jpnn.com - JAKARTA - Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng) Bonaran Situmeang menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperlakukan dirinya secara sewenang-wenang.
Bonaran pun berniat terus melakukan perlawanan dari balik jeruji tahanan Rutan Guntur. Sudah dua kali bentuk perlawanan dia lakukan.
BACA JUGA: Kabut Asap Paksa TK dan PAUD di Sungaipenuh Diliburkan
Perlawanan pertama dilakukan saat tim pengacara dilarang membesuk ke rutan yang terletak di kompleks Markas Polisi Militer Komando Daerah Militer (Pomdam) Jaya itu.
Sumber JPNN menceritakan, pada Selasa (7/10), atau selang sehari penahanan, tim kuasa hukum yang dipimpin Tommy Sihotang, hendak membesuk Bonaran. Sesuai prosedur, sebelum membesuk ke rutan, harus mengurus izin dulu ke KPK.
BACA JUGA: Legislator Gerindra Pastikan KMP Solid di DPRD Banggai
Izin pun sudah dikantongi, lantas tim kuasa hukum Bonaran bertandang ke rutan, yang bangunannya merupakan peninggalan jaman Belanda itu.
"Tapi sampai di rutan, malah gak boleh masuk. Kata petugas di rutan, baru saja ada telepon dari KPK, katanya tidak boleh masuk, masa isolasi satu minggu tak boleh dibesuk. Tim pengacara langsung marah, protes, mengadu ke Komnas HAM. Rabu mereka baru bisa masuk ke rutan," beber sumber yang merupakan orang dekat Bonaran, kemarin (12/10).
BACA JUGA: Bonaran Situmeang Ditahan KPK, Sukran Jabat Plt Bupati Tapteng
Dia mewanti-wanti agar namanya tidak ditulis di media. Alasannya, agar dirinya tidak dipersulit izinnya jika ingin menemui Bonaran di rutan. "Itu perlawanan pertama," imbuhnya.
Yang kedua adalah mengirim surat ke Komnas HAM, Jumat (10/10) pekan lalu, karena Bonaran merasa dipersulit untuk menerima kiriman obat pengencer darah dari pihak keluarga. Sampai-sampai, suratnya yang dikirim ke Komnas HAM dan Ketua DPR itu diberi judul "Jangan Bunuh Saya".
Sakit apakah yang diderita Bonaran? Sumber itu menjelaskan, Bonaran sudah lama mengidap penyakit jantung. Jauh hari sebelum menjadi bupati, yakni saat masih aktif sebagai pengacara, Bonaran sudah menjadi pasien rawat jalan sebuah rumah sakit di Singapura.
"Kalau obatnya habis, ada kurir yang mengurus obatnya dari Singapura. Obat pengencer darah, itu bahasa awamnya. Setiap hari harus diminum," bebernya.
Apakah setelah kirim surat ke Komnas HAM, obat dimaksud sudah diterima dan dikonsumsi Bonaran? Dia belum berani memastikan. "Yang pasti kalau tak minum rentan pembekuan darah," imbuhnya.
Dia juga memastikan, Bonaran akan terus melakukan perlawanan. Diakui, sudah banyak saran yang masuk ke Bonaran agar dia tak melakukan perlawanan. Pasalnya, bisa-bisa sikapnya itu berdampak pada tingginya tuntutan hukuman yang akan diberikan oleh jaksa KPK nantinya.
"Tapi Bonaran sudah bertekad melawan. Katanya, harus ada yang berani melawan kesewenang-wenangan KPK. Dia tidak takut karena merasa tidak bersalah," beber dia.
Dari pihak KPK, tanggapan sudah disampaikan Juru KPK Johan Budi. Dengan nada enteng, Johan mengatakan, merupakan hak tersangka untuk menyampaikan kekecewaannya dan lapor ke Komnas HAM. "Tidak ada masalah. Silakan saja," kata Johan.
Sementara, Wakil Ketua Komnas HAM M Imdadun Rahmat, menjelaskan, bahwa orang-orang yang dibatasi kebebasannya, seperti ketika ditahan atau dipenjara, tetaplah harus mendapatkan perlakuan yang manusiawi.
"Misalnya tetap boleh berkomunikasi dengan keluarganya, kuasa hukumnya, dan juga hak menjaga kesehatannya," kata Imdadun kepada JPNN kemarin.
Komnas HAM juga tidak tergesa-gesa untuk mengambil kesimpulan terhadap pengaduan Bonaran. Tahapannya, pengaduan dikaji dulu. Jika hasil kajian ditemukan indikasi pelanggaran HAM, tim dari Komnas HAM akan melakukan pengecekan ke lapangan.
"Kalau memang disimpulkan terjadi pelanggaran, barulah dibuat rekomendasi untuk instansi terkait," pungkasnya. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tol Manado-Bitung Mulai Dibangun
Redaktur : Tim Redaksi