik di klinik Utama DR. Indrajana.

Selain untuk mengurangi lemak, membentuk tubuh, dan mengatasi area-area tertentu yang tidak berubah, Body Contouring bisa mengatasi adanya risiko kelebihan kulit setelah penurunan berat badan yang signifikan.

BACA JUGA: 3 Manfaat Jus Pare, Cegah Anda Mengalami Obesitas

“Kami berkomitmen memberikan pelayanan yang terbaik dan inovatif bagi pasien,” tambahnya dalam Media Briefing di Jakarta, Kamis (27/6).

Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik, dr. Qori Haly, Sp.BP-RE memaparkan penderita obesitas di Indonesia pada 2024 makin meningkat, yaitu 6.53 persen pada lelaki dewasa dan perempuan dewasa16, 58 persen.

BACA JUGA: Kasus Obesitas Meningkat, Paula Verhoeven Optimistis Morezlimme Jadi Solusi

Pada anak laki-laki 11,26% dan perempuan 10,30%. 

"Artinya ada kenaikan peringkat obesitas Indonesia di usia muda dibanding negara lainnya di dunia," bebernya.

Kecenderungan meningkatnya angka obesitas pada usia muda akan membebankan anggaran kesehatan untuk menanggulangi komplikasinya di masa datang.

Kenaikan angka itu diduga disebabkan oleh kemajuan teknologi sehingga mengubah gaya hidup yang tadinya banyak bergerak menjadi lebih banyak duduk (sedentary). 

"Kemajuan teknologi bisa menyebabkan stres dan depresi kejiwaan yang tinggi, produksi makanan dan minuman yang berkalori tinggi, transportasi yang semakin mudah sehingga jarang berjalan kaki, dan kesibukan yang tidak memungkinkan untuk berolahraga," kata dokter Qori.

Ditambah adanya zat-zat polutan baik gas, kimia, dan radiasi yang mengakibatkan gangguan metabolisme dan organ tubuh.

Semua itu menyebabkan terjadinya penumpukan lemak akibat kalori yang berlebihan dan menimbulkan beberapa penyakit komorbid seperti, Diabetes Mellitus, penyakit pembuluh darah jantung dan otak, dan gangguan organ seperti gagal ginjal. 

"Masyarakat perlu memahami risiko peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat obesitas," terangnya. 

Lebih lanjut dokter Qori menjelaskan, penanganan obesitas memerlukan kerja suatu tim di mana ada dua bagian yang saling berhubungan yaitu ’Body slimming’ dan ’Body Contouring’. Pada tahap awal akan dilakukan pemeriksaan kesehatan sesuai dengan usia dan kondisi saat itu. 

Usia di bawah 18 tahun akan dilakukan oleh dokter spesialis anak.

Usia di atas 18 tahun dilakukan dokter spesialis penyakit dalam.

Dokter tersebut akan mencari masalah apa yang terjadi sebelum menjalani program dan melakukan pemeriksaan penunjang laboratorium serta radiologi.

Setelah dokter memutuskan apakah pasien dalam kondisi optimal untuk menjalani program atau perlu koreksi dan terapi maka akan dilakukan pemilahan pertama.

Apabila Indeks Massa Tubuh BMI di atas 40 atau di atas 35 dengan penyakit pemberat/komorbid termasuk golongan ’Morbid Obese’ maka pilihannya adalah program ’Body slimming’. 

Ini merupakan teknik menurunkan berat badan dengan cara tanpa operasi yaitu mengatur pola makan dengan ahli gizi dan spesialis gizi medik.

Lantas melakukan latihan fisik dengan bimbingan ahli fisioterapi atau dokter spesialis olahraga dan rehabilitasi medik, konsultasi dan terapi dari dokter spesialis penyakit dalam atau anak bagian endokrin atau tumbuh kembang. 

"Apabila program penurunan berat badan tidak berhasil, maka dapat dilakukan pembedahan Bariatrik (lambung) yang dilakukan dokter spesialis bedah digestif dan sedot lemak (liposuction) oleh spesialis bedah plastik rekonstruksi dan estetik,” jelasnya.

Untuk kondisi ’morbid obese’, liposuction atau sedot lemak dilakukan secara bertahap untuk mengurangi lapisan lemak di bawah kulit bagian leher, dada, lengan atas, paha atas, bokong dan perut, tetapi bukan untuk mengurangi lemak di dalam rongga perut, karena untuk mengurangi lemak dalam rongga perut adalah mengurangi asupan kalori dan aktivitas fisik. 

Dikatakannya, liposuction bukan cara untuk menurunkan berat badan, tetapi mengurangi lapisan lemak dalam di tubuh. Namun, lemak permukaan tetap ada untuk mempertahankan permukaan kulit rata tidak bergelombang. 

"Lapisan lemak sisa ini yang akan bertambah apabila tidak menjaga asupan kalori setelah tindakan, jadi diperlukan pemeliharaan dengan menjaga makanan dan aktivitas fisik," tuturnya.

Sebelum melakukan program Body Contouring pasien harus konsultasi dengan dokter mengenai pemeriksaan awal, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Setelah kondisi optimal untuk pembiusan dan pembedahan maka akan di persiapkan tindakan. 

Beberapa syarat yang harus dilakukan pasien sebelum pembiusan seperti berhenti merokok, minum alkohol, minum vitamin, hormon dan pengencer darah dua minggu sebelum dan sesudah. Diperlukan puasa 6 jam sebelum dilakukan tindakan pembiusan sedasi atau umum.

Tindakan Body Contouring dapat berupa liposuction untuk mengurangi lapisan lemak bawah kulit, aplikasi untuk mengencangkan otot seperti di perut dan bokong dan membuang kulit yang berlebih sehingga lebih kencang seperti di leher, lengan atas, dada, perut, bokong dan paha. 

"Contoh kondisi perut yang membuncit mengakibatkan kelainan tulang belakang seperti nyeri karena posisinya membungkuk tidak bisa menahan beban isi perut dikarenakan otot perut yang lemah," tambahnya.

Setelah mengurangi volume isi perut dan lapisan lemak serta pengencangan otot perut, maka postur akan berangsur kembali tegak dan mengurangi gejala nyeri di tulang belakang.

Selain itu, luka-luka pada sela-sela kulit yang terinfeksi akibat lecet dan lembab akibat kulit yang menggelambir akan membaik seiring perbaikan kulit menjadi kencang dan rata.

"Kami juga memperhatikan kondisi setelah operasi dengan meminimalisir bekas luka dengan alat tanpa jahitan kulit dan menangani bekas luka agar rata dan halus,” pungkasnya. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Fajri, Pria Obesitas 300 Kilogram Meninggal Dunia


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler