jpnn.com - Kondisi air susu pada masing-masing ibu tentu berbeda. Ada yang berlimpah, ada pula yang kurang.
Untuk memenuhi kebutuhan ASI anak, ada yang meminta donor ASI. Namun, ada pula yang menjual ASI berlimpahnya.
BACA JUGA: KDRT Suami Kepada Istri Termasuk Perbuatan Maksiat
Lantas apa hukumnya melakukan transaksi jual beli ASI?
Mayoritas ulama dalam mazhab Syafi’i memperbolehkan jual beli ASI karena ASI adalah benda suci, mempunyai kemanfaatan, dan boleh diminum.
Alasan (illat) tersebut mengacu pada qiyas susu kambing yang memiliki sifat serupa. Demikian menurut pendapat yang dibuat pegangan (mu’tamad).
BACA JUGA: Si Anu Tiba-tiba Kokoh Berdiri Tanpa Rangsangan Seksual? Jangan Khawatir, Atasi dengan Cara Berikut
"Sah menjual susu perempuan karena benda tersebut suci, dapat diambil manfaat, maka disamakan dengan susu kambing-kambing. Demikian pula dengan susu yang dikeluarkan oleh pria (jika memungkinkan). Hal ini berdasarkan atas kesuciannya susu tersebut. Pendapat ini adalah yang dibuat pegangan sebagaimana pada bab najasah.” (Muhammad bin Ahmad al-Khatib as-Syarbini, Mughnil Muhtaj).
Hal senada juga disampaikan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab yang menyebutkan penjualan susu hukumnya diperbolehkan tanpa ada kemakruhan sama sekali. Demikian yang dibuat acuan mazhab Syafii dan menjadi keputusan pengikut-pengikut mazhab Syafi’i.
BACA JUGA: Orang Tua yang Sabar Ditinggal Wafat Anaknya Bakal Masuk Surga
Berbeda dari mazhab Hanafi dan Maliki. Imam Abu Hanifah dan Imam Malik menyatakan jual beli susu tidak diperbolehkan.
Sedangkan di kalangan mazhab Hanbali terdapat dua perbedaan pendapat.
Ulama yang tidak memperbolehkan berargumentasi bahwa menjual ASI bukanlah hal yang lazim.
Selain itu ASI termasuk kelebihan daripada anggota tubuh manusia seperti halnya keringat, air mata, dan ingus.
“Sesuatu yang tidak boleh dijual secara global menjadi satu, maka tidak boleh dijual terpisah” seperti halnya rambut. Tubuh manusia secara utuh tidak boleh diperjualbelikan, maka menjual bagian dari tubuh secara terpisah seperti rambut, misalnya, hukumnya juga tidak boleh.
“Abu Hanifah dan Malik menyatakan tidak boleh menjual ASI. Dan dari Imam Ahmad menjelaskan ada dua perbedaan pendapat.
Dengan demikian bisa disimpulkan, jual beli ASI bagi mazhab Syafi’i diperbolehkan menurut pendapat yang paling kuat.
Umat Islam Indonesia yang mayoritas bermazhab Syafi’i boleh saja mengambil pendapat keabsahan transaksi jual beli ASI, dengan tetap memperhatikan konsekuensi hukumnya, yakni terbentuknya hubungan mahram (haram dinikah) antara si anak penerima ASI dan si ibu penyuplai ASI.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada