jpnn.com - Mandi besar dilakukan oleh setiap muslim yang sedang dalam keadaan hadas besar.
Mandi ini diwajibkan bagi mereka yang telah junub, berhubungan badan, haid dan nifas.
BACA JUGA: Dewi Perssik: Cerai, ya Hayo
Mandi besar dilakukan untuk menyucikan diri agar bisa kembali beribadah sesuai syariat Islam.
Namun, tak sedikit orang yang enggan atau menunda mandi wajib lantaran dinginnya cuaca di malam maupun di pagi hari. Kondisi tersebut apakah diperbolehkan?
BACA JUGA: Lulusan Pesantren Bingung Cari Kerja? Jangan Khawatir, Ini Solusinya
Kata al-muwalah didefinisikan oleh Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh sebagai berikut:
Al-muwalah atau al-wala’ adalah beriringannya membasuh anggota wudu sekiranya di antara anggota tersebut tidak terjadi pemisah secara kebiasaan (urf). Al-muwalah dapat juga diartikan beriringannya membasuh anggota tubuh sebelum keringnya anggota yang sebelumnya telah dibasuh, beserta keadaan, waktu, tempat dan iklim yang normal (Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz 1, hal. 385).
BACA JUGA: Belum Jalankan Rukun Islam Kelima Tetapi Sudah Dipanggil Haji, Bagaimana Hukumnya?
Sedangkan dalam mencicil mandi, tidak ada proses al-muwalah karena tidak beriringan dan tentu basuhannya telah mengering.
Menyikapi al-muwalah ini, ulama terdahulu telah merinci hukumnya dalam lintas mazhab.
Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, disebutkan para ulama berbeda pendapat menghukumi al-muwalah ini:
Para ulama fiqih berbeda pendapat mengenai beriringan (al-muwalah) apakah merupakan bagian dari kewajiban mandi atau kesunnahan mandi?
Mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali berpandangan tentang kesunnahan al-muwalah dalam membasuh seluruh anggota badan, berdasarkan apa yang dilakukan Nabi Muhammad.
Ulama Hanabilah menegaskan ketika al-muwalah tidak dilaksanakan oleh seseorang sebelum sempurnanya basuhan mandi.
Sekiranya anggota yang dibasuh menjadi kering sebab adanya jarak waktu yang normal dan ia ingin menyempurnakan basuhannya, maka ia wajib memperbarui niatnya pada saat menyempurnakan basuhannya, sebab terputusnya niat dengan tidak beriringan (al-muwalah), maka basuhan yang masih tersisa dianggap terlaksana tanpa adanya niat. Sedangkan menurut mazhab Maliki, al-muwalah merupakan kewajiban mandi.
Pernyataan di atas menjelaskan al-muwalah dalam mandi besar berstatus sunah kecuali dalam mazhab Maliki yang menghukumi wajib.
Dalam kesunnahan ini, ulama mazhab Syafi'i berpatokan terhadap praktek al-muwalah dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar.
Ibnu Umar berwudu di pasar, ia membasuh dua tangan, wajah dan kedua lengannya sebanyak tiga kali, lalu masuk ke masjid dan mengusap dua selopnya setelah wudhu’nya kering, lalu ia salat (HR. Baihaqi).
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwasanya mencicil mandi besar hukumnya diperbolehkan, karena al-muwalah dalam mandi besar bukanlah suatu kewajiban melainkan sunah.
Oleh karenanya boleh saja seseorang membasuh sebagian dari anggota badannya pada malam hari asalkan disempurnakan keesokan hari ketika akan melakukan ibadah salat subuh.
Meski demikian, sebaiknya batas basuhan awal yang telah diniati sebagai mandi besar itu ditandai agar tidak ada anggota tubuh yang tidak terbasuh oleh air pada saat menyempurnakan basuhan kedua karena basuhan awal sudah mengering.
Jika seseorang ragu-ragu apakah bagian anggota tubuh telah dibasuh pada saat basuhan awal atau belum dibasuh, maka wajib untuk membasuh anggota tersebut.
Ibnu Umar berwudu di pasar, ia membasuh dua tangan, wajah dan kedua lengannya sebanyak tiga kali, lalu masuk ke masjid dan mengusap dua selopnya setelah wudhu’nya kering, lalu ia salat (HR. Baihaqi).
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan di atas maka bisa disimpulkan mencicil mandi besar hukumnya diperbolehkan, karena al-muwalah dalam mandi besar bukanlah suatu kewajiban melainkan sunnah.
Oleh karenanya boleh saja seseorang membasuh sebagian dari anggota badannya pada malam hari asalkan disempurnakan keesokan hari ketika akan melakukan ibadah shalat subuh.
Meski demikian, sebaiknya batas basuhan awal yang telah diniati sebagai mandi besar itu ditandai agar tidak ada anggota tubuh yang tidak terbasuh oleh air pada saat menyempurnakan basuhan kedua, karena basuhan awal sudah mengering.
Jika seseorang ragu-ragu apakah bagian anggota tubuh telah dibasuh pada saat basuhan awal atau belum dibasuh, maka wajib untuk membasuh anggota tersebut.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 6 Dampak Buruk Konsumsi Madu Secara Berlebihan, Harap Waspada!
Redaktur & Reporter : Yessy Artada