Boros, Pengawasan Pemilu Sedot Rp 1,5 Triliun

Selasa, 21 Januari 2014 – 16:59 WIB
Ray Rangkuti. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Anggaran pengawasan pelaksanaan pemilu dan pengawasan perhitungan suara hasil pemilu yang mencapai Rp 1,5 triliun, dinilai sebuah pemborosan dan sangat menyakitkan masyarakat.

Apalagi dari besaran angka tersebut, Rp 800 miliar diperuntukkan bagi honor dan bimbingan teknis mitra pengawas pemilu lapangan (PPL) yang keberadaanya tidak jelas dasar hukumnya. Sementara sisanya untuk membiayai honor saksi dari partai politik peserta pemilu.

BACA JUGA: Yusril Tuding Hakim MK Harjono Sering ke Rumah Megawati

"Penyelenggara dan peserta pemilu seolah berpikir hanya menghabiskan dana dan sebaliknya bukan menghematnya. Inilah kali pertama pemilu di mana untuk pengawasan hari H pemilu menghabiskan dana hingga Rp 1,5 triliun," ujar Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, di Jakarta, Selasa (21/1).

Menurut Ray, selain keberadaan mitra PPL dasar hukumnya tidak jelas, keberadaan mitra pengawasan juga tumpang tindih. Sebab, pengawasan di tingkat tempat pemungutan suara (TPS) sudah ada PPL, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011, tentang pemilu. Disebutkan,  setidaknya ada 1 hingga 5 petugas PPL di satu desa.

BACA JUGA: Yusril Sebut Partai-partai Besar Panik

Fungsinya, mengawasi pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara. Selain adanya PPL, kata Ray, parpol juga selalu mengirimkan saksi di tingkat TPS. Namun ternyata pemerintah tetap menyetujui pengeluaran anggaran untuk mitra PPL dan saksi dari parpol.

"Bukankah ini sama dengan negara mengeluarkan dana untuk kegiatan yang tumpang tindih? Apa dasar hukum negara mengeluarkan dana mencapai Rp 1,5 triliun untuk satu kegiatan sama yang dikerjakan dua lembaga berbeda?" katanya.

BACA JUGA: Pastikan Daftar Pemilih Pilpres Hasil Pemutakhiran DPT Pileg

Karena itu masyarakat, menurut Ray, layak untuk memersoalkannya. Apalagi angggaran pembiayaan parpol oleh negara juga sudah diatur dengan jelas dalam UU Parpol. Dan dalam UU tersebut, saksi parpol bukan merupakan kewajiban negara mendanaianya.

LIMA Indonesia, kata Ray, memandang persoalan pengawasan pemilu saat ini pada hakikatnya bukan pada tidak adanya kesaksian, pelaporan atau data pelanggaran. Tapi lebih parah dari itu, yakni soal kemampuan anggota Bawaslu melakukan advokasi, penyelesaian dan penghentian temuan pelanggaran.

"Persoalan inilah yang sejatinya perlu segera  diperbaiki oleh Bawaslu," katanya.(gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hadirkan Saksi untuk Buktikan Jago PDIP di Cirebon Berijazah Palsu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler