Bos Indosat Ooredoo Apresiasi Insiatif Komisi I DPR

Jumat, 26 Agustus 2016 – 16:57 WIB
Ilustrasi Foto: Radar Bangka/dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli mengapresiasi inisiatif dari Komisi I DPR untuk memanggil dan meminta keterangan dari semua operator terkait isu penurunan tarif interkoneksi perlu diapresiasi. 

Dikatakan, peran DPR untuk memperjuangkan kebijakan pro-rakyat dalam hal penurunan tarif interkoneksi mesti didukung semua pihak.

BACA JUGA: Hanya Sebatas Status, Serikat Pekerja PGN Tolak Holding Migas

“Kami percaya bahwa DPR akan senantiasa memperjuangkan kebijakan pro-rakyat dan terus mendorong industri untuk menjadi lebih efisien sehingga infrastruktur telekomunikasi akan tersebar secara merata dengan harga terjangkau,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (26/8).

Alexander mengatakan, penurunan biaya interkoneksi berperan penting dalam penciptaan iklim kompetisi yang sehat, mengurangi hambatan bagi pelaku, serta memacu industri untuk terus berusaha menjadi lebih efisien. 

BACA JUGA: Pasar Lesu, Penjualan Honda Tetap Naik

“Indosat berkomitmen untuk terus berperan aktif dalam membantu pemerintah mencapai target pembangunan pita lebar Indonesia,” paparnya.

Sebelumnya, Sejumlah pengamat dan praktisi telekomunikasi juga mendukung kebijakan penurunan tarif interkoneksi sebesar rata-rata 26%. Keputusan pemerintah itu merupakan kebijakan pro-rakyat yang wajib didukung semua pihak termasuk DPR. 

BACA JUGA: Dongkrak Daya Beli Masyarakat, Intiland Siapkan Insentif

Dengan adanya kebijakan tersebut, rakyat bisa menikmati telekomunikasi dengan harga yang lebih terjangkau.

Chairman Mastel Institute, Nonot Harsono, mengatakan, dalam Undang-Undang No 36 Tahun 1999 Pasal 25 dan PP No 52 thn 2000 Pasal 20-25 dijelaskan,interkoneksi adalah kewajiban bagi setiap network operator untuk saling menyambung jaringannya satu sama lain. 

Hal ini bertujuan menjamin hak masyarakat untuk bisa saling menelepon dari dan ke operator yang manapun. 

“Dengan interkoneksi yang tidak dihambat, masyarakat bisa bebas untuk memilih menjadi pelanggan dari operator yang mana saja, sehingga persaingan pelayanan bisa terjadi,” ujarnya.

Nonot menilai karena interkoneksi bisa digunakan untuk menghambat persaingan, maka negara hadir dengan mewajibkan interkoneksi. Jadi interkoneksi ini bukan jenis layanan atau tidak termasuk jenis jasa telekomunikasi. Sekali lagi, interkoneksi adalah menyambungkan antar jaringan supaya pelanggan jaringan yang satu bisa berkomunikasi dengan pelanggan dari jaringan lainnya (tidak terisolasi di satu jaringan).

Dia menegaskan masyarakat berhak menuntut pengurangan biaya interkoneksi dan meminta pula penurunan tarif off-net kepada semua operator, jika ternyata tarif yg diterapkan berlipat lebih tinggi daripada hasil perhitungan pemerintah/regulator.

Utamanya masyarakat luar Jawa yang merasakan adanya perbedaan tarif layanan, karena satuan biaya produksi yang berbeda. Masyarakat di luar Jawa ingin juga biaya murah telepon seperti warga di Jawa. 

“Dengan demikian, keputusan penurunan tarif interkoneksi hasil perhitungan pemerintah sebesar Rp 204 perlu segera diberlakukan dan kalau bisa diturunkan lagi,” jelasnya. (rl/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Istimewa, Laba Bersih Pertamina Melesat 221 Persen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler