Booming Akik Berakhir, Begini Nasib Penambang Kalimaya di Lebak

Selasa, 20 Desember 2016 – 15:47 WIB
Perajin batu kalimaya di Kecamatan Maja. Foto: Radar Banten

jpnn.com - MAJA – Bisnis batu akik yang sempat booming beberapa waktu lalu kini kini sudah mulai lesu. Akibatnya, banyak penambang batu memilih banting stir ke profesi lain yang lebih menjanjikan.

Seperti yang dilakukan ratusan penambang batu kalimaya di Kecamatan Curugbitung dan Maja, Lebak, Banten. Cuaca ekstrem, penghasilan yang tidak menentu, dan menurunnya minat masyarakat terhadap batu kalimaya membuat mereka beralih profesi menjadi buruh.

BACA JUGA: Jogja Panen Wisatawan di Penghujung 2016

Endang, penambang batu kalimaya asal Kecamatan Curugbitung mengatakan, faktor cuaca menjadi penyebab utama masyarakat meninggalkan profesi sebagai penambang kalimaya. 

Ia mengakui, curah hujan yang tinggi bisa mengakibatkan kecelakaan di dalam lubang. Katanya, daripada membahayakan, lebih baik menjadi buruh tani di kampung. 

BACA JUGA: Tas Mencurigakan Ditemukan di Ubud, Ada Paspor Milik WN Belanda

“Saya sudah enam bulan enggak menambang lagi. Penghasilannya enggak menentu, karena hujan terus dan takut longsor,” kata Endang kepada Radar Banten, Senin (19/12).

Dikatakannya, perburuan batu kalimaya sudah mengalami kelesuan sejak awal 2016 lalu. Minat masyarakat terus menurun dan banyak yang tidak tertarik lagi mengoleksi batu kalimaya sebagai batu akik. 

BACA JUGA: Terbatas, Kepri Hanya Dapat Rp 60 Miliar Uang Baru

Kondisi ini, kata dia, jelas berdampak terhadap penambang, karena biaya produksi tidak akan tertutup dengan hasil penjualan kalimaya. 

“Lebih baik jadi buruh kasar atau buruh tani. Walaupun penghasilannya kecil, tapi saya sudah pasti dapat uang buat menghidupi anak dan istri di rumah,” katanya.

Opik, perajin batu kalimaya di Pasirkacapi, Kecamatan Maja membenarkan, para penambang batu kalimaya sudah jauh berkurang dibandingkan pada 2014 dan 2015. 

Waktu itu, masyarakat di Curugbitung dan Maja banyak yang menambang, karena harga batu kalimaya cukup tinggi dan banyak dicari masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia. 

Namun, sekarang masyarakat sudah mulai meninggalkannya. “Di Pasirkacapi saja, lebih dari 50 orang yang sudah beralih profesi jadi buruh tani. Tapi, masih ada satu dua orang yang tetap bertahan, karena enggak bisa kerja lain,” terangnya.

Kata Opik, waktu batu kalimaya ramai, mampu menjual kalimaya sebanyak 10 hingga 20 buah dengan harga Rp 500 ribu hingga Rp 3 juta. Namun, tiga bulan belakangan ini selain sulit untuk mendapatkan bahan batu kalimaya, harga jual dari para penambang pun cukup tinggi. 

“Apalagi saat ini peminat atau calon pembeli yang datang berkurang dibandingkan dengan beberapa bulan lalu,” katanya. (Ali/Radar Banten/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemkot Samarinda Beri Perhatian Khusus untuk Komoditas Ini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler